Notaris Diminta Tidak Mencantumkan Biaya Pencatatan Perkawinan

Biaya pencatatan perkawinan di Dukcapil gratis.

Susana seminar nasional tentang pencatatan perjanjian perkawinan yang diselenggarakan Imano Jayabaya. Sumber Foto: Facebook.

Prof. Zudan Arif Fakrulloh protes. Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) ini mengkritik sejumlah notaris yang masih mencantumkan biaya pencatatan perkawinan di Dukcapil. Padahal, Dukcapil telah menegaskan bahwa pencatatan perkawinan, termasuk perjanjian perkawinan, tidak dipungut biaya alias gratis.

Zudan pun akhirnya meminta para notaris untuk tidak menulis biaya pencatatan (perjanjian) perkawinan sebesar Rp2 juta agar tidak ada salah persepsi di masyarakat.

“Saya minta tolong Ibu/Bapak notaris jangan membuat tulisan biaya pencatatan perkawinan itu Rp 2 juta. Itu tidak boleh. Nanti kesannya kami mendapatkan uang,” ujarnya dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Kenotariatan di Jakarta, Kamis (20/4) lalu.

Zudan menyarankan bila memang notaris ingin memungut sejumlah uang dari klien atas jasa yang diberikan maka itu harus dilakukan secara transparan. “Jadi di situ ditulis saja biaya pencatatan perkawinan di Dukcapil gratis, ongkos transport petugas notarisnya Rp 2 juta, itu boleh. Jadi clear, karena selama ini terkesan Ducapil memungut biaya, padahal tidak,” jelasnya.

“Tolong disampaikan bahwa pencatatannya gratis,” tegas Zudan lagi.

Zudan menjelaskan pihaknya saat ini sedang memfinalisasi draft kebijakana untuk pencatatan perkawinan pasca putusan MK. Sebagai informasi, melalui putusan, MK telah memperluas mengenai waktu perjanjian kawin dibuat. Bila sebelumnya perjanjian kawin hanya bisa dilakukan sebelum pernikahan atau perkawinan (pre nuptial agreement), kali ini perjanjian kawin bisa dibuat selama ikatan perkawinan berlangsng (post nuptial agreement). “Perpres No. 25 Tahun 2008 sebagai pelaksanaan UU Adminduk belum memuat putusan MK itu,” ujarnya.

Setidaknya, lanjut Zudan, ada dua kebijakan baru yang akan dimasukan ke dalam draft tersebut. Pertama, pencatatan perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri. Kedua, pencatatan (perjanjian) perkawinan yang dilakukan setelah menikah. Meski begitu, ia menegaskan Ditjen Dukcapil telah bergerak cepat untuk mengisi kekosongan hukum tersebut dengan surat edaran.

“Pada prinsipnya terkait putusan MK, surat edaran sudah kami turunkan kepada seluruh dinas Dikcapil untuk melakukan pencatatan di dalam catatan pinggir register akta dan kutipan akta perkawinan,” jelasnya.

Perwakilan Pengurus Pusat Ikatana Notaris Indonesia (PP INI) Edna Hanindito mendorong agar pemerintah untuk mengeluarkan peraturan pemerintah berkaitan dengan perjanjian perkawinan pasca putusan MK. Ia berpendapat produk hukum yang lebih tepat mengatur hal tersebut adalah peraturan pemerintah.

“Mungkin tadi Pak Zudan bilang dalam waktu dekat ada revisi Perpres 25 Tahun 2008. Kalau bisa ya peraturan pemerintah ya, karena itu yang diamanatkan oleh UU Perkawinan. Sebenarnya seperti itu,” tambahnya lagi.

Edna menyebut ada pula Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang isinya bahwa hal-hal yang belum diatur dalam UU Perkawinan, diatur di dalam peraturan pemerintah. Belum lagi, lanjutnya, Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjadi pedoman hakim pengadilan agama untuk memutus. “Itu saya hanya menggambarkan saja ruwetnya perjanjian kawin yang membuat notaris masih galau untuk bikin akta karena dasar hukumnya belum dan belum ada peraturan pemerintahnya,” pungkas Edna.

Dipromosikan