Potensi Defisit Rp11 Triliun, Iuran BPJS Kesehatan pada 2025 Bakal Naik 

Potensi Defisit Rp11 Triliun, Iuran BPJS Kesehatan pada 2025 Bakal Naik 
Image Source: gardaoto.com

Potensi Defisit Rp11 Triliun, Iuran BPJS Kesehatan pada 2025 Bakal Naik

“Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyatakan bahwa tarif iuran peserta BPJS Kesehatan berpotensi naik pada Juli 2025. Penyebabnya karena BPJS Kesehatan kemungkinan mengalami defisit Rp11 triliun di 2025.” 

Anggota DJSN, Muttaqien menjelaskan bahwa berdasarkan hitungan aktuaria, tercatat kondisi keuangan BPJS Kesehatan masih akan tetap positif hingga tahun 2024 mendatang. Kendati demikian, keuangan BPJS diprediksi mengalami defisit Rp11 triliun di tahun 2025 jika iuran tidak disesuaikan.

“Agustus atau September itu kira-kira mulai ada defisit dari BPJS Kesehatan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan ini. Kami hitung sekitar Rp11 triliun. Tapi di Agustus atau September 2025,” ujar Muttaqien, sebagaimana dilansir  dari finance.detik.com (18/7/2023). 

Muttaqien menegaskan bahwa tidak ada kenaikan iuran pada 2023 dan 2024. Namun, diperkirakan akan mulai ada kenaikan pada bulan Juli atau Agustus 2025. 

Walau begitu, Muttaqien belum bisa menjelaskan besaran persentase kenaikan iuran tersebut karena masih mempertimbangkan beberapa hal, mulai dari jumlah klaim, peningkatan peserta, hingga jumlah rumah sakit yang akan dikontrak. 

Baca Juga: Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Ini Rencana Perubahannya

“Oh belum, karena kita belum sampai kepada berapa besar ya karena nanti butuh banyak hal. Sekarang kita perlu monitoring dan evaluasi, data utilisasi tahun 2023 ini apakah tinggi? Nyatanya cukup tinggi,” jelas Muttaqien. 

Stabilisasi Iuran BPJS Kesehatan 

Melansir dari nasional.kontan.co.id (19/7/2023), Muttaqien menyampaikan bahwa hingga pertengahan 2025, pemerintah tidak akan melakukan penyesuaian iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

“Jadi dengan keberlanjutan program JKN ini, kami juga bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), BPJS Kesehatan, dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang menjadi pesan kita adalah sampai pertengahan 2025 tidak dibutuhkan lagi kenaikan iuran,” tutur Muttaqien. 

Namun, hal ini akan terlaksana apabila tidak ada intervensi dari program-program yang ada saat ini sampai pertengahan 2025 mendatang. Saat ini, kondisi keuangan BPJS Kesehatan dianggap masih sehat dan aman, sebab berdasarkan aset neto yang diperoleh mencapai Rp56,9 triliun. 

Alasan lain tidak adanya kenaikan iuran tersebut adalah memberikan waktu serta pemahaman kepada presiden yang baru nanti. Selain itu, per saat itu kondisi keuangan BPJS Kesehatan mulai mengalami defisit. 

“Karena kita berpikir, ketika nanti presiden baru tentu tidak bisa kita kasih kenaikan dari iuran-iuran baru, karena beliau masih butuh waktu untuk pemahaman. Kira-kira di bulan Agustus atau September mulai ada defisit,” ujar Muttaqien. 

Kendati demikian, DJSN akan berupaya mengatasi defisit BPJS Kesehatan agar tidak terlalu dalam. “Tapi sebelum itu tentu kita perlu lakukan persiapan agar nanti sebelum betul-betul defisit tidak akan terjadi seperti sebelum-sebelumnya,” terang Muttaqien. 

Regulasi  

Pada tahun 2023, regulasi iuran BPJS Kesehatan masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Perpres No.64/2020). Dalam regulasi ini, iuran ditentukan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN.

Bagi masyarakat miskin penerima bantuan iuran (PBI), jaminan kesehatan sebesar Rp42 ribu per orang per bulan. Kemudian, berdasarkan Pasal 29 ayat (3) Perpres No.64/2020, iuran bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan akan dibayarkan oleh Pemerintah Pusat. 

Sementara itu, bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) atau pekerja formal baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, POLRI, dan pekerja swasta, besar iuran yaitu sebesar 5 persen dari gaji dan upah. Adapun ketentuan dari 5 persen itu meliputi 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 1 persen dibayar oleh peserta. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Perpres No.64/2020. 

Kemudian, besaran iuran bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) berdasarkan Perpres No.64/2020, meliputi: 

  1. Kelas I, iuran bagi peserta PBPU dan peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I yaitu Rp150 ribu per orang per bulan, dibayar oleh PBPU dan BP atau pihak lain atas nama peserta, hal ini diatur dalam Pasal 34 ayat (3). 
  2. Kelas II,  iuran bagi peserta PBPU dan peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II, yaitu Rp100 ribu per orang per bulan, dibayar oleh PBPU dan BP atau pihak lain atas nama peserta, hal ini diatur dalam Pasal 34 ayat (2). 
  3. Kelas III, iuran bagi peserta PBPU dan peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III, yaitu sebesar Rp35 ribu per orang per bulan, dibayar oleh PBPU dan BP atau pihak lain atas nama peserta, hal ini diatur dalam Pasal 34 ayat (1). Bagi pengguna Kelas III, iuran sebesar Rp7 ribu dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

AP

Dipromosikan