Diatur dalam UU HPP, Simak Penjelasan Mengenai Pajak Karbon Berikut!

Diatur dalam UU HPP, Simak Penjelasan Mengenai Pajak Karbon Berikut!
Image Source by theconversation.com

Diatur dalam UU HPP, Simak Penjelasan Mengenai Pajak Karbon Berikut!

“Fungsi pajak karbon ini adalah untuk memastikan bahwa Indonesia bergerak menuju green economy dan net zero emission.”

Pasca pengesahan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terdapat beberapa ketentuan baru dan perubahan terkait pengenaan pajak. Salah satu pembaharuan yang termuat dalam UU HPP adalah ketentuan mengenai pajak karbon yang digunakan sebagai instrumen pengendali perubahan iklim.

Mengacu pada IBFD International Tax Glossary (2015), pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil. Sedangkan berdasarkan Tax Foundation (2019), pajak karbon dianggap juga sebagai pigouvian tax atau pajak atas kegiatan ekonomi yang menciptakan eksternalitas negatif atau dampak negatif pada pihak ketiga.

Pengenaan pajak ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya sebagai upaya untuk mengatasi pemanasan global. Finlandia merupakan negara pertama yang menerapkan pajak karbon pada tahun 1990. Saat ini pajak karbon telah diterapkan di berbagai negara, khususnya Eropa.

Berikut beberapa gambaran pengenaan tarif pajak karbon di berbagai negara:

NegaraTarif Pajak KarbonSatuan
SwediaUS$137.24per ton emisi karbon
SwissUS$101.47per ton emisi karbon
FinlandiaUS$72.83per ton emisi karbon untuk bahan bakar transportasi
US$62.25per ton emisi karbon bahan bakar fosil lainnya
PrancisUS$52.39per ton emisi karbon
SingapuraUS$3.71per ton emisi karbon
JepangUS$2.61per ton emisi karbon

Data The World Bank per April 2021

Di Indonesia sendiri, tujuan utama dari penerapan pajak karbon adalah untuk mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. 

Melalui UU HPP, diatur bahwa pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Adapun subjek yang dikenakan pajak ini adalah orang pribadi dan juga badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, mengungkapkan bahwa fungsi pajak karbon ini adalah untuk memastikan bahwa Indonesia bergerak menuju green economy dan net zero emission. Hal ini berkaitan dengan upaya pemerintah Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Pajak karbon akan diterapkan secara bertahap sesuai dengan roadmap. Lebih lanjut, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menyebutkan pemerintah setidaknya akan memperhatikan 4 hal dalam penerapan pajak karbon, yaitu perkembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), kesiapan sektor usaha, dan kondisi ekonomi.

Sebagai tahap awal, pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara pada 1 April 2022 dengan menggunakan mekanisme pajak berdasarkan pada batas emisi (cap and tax). Tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan. Dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang dibeli di pasar karbon sebagai penguran kewajiban pajak karbonnya.

Pajak karbon akan diterapkan dengan mengedepankan prinsip keadilan dan keterjangkauan dengan memperhatikan iklim berusaha dan masyarakat kecil. Penerimaan negara dari hasil pajak karbon ini nantinya akan kembali dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan.

 

PNW

Dipromosikan