Divestasi Blok Masela, Shell Patok Harga Rp21 Triliun 

Divestasi Blok Masela, Shell Patok Harga Rp21 Triliun 
Image Source: ekonomi.bisnis.com

Divestasi Blok Masela, Shell Patok Harga Rp21 Triliun

“Penyelesaian divestasi Hak Partisipasi atau Participating Interest (PI) Shell pada proyek Blok Masela yang terletak di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, masih terus berlangsung.”

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif sempat meluapkan kemarahannya terhadap Shell. Hal ini dipicu karena berlarut-larutnya PI 35% saham Shell di Blok Masela.  

Mengutip dari cnbcindonesia.com (30/5/2023), berlarutnya penawaran PI 35% itu ternyata karena Shell membandrol dengan harga yang cukup tinggi yakni sebesar US$1,4 miliar atau Rp20,95 triliun. Padahal harga termahal yang ditawarkan Shell seharusnya US$700 juta atau Rp10,5 triliun. 

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengatakan bahwa Shell harus memberikan harga yang wajar. Tutuka mengatakan dalam bisnis harus adil. 

“Kita harus wajar lah, kita harus harga wajar, kita nggak mau begitu saja menerima harga yang nggak wajar, bisnis harus fair,” ujar Tutuka, dikutip dari finance.detik.com (30/5/2023). 

Tutuka mengatakan bahwa Pemerintah juga merugi lantaran Blok ini tak kunjung di garap. Hal ini disebabkan lantaran Shell tak kunjung melepas hak partisipasinya. 

Penawaran Harga Ideal

Mengutip dari finance.detik.com, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (Sekjen DEN), Djoko Siswanto menyatakan bahwa harga yang seharusnya ditawarkan ke Pertamina sebesar US$700 juta atau Rp10,5 triliun. 

“Harusnya paling mahal US$700 juta saja (kalau di jual ke Pertamina), sedangkan kalau dijual ke Petronas silahkan harga berapapun,” ujar Djoko. 

Baca Juga: Pertamina Akan Ambil Hak Partisipasi Shell di Blok Masela

Djoko mengatakan jika tidak ada kesepakatan, pemerintah bisa mentermasi blok ini, sehingga kemungkinan Shell tidak menerima apapun. Nantinya Blok Masela akan ditugaskan ke Pertamina atau dilelang. 

“Kalau mereka nggak sepakat, Pemerintah bisa menterminasi Blok Masela. Kemudian bisa ditugaskan ke Pertamina atau dilelang. Pemerintah bisa, dasarnya Pasal 17 UU Migas,” ucap Djoko. 

Kementerian ESDM menegaskan tidak akan mengikuti permintaan Shell jika melepas hak partisipasinya dengan harga yang tinggi. Saat ini, Shell sedang bernegosiasi dengan PT Pertamina (Persero) untuk hak partisipasi blok tersebut. 

Apa itu Blok Masela 

Mengutip dari katadata.co.id (28/11/2022), Blok Masela merupakan lapangan minyak dan gas terbesar di Indonesia. Lokasinya berada di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Yang secara geografis berbatasan dengan Timor Leste dan Australia. 

Cadangan Blok Masela pertama kali diketahui pada tahun 2000. Dimana memiliki potensi cadangan gas yang sangat besar, mencapai 10,73 triliun kaki kubik (TcF). Karena itu, Blok Masela sering disebut sebagai cadangan gas abadi. Claim Pemerintah cadangan gas itu tidak akan habis sampai 70 tahun kedepan. 

Mengutip dari migas.esdm.go.id (27/2/2023), Blok Masela merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang hak partisipasinya dipegang oleh Inpex dan Shell. Namun Shell kemudian menyatakan untuk melepas hak partisipasinya. 

Sebelum menarik diri Shell menguasai 35 persen saham PI dan sisanya dikuasai oleh Inpex sebesar 65 persen.  

Ancaman Diterminasi 

Mengutip dari cnbcindonesia.com (31/5/2023), Pemerintah bisa saja menggunakan opsi untuk tidak memperpanjang kontrak Blok Masela melalui terminasi kontrak, hal ini dilakukan apabila proses pengembangannya tidak menunjukkan hasil yang signifikan. 

Arifin menjelaskan, bahwa berdasarkan regulasi apabila Inpex selaku operator dan mitranya yakni Shell tidak melakukan kegiatan sama sekali hingga 5 tahun sejak rencana pengembangan (PoD) ditandatangani pada 2019, Blok Masela bisa saja kembali ke negara. 

“Kan 5 tahun kalau tidak dilaksanakan apa-apa kita akan tinjau kembali termasuk kemungkinan untuk itu, ini kan sudah 4 tahun makanya kita ingetin aja ini. Sekarang ini yang merasa dirugikan juga Indonesia,” Ujar Arifin. 

Terkait dengan terminasi, diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).

Yang menyatakan bahwa dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang telah mendapatkan persetujuan pengembangan lapangan yang pertama dalam suatu Wilayah Kerja tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak berakhirnya jangka waktu Eksplorasi wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri. 

Jangka waktu eksplorasi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Migas yaitu dilaksanakan selama 6 tahun dan dapat diperpanjang hanya satu kali periode yang dilaksanakannya paling lama 4 tahun. 

 

AP

Dipromosikan