Siap-Siap PHK, Bisakah Pegawai Gugat Aksi BUMN?

Siap-Siap PHK, Bisakah Pegawai Gugat Aksi BUMN?
Image Source: Medcom

Siap-Siap PHK, Bisakah Pegawai Gugat Aksi BUMN?

“Diketahui terdapat 6 (enam) perusahaan BUMN yang dibubarkan oleh Pemerintah.”

Baru-baru ini, tersiar kabar bahwa pada tahun 2023 ini sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah dibubarkan oleh Pemerintah Indonesia. Dilansir CNBC Indonesia, hal ini ditetapkan melalui beberapa Peraturan Pemerintah terkait pembubaran perusahaan pelat merah yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo sejak beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, diketahui terdapat 6 (enam) perusahaan BUMN yang dibubarkan oleh Pemerintah. Perusahaan-perusahaan tersebut diantaranya PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Industri Gelas (Persero) atau Iglas, dan PT Istaka Karya (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (Persero), PT Industri Sandang Nusantara (Persero) atau Insani, dan PT Kertas Leces (Persero).

Adapun aksi pembubaran BUMN ini diketahui akan sangat berdampak terhadap berbagai pihak, seperti salah satunya para pegawai. Mengetahui hal tersebut, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan bahwa masalah ini akan diselesaikan melalui aturan yang berlaku.

Secara spesifik, Arya menuturkan bahwa bagi para pegawai BUMN yang perusahaannya dibubarkan tersebut sebagian dapat untuk direkrut kembali untuk perusahaan BUMN lainnya. Sedangkan, bagi sebagian pegawai lainnya akan terpaksa untuk diberhentikan dari jabatannya di BUMN.

“Kalau dia kemampuannya dibutuhkan di BUMN lain ya bisa. Kalau nggak ada masa dipaksakan? Sesuai sama keputusan pengadilan saja kita patuhi, nggak mungkin juga lepas dari pengadilan,” ujar Arya dilansir CNBC Indonesia, Senin (10/04/2023). 

Sebagaimana informasi, rezim hukum ketenagakerjaan di Indonesia menjelaskan bahwa mekanisme pemberhentian kerja para pegawai suatu perusahaan adalah melalui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Namun, tahukah anda bahwa terdapat mekanisme bagi pegawai yang ingin menolak aksi PHK suatu perusahaan?

Mekanisme Penolakan Aksi Pemutusan Hubungan Kerja

Pada tahun 2020 silam, sejumlah pegawai media Kumparan melayangkan gugatan terhadap perusahaannya di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Dilansir LBH Pers, gugatan ini didasarkan karena para penggugat merasa aksi PHK oleh Kumparan tersebut dilakukan dengan alasan dan prosedur yang tidak sesuai hukum.

Baca Juga: Ojol Tidak Berhak Dapat THR dari Perusahaan, Ini Sebabnya

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, setidaknya terdapat 15 (lima belas) alasan perusahaan dapat melakukan PHK. Alasan-alasan tersebut yakni:

  1. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja;
  2. Efisiensi, baik diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak, karena mengalami kerugian;
  3. Mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun;
  4. Adanya force majeure; 
  5. Dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
  6. Perusahaan pailit;
  7. Pekerja mengajukan permohonan PHK dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan berikut: menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam pekerja; membujuk atau menyuruh pekerja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; tidak membayar upah tepat waktu 3 bulan berturut-turut atau lebih; memerintahkan pekerja melakukan pekerjaan di luar yang diperjanjikan ; atau memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja yang tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja.
  8. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan poin 7 dan pengusaha memutuskan untuk melakukan PHK;
  9. Saat pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
  10. Pekerja mangkir 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti sah, dan telah dipanggil pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis;
  11. Saat pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut;
  12. Pekerja tidak melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
  13. Saat pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya melampaui 12 bulan;
  14. Pekerja memasuki usia pensiun;
  15. Saat pekerja meninggal dunia.

Lebih lanjut, suatu perusahaan dilarang melakukan PHK terhadap pegawai dengan alasan sebagai berikut:

  1. Sakit selama tidak melampaui waktu 12 bulan terus-menerus;
  2. Menjalankan kewajiban terhadap negara sesuai ketentuan perundang-undangan;
  3. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  4. Menikah;
  5. Hamil, melahirkan, keguguran kandungan, atau menyusui bayi;
  6. Memiliki pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pegawai lain di satu perusahaan;
  7. Mendirikan, menjadi anggota atau pengurus serikat pekerja, atau melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja;
  8. Mengadukan pengusaha ke pihak berwajib atas tindak pidana kejahatan;
  9. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
  10. Cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja atau karena hubungan kerja, yang menurut dokter belum dapat dipastikan jangka waktu penyembuhannya.

Tidak berhenti disitu, berkaitan dengan prosedur PHK, perusahaan dalam hal ini wajib memberikan surat pemberitahuan PHK kepada pegawai bersangkutan atau serikat pekerja. Surat pemberitahuan yang memuat maksud, alasan, serta kompensasi dan hak pegawai lainnya yang disampaikan secara sah dan patut paling lambat 14 hari sebelum PHK.

Adapun berdasarkan kasus gugatan PHI pegawai Kumparan yang terdampak PHK, mereka berargumen bahwa terdapat alasan dan prosedur PHK yang tidak sesuai hukum dan dilakukan oleh Kumparan dalam melakukan aksi PHK-nya. Sehingga, para pegawai ini melakukan aksi penolakan PHK tersebut dengan mengajukan gugatan melalui PHI.

Kendati demikian, penting pula untuk diperhatikan bahwa upaya gugatan PHI ini harus didahului oleh serangkaian penyelesaian di luar pengadilan. Dalam hal ini, penyelesaian di luar pengadilan tersebut dilakukan melalui musyawarah (bipartit) yang apabila upaya tersebut gagal dapat dilanjutkan melalui upaya mediasi (tripartit) di Dinas Ketenagakerjaan setempat.

 

AA



Dipromosikan