Perlu Jaminan dalam Fintech, Dosen FH Unpad Usulkan RUU Perdagangan Elektronik

Untuk melindungi konsumen dan bisnis itu sendiri.

Ilustrasi. Sumber Foto: www.cita.or.id

Layanan keuangan berbasis financial technology (fintech) atau teknologi finansial ( tekfin) saat ini semakin berkembang. Pesatnya perkembangan fintech belakangan ini membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  harus mengeluarkan regulasi baru untuk mengakomodasi kebutuhan baru mengenai fintech tersebut .

Dosen Hukum Teknologi Informasi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Firdausi Firdaus berpendapat bahwa hal yang belum diakomodasi dalam fintech saat ini adalah jaminan, sehingga perlu dibentuk rancangan undang-undang yang berkaitan dengan perdagangan elektronik. (Baca Juga: Begini Pandangan Akademisi Soal Pelarangan Bitcoin).

“Dasarnya kalau orang mau meminjam itu nggak ada jaminan, itu kan untuk prinsip dasarnya agak aneh ya, jadi menurut saya itu yang harus ada adalah bagaimana rumusan dari penjaminan tersebut ada di peraturan itu,” kata Firdaus kepada KlikLegal melalui sambungan telepon, Senin (6/3).

Jika tidak mampu mengakomodasi hal tersebut, Firdaus menyarankan perlu membuat undang-undang yang mengatur tentang perdagangan elektronik. “Karena kelemahan dari peraturan itu sanksinya bukan pidananya, hanya berupa sanksi administratif. Jadi, solusi dari saya mungkin di masa yang akan datang dibuatlah undang-undang perdagangan yang menggunakan sistem elektronik, di situ nanti termasuk fintech. Jadi, semua peraturan yang mengatur perdagangan digital terpenuhi di situ,” ujarnya.

Lebih lanjut, Firdaus menuturkan kedepannya dengan sistem digital ekonomi ini bukan hanya terpenuhi infrastruktur secara teknologi tetapi juga infrastruktur perlindungan hukumnya bagi konsumennya. (Baca Juga: Milenial Kelas Menengah Menjadi Target Pasar Fintech Terbesar).

Jadi dengan demikian negaranya akan bergantung kepada peraturan, mulai dari konstitusi hingga dari yang paling bawah perda. Maka berarti butuh akan adanya undang-undang yang lebih jelas dan lebih keras dibutuhkan untuk perlindungan konsumen dan bisnis itu sendiri sebenarnya,” kata Firdaus.

Sebab, menurutnya, regulasi fintceh ini merupakan pengejawantahan UU Perdagangan sehingga aturannya masih dibuat dalam bentuk peraturan, bukan undang-undang. Oleh sebab itu, kebanyakan sanksinya hanya administratif yang belum tentu bisa menimbulkan efek jera bisa menimbulkan masalah-masalah pidana di kemudian hari. (Baca Juga: Pelaku Usaha Fintech Cukup Puas dengan Dukungan Regulator).

Dengan tidak adanya sanksi pidana, karena cukup dengan sanksi administratif nanti malah tidak akan berpengaruh karena orang jadi tidak takut. Padahal hukum dibuat supaya orang-orang menghindari kegiatan yang merugikan orang lain,” tukasnya.

(PHB)

 

Dipromosikan