Turis di Bali Transaksi Pakai Kripto, Pemprov: Kami Tindak Tegas

Turis di Bali Transaksi Pakai Kripto, Pemprov: Kami Tindak Tegas
Image Source: finance.detik.com

Turis di Bali Transaksi Pakai Kripto, Pemprov: Kami Tindak Tegas

“UU Mata Uang mengatur bahwa setiap transaksi dengan tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban, atau transaksi keuangan lain yang dilakukan di Wilayah NKRI harus menggunakan Rupiah.”

Gubernur Provinsi Bali, Wayan Koster menyampaikan bahwa dirinya menerima banyak laporan terkait penggunaan aset kripto sebagai alat transaksi pembayaran di Bali.

Dilansir dari Kompas.id (26/5/2023), wisatawan asing di Bali mengalami kesulitan mengakses transaksi keuangan internasional karena negaranya tengah dijatuhi sanksi ekonomi akibat perang, utamanya Rusia.

Baca Juga: Kosta Rika Ingin Kripto Jadi Metode Pembayaran Sah, Apa Kabar Dengan Indonesia?

Karena itu, turis-turis asing memanfaatkan aset kripto atau cryptocurrency sebagai alat pembayaran pengganti rupiah di sejumlah hotel, restoran, destinasi wisata hingga tempat penyewaan sepeda motor sekalipun.

Menurut Wayan, sebagaimana dilansir dari Media Indonesia (30/5/2023), tempat usaha yang mengizinkan penggunaan kripto sebagai alat pembayaran telah melanggar berbagai peraturan. Para pelanggar tersebut berisiko menghadapi hukuman penjara dan denda yang besar.

Wayan menekankan bahwa wisatawan asing yang terlibat dalam perilaku tidak pantas, melanggar izin visa, menggunakan cryptocurrency sebagai alat pembayaran, atau melanggar ketentuan lainnya akan diberikan tindakan tegas sesuai dengan hukum.

Ia mengharapkan masyarakat Bali dapat melaporkan perilaku wisatawan asing yang tidak pantas dan melanggar izin visa kepada pihak otoritas setempat.

Wayan turut mengimbau kepada pelaku usaha jasa pariwisata dan seluruh masyarakat Bali untuk bersama-sama menjaga nama baik dan citra pariwisata Bali.

“Pelaku usaha jasa pariwisata, dan seluruh komponen masyarakat Bali agar secara bersama-sama dan bersungguh-sungguh menjaga nama baik dan citra pariwisata Bali dalam rangka mewujudkan pariwisata berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat,” ucap Wayan, dikutip dari Media Indonesia.

Dilakukan secara Terang-Terangan

Mengutip dari investigasi yang dilakukan oleh Kompas.id (26/5/2023), sebuah kafe di Seminyak memfasilitasi pengunjungnya untuk membayar makanan dan minuman menggunakan cryptocurrency

Beberapa menu makanan dan minuman di kafe tersebut diberi nama sesuai dengan koin dan token kripto. Bahkan, di satu sisi dinding dekat kasir, terdapat layar yang menampilkan pergerakan nilai tukar beberapa koin dan token kripto.

Selain kafe, sebuah tempat meditasi di daerah Ubud dilaporkan secara terang-terangan mengizinkan pembayaran menggunakan kripto di situs resminya.  Tak hanya itu, beberapa pelaku usaha lain di Bali juga secara terbuka menyatakan bahwa mereka menerima pembayaran dengan menggunakan aset kripto. 

Terkait hal ini, melansir dari detik.com (28/5/2023), Kapolda Bali, Irjen Putu Jayan Danu Putra mengatakan bahwa pihak kepolisian sedang melakukan penyelidikan terkait laporan adanya kegiatan transaksi menggunakan aset kripto oleh wisatawan asing di Bali yang sebelumnya diungkapkan oleh Gubernur.

“Berkaitan dengan kripto kami sudah selidiki tempat-tempat yang kami curigai, ada beberapa tempat tadi sebagaimana informasi dari media,” ujar Jayan Danu sebagaimana dikutip dari detik.com.

Penggunaan Aset Kripto sebagai Alat Transaksi

Mengutip dari katadata.co.id, cryptocurrency merupakan mata uang virtual yang didukung oleh sistem kriptografi.

Di Indonesia, cryptocurrency yang secara hukum disebut sebagai aset kripto, melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset) ditetapkan sebagai salah satu komoditi di bursa berjangka.

Saat ini, pengawasan terhadap perdagangan aset kripto di Indonesia merupakan kewenangan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Meskipun tidak diatur secara eksplisit, apabila merujuk pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku, penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran yang digunakan dalam transaksi di wilayah Indonesia tidak diperbolehkan atau dilarang.

Bank Indonesia (BI), melalui Siaran Pers Nomor 20/4/DKom yang diakses melalui laman resminya (12/1/2018), pernah menegaskan bahwa virtual currency seperti bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah dan tidak diizinkan untuk digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. 

Larangan tersebut mengacu pada ketentuan-ketentuan berikut, yaitu:

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang) yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan

UU Mata Uang mengatur bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan setiap transaksi dengan tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban, atau transaksi keuangan lain yang dilakukan di Wilayah NKRI harus menggunakan Rupiah. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat mengakibatkan sanksi pidana berupa kurungan dengan batas waktu paling lama 1 (satu) tahun dan denda dengan batas maksimum sebesar Rp200 juta rupiah.

  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan

Undang-undang ini melalui Pasal 50 ayat (2) UU PPSK yang mengubah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara mengatur bahwa penyelenggaraan usaha penukaran valuta asing di Indonesia yang dilakukan oleh badan hukum bukan Bank  wajib memperoleh izin dari BI.

Adapun, kegiatan usaha penukaran valuta asing tanpa izin dari BI dapat dihukum dengan pidana penjara minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun, serta denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp2 miliar.

  • Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Peraturan ini kembali menegaskan bahwa penggunaan Rupiah adalah kewajiban dalam setiap transaksi, baik tunai maupun nontunai. Adapun, pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan Rupiah dalam transaksi nontunai berupa sanksi administratif yaitu teguran tertulis, kewajiban membayar, dan/atau larangan berpartisipasi dalam lalu lintas pembayaran. Sanksi kewajiban membayar yang dimaksud bagi yang melanggar ialah sebesar 1% (satu persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban membayar maksimum sebesar Rp1 miliar.

SS

Dipromosikan