Gunakan Karya Tanpa Izin, Tiga Penulis Serempak Gugat OpenAI!

Gunakan Karya Tanpa Izin, Tiga Penulis Serempak Gugat OpenAI!
Image Source: japantimes.co.jp

Gunakan Karya Tanpa Izin, Tiga Penulis Serempak Gugat OpenAI!

“Profesor hukum dari Universitas Vanderbilt, Daniel Gervais, memperkirakan bahwa di masa depan akan ada peningkatan jumlah tuntutan hukum yang melibatkan isu hak cipta dan kecerdasan buatan  generatif.”

OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, harus menghadapi tuntutan hukum yang diajukan oleh tiga penulis asal Amerika Serikat.

Perusahaan tersebut dituduh menggunakan karya berupa buku yang ditulis oleh ketiganya tanpa izin untuk melatih aplikasi kecerdasan buatan ChatGPT. Dalam hal ini, Sarah Silverman, Richard Kadrey, dan Christopher Golden menuduh OpenAI melakukan pelanggaran hak cipta terhadap karya mereka.

Sarah, Richard, dan Christopher mengklaim bahwa ChatGPT dilatih menggunakan kumpulan data yang diperoleh secara ilegal. Kumpulan data tersebut diduga berasal dari situs web perpustakaan bajakan, seperti Bibliotik, Library Genesis, Z-Library, dan lainnya yang menyediakan akses ke koleksi buku melalui sistem torrent.

Adapun dilansir dari CNBC Indonesia (10/7/2023), OpenAI tidak memberikan tanggapan terkait gugatan tersebut.

Gugatan yang diajukan di pengadilan San Francisco tersebut dianggap sebagai sinyal yang mengkhawatirkan bagi pengembang robot percakapan berbasis kecerdasan buatan. 

Pasalnya, pengembangan chatbot Artificial Intelligence (AI) umumnya melibatkan pengumpulan informasi dari internet agar komputer di baliknya dapat memberikan respons yang realistis dalam menjawab pertanyaan pengguna. 

Oleh karena itu, gugatan ini dapat mempengaruhi praktik pengembangan dan pemanfaatan teknologi chatbot AI di masa depan.

Sementara itu, dalam gugatan yang diajukan, para penggugat meminta pengadilan untuk memberikan hukuman berupa pembayaran ganti rugi kepada semua pemegang hak cipta yang terdampak. 

Aspek Hak Cipta ChatGPT OpenAI

Seperti yang diketahui, ChatGPT merupakan model AI generatif yang dilatih dengan menggunakan sejumlah besar informasi dari berbagai sumber, seperti situs web, artikel berita, buku, dan lainnya. 

Ketika digunakan oleh pengguna, ChatGPT mampu memberikan respons yang alami dan meniru pengalaman berbicara dengan manusia.

Pada dasarnya, penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam konteks hukum memunculkan beberapa isu penting yang perlu diperhatikan, seperti perlindungan hak cipta, privasi data, dan tanggung jawab.

Pertanyaan mengenai kepemilikan hak cipta atas konten yang dihasilkan oleh AI generatif menjadi perhatian, begitu pula dengan aspek privasi dan penggunaan data dan karya dalam melatih AI.

Baca Juga: Aspek Hukum dan Legalitas Konten Buatan AI

Mengutip dari mucglobal.com, konsep utama perlindungan kekayaan intelektual hingga saat ini adalah melindungi pencipta kekayaan intelektual, yang pada dasarnya adalah manusia.

Selaras dengan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU No.28/2014) mengatur bahwa hak cipta adalah hak eksklusif yang secara otomatis diberikan kepada pencipta setelah karya tersebut diwujudkan dalam bentuk nyata. Selain pencipta sebagai pemilik, pemegang hak cipta merupakan pihak yang secara sah menerima hak cipta dari pencipta.

Dalam hal ini, pemegang hak cipta tersebut harus memperoleh lisensi atau izin tertulis yang diberikan oleh pemilik hak cipta untuk menggunakan hak ekonomi atas karya cipta atau produk terkait dengan syarat-syarat tertentu.

Adapun dalam kasus ini, jika OpenAI terbukti menggunakan konten yang dilindungi hak cipta dari sumber-sumber ilegal, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, maka OpenAI dianggap melanggar hak cipta pemilik karya tersebut.

Pasalnya, ketentuan hak cipta melindungi hak-hak pemilik karya dan memberikan mereka hak untuk menuntut pelanggaran dan meminta ganti rugi yang sesuai.

Urgensi Pengaturan AI

Semakin maraknya gugatan terhadap perusahaan kecerdasan buatan terkait pelanggaran hak cipta mengindikasikan peningkatan kesadaran dan perhatian terhadap isu hak kekayaan intelektual dalam konteks penggunaan AI. 

Gugatan-gugatan ini menunjukkan bahwa pemilik hak cipta semakin peka terhadap penggunaan ilegal atau tidak sah atas karya-karya mereka oleh perusahaan AI.

Mengutip dari beritasatu.com, Profesor hukum dari Universitas Vanderbilt, Daniel Gervais, memperkirakan bahwa di masa depan akan ada peningkatan jumlah tuntutan hukum yang melibatkan isu hak cipta dan kecerdasan buatan  generatif. 

Di sisi lain, meningkatnya gugatan terkait pelanggaran hak cipta dalam konteks AI juga menunjukkan adanya urgensi untuk mengatur lebih lanjut dalam hal penggunaan AI dan perlindungan hak cipta. 

Gugatan-gugatan ini menyoroti kebutuhan akan kerangka hukum yang jelas dan komprehensif yang mengatur penggunaan karya-karya terlindungi dalam pengembangan dan pelatihan AI.

Dalam konteks AI generatif seperti ChatGPT, di mana model dilatih dengan menggunakan data yang melibatkan konten yang dilindungi hak cipta, penting untuk memiliki pedoman yang jelas tentang apa yang dianggap sebagai penggunaan yang sah dan bagaimana melibatkan pemilik hak cipta dalam proses tersebut. 

Hal ini dapat mencakup persyaratan izin atau lisensi, pembagian keuntungan, atau mekanisme kompensasi bagi pemilik hak cipta.

Selain itu, perlindungan data dan privasi juga menjadi isu penting dalam konteks penggunaan AI. Pengaturan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan bahwa data yang digunakan untuk melatih AI mematuhi peraturan perlindungan data dan menghormati privasi individu.

 

SS

Dipromosikan