Ada Jurang Pemisah antara Kompetensi SDM dengan Kebutuhan Industri Fintech

Di antaranya berkaitan dengan kompetensi data dan analisis, serta kompetensi memahami pengetahuan industri finansial.

Ilustrasi. Sumber Foto: Licensed through http://www.canstockphoto.com in accordance with the End User License Agreement (http://www.canstockphoto.com/legal.php) (c) Can Stock Photo Inc. / dotshock

Suatu bidang industri atau bisnis selalu memiliki kaitan erat dengan sumber daya manusia (SDM). Tanpa dukungan SDM yang memadai, hampir mustahil suatu industri dapat berkembang. Hal yang berkaitan dengan SDM ini juga dialami oleh industri financial technology (fintech) atau teknologi finansial.

Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) merilis hasil survei dan wawancara anggotanya yang salah satu hasilnya adalah adanya gap (jurang pemisah) antara kompetensi SDM dengan kebutuhan perkembangan industri fintech. (Baca Juga: Melihat Prediksi Pertarungan Fintech di 2018).

Hal tersebut merujuk kepada “Catatan Industri Fintech 2017” yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif AFTECH Ajisatria Suleiman kepada KlilLegal, Rabu (28/2). Sebagai informasi, AFTECH merupakan asosiasi pelaku usaha fintech di Indonesia yang beranggotakan 118 perusahaan start up dan 23 lembaga keuangan.

Dalam survei tersebut, dipaparkan adanya lima kompetensi SDM yang memiliki jurang (gap) dengan kebutuhan. Pertama, ada 61,1 persen responden menyatakan kompetensi data dan analisis. Kedua, ada 54,2 persen responden yang memilih pengetahuan industri finansial. Ketiga, ada 47,2 persen responden yang memilih back-end programming. (Baca Juga: Ini Lima Aspek dalam Fintech yang Diharapkan Jadi Prioritas Regulasi).

Keempat, ada  45,8 persen responden yang memilih kompetensi user experience design, serta kelima, ada 45,8 persen responden yang memilih risk management. Kompetensi-kompetensi tersebut yang dinilai masih memiliki jurang dengan kebutuhan industri fintech di Indonesia.

Meski begitu, perusahaan fintech mengaku mengalami kesulitan dalam meningkatkan kompetensi SDM. “Namun, di sisi lain, ada hambatan mendidik dan mempertahankan karyawan,” bunyi salah satu poin dalam Catatan Industri Fintech 2017. (Baca Juga: Akademisi Sarankan Keamanan Fintech Harus Diperketat).

Dari hasil survei yang sama, ada 62 persen responden (perusahaan fintech) yang menyatakan perusahaan merasa sulit mengajarkan karyawannya pengetahuan teknis atau operasional baru. Sedangkan, 56 persen responden (perusahaan fintech) mengaku kesulitan mempertahankan karyawannya untuk tidak pindah pekerjaan (retention rate rendah).

(PHB/ASH)

Dipromosikan