Kehadiran BPJPH Bukan Untuk Ambil Alih Kewenangan LPPOM MUI Dalam Proses Sertifikasi Halal

Ada kesalahan informasi yang menyebabkan kesalahpahaman terkait posisi BPJPH dan LPPOM MUI.

Kepala BPJPH Prof Sukoso. Sumber Foto: https://kemenag.go.id/

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat Obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim menjelaskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berperan menerbitkan sertifikat halal, bukan mengambil alih kewenangan yang terlebih dahulu dilakukan oleh LPPOM MUI.

Menurut Lukmanul, selama ini terdapat kesalahan informasi yang menyebabkan kesalahfahaman mengenai sertifikasi halal. Ia menjelaskan bahwa BPJPH itu tidak berperan sendiri secara keseluruhan, tetapi akan bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan proses sertifikasi halal dan melakukan pengawasan produk di Indonesia.

“Jadi, kan yang namanya proses itu dari satu sampai dengan sepuluh hingga akhirnya keluar sertifikat itu adalah proses, sedangkan yang diambil alih oleh pemerintah itu adalah penerbitan sertifikatnya saja,” katanya kepada Klik Legal melalui sambungan telepon, pada Selasa (24/10). (Baca Juga: Syarat Auditor Halal UU JPH Mengadopsi Aturan LPPOM MUI).

Lukmanul menuturkan proses sertikasi halal dahulu hanya dilakukan oleh MUI tanpa ada keterlibatan pemerintah di dalam prosesnya, pendaftarannya maupun registrasi awalnya. Namun, sesuai amanat amanat Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) maka hadirlah BPJPH sebagai lembaga baru pelaksana pemerintah dalam jaminan produk halal.

Dalam pelaksanaan UU JPH, penerbitan sertifikat halal resmi dijalankan oleh BPJPH. Dengan sertifikat tersebut, Lukmanul menjelaskan penegakan hukum terkait amanat undang-undang tersebut menjadi lebih terjamin dari sebelumnya. Sebab, sertifikat itu menjadi produk negara yang memiliki kekuatan hukum positif, apabila ada pelanggaran maka dapat dituntut dan dipidana.

Lebih lanjut, kata Lukmanul, sebelumnya sertifikat halal itu tidak memiliki kekuatan hukum positif namun hanya hukum sosial, sehingga apabila terjadi pelanggaran maka tidak dapat dilakukan sanksi pidana. (Baca Juga: Pengangkatan Auditor Halal Wajib Mengacu Kepada UU JPH).

“Misalnya perusahaan A menyimpang atau mengeluarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan sertifikat halal lagi, itu kita tidak bisa menutut secara hukum, hanya ada hukum sosial saja oleh masyarakat. Jadi yang sudah dirugikan tidak bisa menuntut apa-apa kan begitu, kecuali dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” kataya.

“Nah ini kan sudah diterbitkan oleh negara, itu memiliki kekuatan hukum yang positif. Jadi, isunya bukan sertifikasi yang diambil alih, tetapi sertifikat, sertifikat itu selembar kertas,” lanjutnya. (Baca Juga: Dukung BPJPH, Komisi VII Siap Back Up Keperluan Jaminan Produk Halal).

Oleh karena itu, Lukmanul mengingatkan karena adanya kepentingan hukum berdasarkan UU JPH maka pemerintah dalam hal ini BPJPH dapat mengikuti dari awal hingga akhir dari proses sertitikasi halal itu. “jadi tidak diambil alih,” ujarnya.

Lukmanul juga menuturkan bahwa UU JPH ini membuktikan bahwa pemerintah hadir di dalam kepedulian perlindungan konsumen muslim. Karena kehadiran pemerintah di sini menambah power di dalam sertifikasi halal. “Artinya dulu juga sudah ada power, akan tetapi dengan hadirnya pemerintah, diharapkan itu akan lebih powerful. Nah, ini yang harus diolah secara cantik, bukan seolah-olah mengatakan diambil alih,” pungkasnya.

(PHB)

Dipromosikan