Uni Eropa Terbitkan Aturan Moderasi Konten, Ini Dampaknya

Uni Eropa Terbitkan Aturan Moderasi Konten, Ini Dampaknya
Image Source: Wikimedia.org

Uni Eropa Terbitkan Aturan Moderasi Konten, Ini Dampaknya

“Regulasi moderasi konten Uni Eropa dimaksudkan untuk mereduksi disinformasi di Internet, serta melindungi anak dari paparan konten negatif.”

Uni Eropa baru saja berencana menerbitkan Digital Service Act (DSA). DSA merupakan regulasi baru terkait kebijakan moderasi konten yang ditujukan kepada perusahaan platform digital user generated content (UGC).

Baca Juga: Uni Eropa Terbitkan UU Deforestasi, Ancam Bisnis Sawit RI?

Melalui DSA, Uni Eropa memerintahkan setiap platform UGC untuk melakukan manajemen risiko, audit mandiri, mematuhi ketentuan etika bisnis eksternal, dan membagikan data ke otoritas berwajib jika diperlukan.

Terdapat 19 platform UGC yang pada Agustus 2023 mendatang wajib memenuhi syarat-syarat pada DSA, yang diantaranya Google Maps, Google Play, Google Search, Facebook, Instagram, serta Apple App Store, Amazon Marketplace, LinkedIn, Bing, Wikipedia, TikTok, Twitter, AliExpress, dan Snapchat.

“Menurut kami, setiap penyedia platform digital memiliki tanggung jawab khusus untuk menciptakan internet yang lebih aman,” ujar Chief Industri Uni Eropa, Thierry Breton, dilansir cnbcindonesia.com (26/04/2023).

Breton lebih lanjut menuturkan bahwa diterbitkannya DSA memiliki tujuan spesifik yang diantaranya guna mereduksi disinformasi di Internet, serta melindungi anak-anak dari paparan konten negatif.

Adapun, apabila ditemukan adanya ketidakpatuhan suatu platform UGC terhadap ketentuan DSA, maka UGC dimaksud akan berpotensi mendapatkan sanksi berupa denda setidaknya 6 persen dari total pendapatan mereka di wilayah Uni Eropa.

Twitter Dapatkan ‘SP-1’ Regulasi DSA

Implementasi regulasi DSA Uni Eropa rencananya akan dilakukan pada Agustus 2023. Akan tetapi, pada April 2023 jajaran pimpinan komisi Uni Eropa telah menemukan indikasi adanya ketidakmampuan Twitter untuk mengikuti aturan moderasi konten di benua itu.

Dilansir bisnis.com (28/04/2023), Wakil Presiden Komisi Eropa, Vera Jourova mengatakan Twitter diindikasikan telah gagal memenuhi komitmennya terhadap regulasi DSA. Hal tersebut dikatakan karena terdapat temuan bahwa Twitter sering kali menyebarkan suatu konten disinformasi pada platformnya. Tindakan penyebaran konten disinformasi oleh Twitter disinyalir akibat rezim Twitter yang otoriter dalam melakukan pengelolaan kontennya.

“Ini adalah tanda negatif lainnya dari Twitter yang tidak membuat ruang informasi digital yang aman dan bebas dari disinformasi. Ini adalah ujian yang sangat penting untuk menunjukan bahwa mereka serius dalam menghormati kode etik dan pada akhirnya mematuhi DSA,” ujar Vera dalam akun Twitter-nya.

Berdasarkan informasi sebelumnya, apabila terdapat platform UGC yang tidak mematuhi aturan moderasi konten DSA, maka dapat menyebabkan perusahaan kehilangan pendapatan tahunan sebesar 6 persen atau bahwan membuat suatu platform UGC diblokir.

Oleh karena itu, berkaca dari ketidakmampuan Twitter, Breton mengatakan pentingnya upaya re-design suatu sistem platform UGC untuk memastikan tingkat privasi, keamanan dari disinformasi, dan keselamatan anak di bawah umur, agar suatu platform dapat tetap beroperasi serta mematuhi regulasi DSA pada bulan Agustus mendatang.

 

MIW

Dipromosikan