Pasca Islah, Peradi Dorong MA Cabut SK 73 Guna Kembali Ke Wadah Tunggal

PASCA ISLAH, PERADI DORONG MA CABUT SK 73 GUNA KEMBALI KE WADAH TUNGGAL

Pasca Islah, Peradi Dorong MA Cabut SK 73 Guna Kembali Ke Wadah Tunggal

Momentum islah tiga kubu Peradi dan putusan MK Nomor 35/PUU-XVII/2018 sebagai dasar kuat untuk dorong MA cabut SK No 73 guna tingkatkan kualitas profesi advokat dalam suatu wadah tunggal.

Ketua Dewan Pembina Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi)  Otto Hasibuan mengatakan pihaknya mendorong Mahkamah Agung (MA) untuk mencabut Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor: 73/KMA/HK.01/01/2015 (SKMA 73/2015). Sejak berkonflik di tahun 2015, SKMA tersebut sebagai solusi terkait pengambilan sumpah advokat di Pengadilan Tinggi (PT) yang dapat diusulkan dari organisasi advokat mana pun. Menurut Otto, pasca islah ini tiga kubu Peradi sepakat kembali sebagai wadah tunggal advokat Indonesia.

“Kita harapkan kesepakatan ini mendapatkan perhatian serius Mahkamah Agung sehingga SK Ketua MA Nomor 73 dapat dicabut demi mengembalikan marwah dan martabat advokat Indonesia, konsolidasi Peradi sudah ditandatangani dan sudah ada kesepakatan penyatuan organisasi advokat menjadi wadah tunggal,” ujar Otto usai penandatangan kesepakatan tiga kubu Peradi di Jakarta, Rabu (26/2) lalu.

Otto juga mengatakan dalam waktu dekat ketiga kubu sepakat membentuk tim khusus yang akan merumuskan penyatuan kembali organisasi advokat dalam wadah tunggal sesuai amanat UU 18/2003 tentang advokat. 

“Sudah disepakati masing-masing mengirimkan 3 orang menjadi tim perumus dan akan berkerja paling lama 3 bulan,” ucap Otto menambahkan.

Senada dengan Otto, Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid mengatakan islah tiga kubu Peradi merupakan suatu terobosan dan capaian yang sangat progresif sekaligus prospektif dalam rangka menata dan mempersatukan Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat yang dibentuk berdasarkan UU advokat.

“Langkah mempersatukan Peradi yang diinisiasi oleh pemerintah melalui Menkopolhukam dan Menkumham kami anggap positif dan konstruktif yang harus di apresiasi dan didukung oleh semua pihak, karena dengan demikian maka dunia advokat melalui organ Peradi telah dapat tertib kembali menata dan mengelola advokat Peradi sesuai kewenangan yang diberikan oleh UU advokat, islah ini telah sejalan dengan semangat pasal 28 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat,” katanya kepada KlikLegal, Kamis (5/3).

Berangkat dari keadaan telah bersatunya Peradi, Fahri menghimbau Mahkamah Agung RI untuk segera mencabut SKMA 73/2015 yang selama ini dianggap cukup memperkeruh keadaan dunia advokat.

“SK MA itu sangat destruktif karena pola rekruitmen advokat menjadi menurun mutunya serta tidak sesuai dengan standar kelulusan yang baik, ini sangat berbahaya dan MA beserta perangkat perangkat pengadilan di bawahnya pada tingkat Pengadilan Tinggi dapat menerima usulan sumpah oleh organisasi apa saja yang menamakan dirinya organisasi advokat, dan MA membiarkan keadaan itu terjadi selama ini, SK MA saat ini telah kehilangan relevansinya, sebab salah satu butir pertimbangan dalam SK MA itu adalah melihat perpecahan di dalam tubuh Peradi itu sendiri,” lanjut Fahri.

Fahri juga menjelaskan sebenarnya MA wajib mencabut SK MA itu sejak awal setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 35/PUU-XVII/2018 yang menegaskan bahwa Peradi adalah organisasi advokat tunggal, dengan berbagai argumentasi konstitusional yang MK buat untuk memberikan tafsir final terkait organisasi advokat.

“Sehingga sampai pada kesimpulan bahwa Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat yang melaksanakan 8 kewenangan sebagaimana diberikan oleh undang-undang advokat, dan itu telah clear serta final, sehingga semua pihak termasuk MA wajib mempedomani putusan MK tersebut,” tutup Fahri.

 

SF

Dipromosikan