Pakar Pertanyakan Kesiapan KPPU untuk Terapkan Extraterritorial dan Leniensi

‘Koruptor (asal Indonesia,-red) di Singapura saja sulit ditangkap, karena tidak ada (perjanjian,-red) ekstradisi’.

Prof. Ningrum Natasya Sirait. Sumber Foto: https://www.britishcouncil.id/

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU) Prof. Ningrum Natasya Sirait mempertanyakan kesiapan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) apabila prinsip extraterritorial dan program leniensi benar-benar diterapkan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

Ningrum menjelaskan bahwa penerapan prinsip extraterritorial jurisdiction (dimana KPPU bisa menjerat pelaku usaha dari negara lain), implikasinya akan ke proses penegakan hukum persaingan yang bersifat cross border transaction atau cross border enforcement. “Bila prinsip ini ditambahkan maka perlu dipikirkan implementasinya di lapangan yang berkaitan dnegan jurisdiksi negara lain,” ujarnya dalam Seminar yang diselenggarakan Indonesian Competition Lawyers Association (ICLA) dan Fakultas Hukum Universitas Trisakti (FH Usakti) di Jakarta, Senin (11/9).

Sebagai informasi, RUU Persaingan Usaha yang dirancang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memang telah memasukan prinsip extraterritorial dengan memperluas definisi pelaku usaha. Pasal 1 angka 5 berbunyi, ‘Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan baik di dalam maupun di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia yang mempunyai dampak terhadap perekonomian Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha di bidang ekonomi.’

Ningrum mengatakan penerapat prinsip extraterritorial ini harus didukung kesiapan semua pihak, termasuk KPPU. “Terkait extraterritorial. Siapkah kita? Koruptor (asal Indonesia,-red) saja di Singapura nggak bisa ditangkap, karena nggak ada (perjanjian.-red) ekstradisi,” ujar Anggota Dewan Penasehat ICLA ini. (Baca Juga: Advokat Persaingan Usaha Membentuk Asosiasi, Ini Susunan Pengurusnya).

Lebih lanjut, Ningrum mengatakan ketika dirinya mengusulkan dibentuk pengadilan persaingan usaha di tingkat ASEAN, suara keberatan dari sejumlah pihak terdengar nyaring. “Saya usulkan ASEAN Tribunal kayak Uni Eropa saja, mereka pada teriak-teriak. Ini kan seperti mau menyerahkan kedaulatan sedikit. Apa mereka mau?” ujarnya.

Program Leniensi

Selain isu yurisdiksi extraterritorial, Ningrum juga mempertanyakan kesiapan KPPU menerapkan program leniensi (leniency program). Ia menuturkan dahulu para ahli di Indonesia ribut ketika menerjemahkan leniency program ini. “Kita dulu ribut karena nggak ada istilah Bahasa Indonesia untuk leniency,” ujarnya sembari menambahkan akhirnya kata itu diterjemahkan menjadi leniensi.

Sebagai informasi, program leniensi (pengampunan dan/atau pengurangan hukuman) ini juga telah diatur dalam RUU Persaingan Usaha. Pasal 71 ayat (1) menyatakan, ‘KPPU dapat memberikan pengampunan dan/atau pengurangan hukuman bagi pelaku usaha yang mengakui dan/atau melaporkan perbuatannya yang diduga melanggar ketententuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 18.’ (Baca Juga: Bongkar Kartel, DPR Andalkan Leniency Program).

“Apakah KPPU sudah punya divisi yang akan menangani ini dan SOP-nya? Jangan sampai seperti kewenangan menangani merger, tetapi nggak punya divisi ekonomi. KPPU juga harus punya divisi ekonomi yang mapan,” ujarnya.

Komisioner KPPU Sukarmi menuturkan bahwa saat ini KPPU sudah memiliki lima ahli ekonomi yang membantu para investigator di lapangan. “Kami saat ini memiliki lima chief of economy,” tukasnya.

(ASH)

Dipromosikan