BKPM Mempercayakan Kebijakan TKDN di Sektor Farmasi ke Kementerian

Kebijakan tersebut akan terus dievaluasi secara berkala.

Gedung BKPM di Jakarta. Sumber Foto: http://bumn.go.id

Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno mempercayakan penentuan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) atau local content di sektor farmasi ke sejumlah kementerian yang saat ini sedang melakukan kajian.

Ia menuturkan bahwa Kebijakan tersebut nantinya akan terus dievaluasi secara berkala, tetapi bila ditemukan ada kendala maka pemerintah akan segera mencarikan solusi atas permasalahannya. “Kami yakin bahwa kementerian-kementerian dan lembaga ini, tentunya mereka untuk mengambil kebijakan pastinya sudah mengkaji,” epada KlikLegal melalui sambungan telepon, Rabu (21/6) di Jakarta.

“Kebijakan-kebijakan yang sudah diambil pun akan kami evaluasi secara berkala, bahkan kalau ada masalah pun bagi pengusahanya bagi penanaman modalnya pemerintah juga akan mencarikan solusi. Jadi misalnya ada pertanyaan keberatan kan nanti bisa didiskusikan kebijakan itu. Dan kebijakan itu juga akan dievaluasi secara berkala nantinya,” terangnya. (Baca Juga: DPR Menegaskan Aturan TKDN Untuk Kesejahteraan Rakyat).

Sebagaimana informasi, sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi Indonesia) Darodjatun Sanusi juga mengamini bahwa pembahasan mengenai kebijakan TKDN untuk sektor farmasi sudah dilakukan beberapa kali. Dalam hal ini kementerian dan semua pemangku kepentingan turut hadir dalam pembahasan tersebut.

“Dan kebijakan TKDN ini kan adanya di Kementerian Perindustrian, kami sudah beberapa kali membicarakan hal ini dan juga industri juga ada yang diundang dalam rangka menjajaki kemungkinan TKDN,” ujarnya, Senin (12/6). (Baca Juga: Pengusaha Farmasi Mendukung Regulasi TKDN Industri Farmasi).

Selain mempercayakan kebijakan kepada kementerian terkait, Riyatno juga menghimbau agar penanam modal baru atau produsen yang sudah ada di Indonesia dapat menerapkan komponen dalam negeri di dalam produksinya. Hal ini bisa dilakukan tergantung dari kesiapan produsennya sendiri, tetapi bila tidak siap maka diperbolehkan untuk tetap melakukan impor.

“Bagi penanam modal baru mestinya kalau sudah diproduksi di Indonesia dan sudah sesuai dengan kualitasnya dan sesuai spesifikasinya maka didorong untuk supaya menggunakan komponen dalam negeri. Namun, kalau tidak ada, kan tetap impor. Jadi kalau belum siap semua, kalau belum ada, kan kita impor. Maksudnya kan silahkan saja kita impor. Jadi sifatnya ini bukan harus memakai TKDN semua, kita tidak bisa mengatakan semua produsen di Indonesia itu sudah harus siap semua, tentu kan tidak,” kata Riyatno. (Baca Juga: PT Surveyor Menyarankan TKDN Sektor Farmasi Meniru Aturan Pada Smartphone).

Riyatno menegaskan bahwa aturan ini diterapkan bagi Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanam Modal Asing (PMA) yang dapat memenuhi persyaratan lokal konten tanpa mendikotomikan keduanya. “Dan perlu saya ingatkan kembali bahwa lokal konten itu diproduksi baik perusahaan PMDN maupun perusahaan PMA. Jadi PMA juga ada yang bisa memenuhi komponen dalam negeri juga. Jangan sampai berpikir ini adalah PMDN semua, tentu enggak. Karena perusahaan PMA yang memperoduksi lokal juga,” ujarnya.

Selain itu, Riyatno pun menyadari penerapan aturan TKDN ini dilakukan bertujuan untuk mendorong percepatan industri dalam negeri. “Menurut kami BKPM, penanaman modal di industri kita ini baik. Dimana pemerintahnya kan juga mengambil kebijakan, di satu sisi juga mendorong industri di dalam negeri. Artinya supaya memproduksi agar bisa dimanfaatkan. Tapi ini mesti diingat jangan mendikotomikan hanya PMDN ya,” pungkasnya.

(PHB)

Dipromosikan