BKPM Menilai UU Penanaman Modal Masih Relevan untuk Dipertahankan

UU Penanaman Modal yang berlaku saat ini masih cukup muda bila dibanding UU Penanaman Modal sebelumnya yang baru direvisi setelah 40 tahun.

Kepala Pusat Bantuan Hukum BKPM Riyatno (tengah) dan advokat Johannes C Sahetapy Engel (kanan). Sumber Foto: Facebook.

Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno menilai bahwa UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal masih relevan untuk dipertahankan.

Hal ini diungkapkannya usai acara Seminar Nasional “10 Tahun UU Penanaman Modal dan Peran Aktif Advokat dalam Pembentukan Pusat Mediasi Investasi” yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (DPC PERADI) Jakarta Pusat di Jakarta, Selasa (11/4).

“Jadi pertanyaan sebenarnya bukan revisi, tetapi masih relevan atau tidak,” ujarnya ketika ditanya Klik Legal seputar rencana revisi UU Penanaman Modal di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (Baca Juga: 10 Tahun UU Penanaman Modal dan Rencana Revisi yang Malu-Malu).

Riyatno menilai usia UU No.25 tahun 2007 yang akan genap berusia 10 tahun pada 26 April mendatang masih tergolong muda, setidaknya bila dibandingkan dengan UU Penanaman Modal yang lama (UU No.1 Tahun 1967) yang baru diganti setelah kurang lebih 40 tahun berlaku.

Lebih lanjut, Riyatno menuturkan bahwa sikap BKPM sendiri tidak menghendaki adanya perubahan pada UU No.25 Tahun 2007 dengan alasan bahwa aturan di dalamnya masih bisa mengakomodir permasalahan yang ada saat ini. “Yang ingin Saya sampaikan (UU,-red) ini tidak ketinggalan zaman karena (Aturan Pelaksana dalam UU,-red) ini masing-masing diatur dalam Kementerian,” jelasnya.

“Kemungkinan besar bahwa undang-undang ini jangka waktunya bisa lebih lama karena dia hanya mengatur hal-hal yang pokok saja,” tambahnya lagi. (Baca Juga: IGJ Berharap Revisi UU Penanaman Modal Dapat Memperkuat Kepentingan Nasional).

Riyatno menjelaskan UU Penanaman Modal yang berlaku saat ini memang hanya mengatur hal pokok, sedangkan aturan pelaksananya diserahkan ke Kementerian atau Lembaga Negara lainnya. Contohnya, Pasal 8 UU Penanaman Modal dimana aturan lebih lanjut diatur oleh Bank Indonesia, terkait ketenagakerjaan diatur oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan lain sebagainya. Ia mengatakan bahwa UU Penanaman Modal ini sebagai umbrella act atau undang-undang payung.

Johannes C Sahetapy Engel, seorang Partner dari AKSET Law Firm, menjelaskan kehadiran UU No. 25 Tahun 2007 telah berhasil menghapus keraguan-keraguan yang timbul sebelumnya. Ia menjelaskan sebelum berlakunya UU tersebut, disebutkan adanya perlakuan yang sama antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, tetapi prakteknya keduanya diatur dalam UU yang berbeda.

Selain itu, lanjut Johannes, UU No.25 Tahun 2007 ini juga menghapus keragu-raguan terkait bidang usaha. Menurutnya, UU ini telah menjelaskan bidang usaha mana saja yang boleh atau tidak boleh untuk diinvestasikan dengan memberi amanat pengaturan melalu peraturan presiden (Perpres). Sebelumnya, aturannya tersebar di mana-mana, yakni di Bappepam atau diatur oleh Kementerian.

“Jadi (dahulu,-red) beda-beda gitu,” ujar advokat yang juga anggota DPC PERADI Jakarta Pusat ini. (Baca Juga: PERADI Jakpus Akan Diskusikan Pembentukan Badan Mediasi Investasi).

Sebagai informasi, salah satu prinsip utama dalam UU Penanaman Modal ini adalah prinsip non diskriminasi. Prinsip ini menyatakan tidak boleh ada diskriminasi antara Penanaman Modal Asing (PMA) dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Meski begitu, prinsip ini bisa dikecualikan berdasarkan national treatment (NT) dengan adanya Daftar Negatif Investasi (DNI) yang memuat ketentuan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka untuk asing.

Lebih lanjut, Johannes juga menilai kinerja BKPM yang telah melakukan aktivitasnya mencapai 90 persen secara online sebagai sesuatu hal yang baik. Bahkan, lanjutnya, semua aturan BKPM sudah tersedia di websitenya. Ia menuturkan bahwa kegiatan tatap muka sudah sangat minim dilakukan.

“Kecuali ada masalah tertentu saja kalau BKPM meminta calon investor untuk hadir,” ujarnya.

Biasanya, lanjut Johannes, hal-hal dimana mewajibkan investor untuk hadir berkaitan dengan manajemen konsultasi yang berhubungan dengan IT atau E-Commerce. Hal ini diperlukan tatap muka agar di kemudian hari tidak akan terjadi penyalahgunaan yang dilakukan oleh investor.

(PHB)

Dipromosikan