Baleg Masih Perdebatkan Masalah Holding Dalam RUU Migas

Abdul Wachid tidak setuju adanya holding BUMN Migas yang diserhakan ke Pertamina.

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Gerindra Abdul Wachid. Sumber Foto: Youtube.

Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Saat ini, Badan Legislasi (Baleg) DPR terus melakukan harmonisasi terhadap RUU Migas yang disusun Komisi VII DPR .

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Gerindra Abdul Wachid mengungkapkan bahwa salah satu yang masih menjadi perdebatan yang keras terhadap pengaturan holding migas dalam RUU itu. (Baca Juga: Akademisi Nilai Revisi UU Migas Sudah Mendesak untuk Diselesaikan).

Abdul Wachid menuturkan bahwa ada informasi bahwa pemerintah menghendaki pembentukan holding BUMN Migas yang diserahkan kepada PT Pertamina (Persero), sedangkan beberapa anggota DPR menolak keras hal tersebut. Menurutnya, pengaturan holding ini harus dipikirkan terlebih dahulu jika PT Pertamina adalah pihak yang akan diberikan mandat untuk posisi holding BUMN Migas.

“Kalau untuk RUU Migas ini tepat enggak kalau holding ini, sebab Kementerian BUMN minta untuk tetap holding. Padahal kalau menurut saya jika ingin holding ini, PGN bisa sangat dirugikan. Iya di situ, jadi persoalannya di situ,” kata Abdul kepada KlikLegal, pada Rabu (13/9) di Jakarta.

“Kalau menurut saya, apa sih untungnya holding, saya kira enggak perlulah holding. Ini adalah persoalan pemerintah menghendaki holding. Dan banyak di parlemen itu tidak menghendaki holding begitu,” lanjutnya. (Baca Juga: Ini Tujuh Poin Penting Revisi UU Minyak dan Gas Bumi).

Selain itu, Abdul menambahkan perlu juga mempertimbangkan bagaimana dampak penerapannya nanti di lapangan. “Jadi menurut saya kita harus hati-hati ya dalam bahasan RUU ini. Karena jangan sampai RUU ini sudah kita setujui, sudah kita bentuk. Tapi akhirnya terjadi perubahan di lapangan. Iya itu yang kita sangat hati-hati sekali, jadi ini salah satunya gas ini adalah asset kita harapkan ke depan sebagai pengganti daripada minyak kan begitu. Jadi ini harus kita perlu kita perhatikan,” terangnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Satya Widya Yudha menyayangkan proses harmonisasi di Baleg justru masuk ke dalam pembahasan substansi kembali. “Jadi Baleg tidak boleh masuk ke dalam substansi yang detail karena itu adalah kewenangan Komisi VII sebagai komisi teknis,” ujarnya. (Baca Juga: Harmonisasi RUU Migas di Baleg Sudah Melebihi Batas Waktu yang Dipersyaratkan).

Satya menyarankan seharusnya hanya melihat apakah suatu RUU bertabrakan dengan UU lain yang berlaku saat ini. Kemudian, apakah RUU itu sejalan dengan yang diamanahkan oleh UUD 1945. “Itu sebetulnya esensi, daripada tabrakan atau sinergi, itu esensi harmonisasinya,” ujarnya.

Dikutip situs Kontan.co.id, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus melanjutkan pembentukan holding BUMN Migas dengan Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Meski menuai pro dan kontra, Kementerian BUMN menuturkan pembentukan holding migas akan terlaksana jika sudah ada kesepakatan dengan DPR. “Kalau PP 72/2016 dari Komisi VI DPR RI sudah ada kesepakatan dengan kami, setelah itu (dibetuk holding migas),” kata Edwin Hidayat Abdullah, Deputi Bidang Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

(PHB)

 

Dipromosikan