Strict Liability, Bisa Jerat Pertamina pada Kasus Depo Plumpang?

Strict Liability, Bisa Jerat Pertamina pada Kasus Depo Plumpang?
Image Source: CNN Indonesia

Strict Liability, Bisa Jerat Pertamina dalam Kasus Depo Plumpang?

“Para masyarakat terdampak saat ini tengah menunggu bentuk pertanggungjawaban seperti apa yang sekiranya dapat diberikan oleh Pertamina akibat dari peristiwa ini.”

Belum genap satu minggu sejak terjadinya peristiwa tragis di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara. Dilansir Kompas, peristiwa kebakaran yang diduga bersumber dari pipa bensin Pertamina tersebut telah mengorbankan sekitar 17 orang meninggal dunia dan sekitar 50 orang mengalami luka-luka.

Menanggapi kejadian ini, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, mengatakan bahwa pihaknya akan bertanggung jawab penuh memberikan penanganan terbaik bagi korban maupun keluarga korban yang terdampak. 

Dilansir Antara, Alfian juga mengatakan bahwa Pertamina akan bertanggung jawab penuh dan menjamin seluruh biaya perawatan pasien di rumah sakit maupun keperluan keluarga yang saat ini sedang mendampingi.

Baca Juga: Berkaca dari Kecelakaan Yeti Airlines, Bagaimana Pertanggungjawaban Maskapai terhadap Keluarga Korban

“Kami akan bertanggung jawab penuh dan terus berupaya hadir di setiap rumah sakit untuk memberikan penanganan terbaik kepada korban dan mendampingi keperluan keluarga korban yang saat ini menunggu di rumah sakit,” ujar Alfian dilansir Antara, Senin (06/03/2023).

Adapun sebagaimana diketahui banyak pula harta benda, seperti rumah dan kendaraan, dari warga yang ada di sekitar lokasi tersebut yang nyatanya juga mengalami kerusakan akibat peristiwa ini.

Sehingga, para masyarakat terdampak tersebut saat ini tengah menunggu bentuk pertanggungjawaban seperti apa yang sekiranya dapat diberikan oleh Pertamina akibat dari peristiwa ini.

Bentuk Pertanggungjawaban Strict Liability

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) sebagaimana beberapa ketentuannya telah diubah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) saat ini memuat ketentuan terkait bentuk pertanggungjawaban strict liability. 

Pertanggungjawaban ini menjelaskan bahwa setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya:

  1. Menggunakan B3;
  2. Menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3; dan/atau
  3. Menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup

Bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi. Hal ini diatur pada bunyi Pasal 22 angka 33 Perppu Ciptaker mengenai perubahan Pasal 88 UU PPLH.

Adapun dalam konteks strict liability, Akademisi Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Andri Gunawan Wibisana mengatakan bahwa tidak diperlukan adanya unsur “adanya kesalahan” untuk menentukan apakah suatu pihak bertanggung jawab atau tidak berdasarkan pasal ini.

Sebab, menurut Andri strict liability diartikan sebagai sebuah bentuk pertanggungjawaban hukum yang dikenakan kepada suatu pihak tanpa perlu melihat adanya unsur melawan hukum dalam peristiwa tersebut atau tidak. 

Hal ini demikian berbeda dengan bentuk pertanggungjawaban PMH dimana penggugat harus terlebih dahulu membuktikan adanya tindakan melanggar hukum oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya. 

Sehingga, selama unsur-unsur pada pasal strict liability tersebut telah terpenuhi, maka suatu pihak sudah dapat diberikan tanggung jawab atas dalil yang dituduhkan tersebut.

“Kita cukup melihat apakah telah terjadi kerusakan lingkungan akibat operasional perusahaan tersebut. Mengenai praktik perusahaan tersebut apakah melanggar hukum atau tidak, itu tidak ada hubungannya,” ujar Andri dilansir situs FH UI, Senin (06/03/2023).

 

AA

 

Dipromosikan