Advokat Apresiasi Hilangnya Kewenangan KPPU untuk Menggeledah dalam RUU

Sebelumnya sempat ada, lalu kemudian dihapus sebelum RUU itu disetujui menjadi RUU usulan inisiatif DPR.

Ketua Umum ICLA Asep Ridwan (Berdiri Kedua dari Kiri). Sumber Foto: Fan Page Facebook ICLA.

Ketua Umum Asosiasi Advokat Persaingan Usaha Indonesia (Indonesia Competition Lawyers Association/ICLA) Asep Ridwan mengapresiasi langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menghapus kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menggeledah dan menyita dalam RUU Persaingan Usaha usulan inisiatif DPR.

Asep menuturkan bahwa kewenangan KPPU untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan sempat dimasukan ke dalam RUU. Namun, kewenangan itu akhirnya dihilangkan karena menimbulkan penolakan dari pemangku kepentingan lainnya. “Iya memang, setahu Saya karena ada beberapa pelaku usaha yang keberatan seperti itu (ada kewenangan KPPU untuk menggeledah dan menyita,-red),” ujarnya kepada Klik Legal, Senin (8/5).

Lebih lanjut, Asep menilai bahwa kewenangan menggeledah dan menyita memang sebaiknya tidak perlu diberikan kepada KPPU. Ia mengatakan saat ini KPPU memiliki kewenangan yang sangat luas, karena berwenang memeriksa, menyidik, dan memutus. Bila kewenangan itu ditambahkan lagi untuk menggeledah, maka kewenangan KPPU menjadu sangat besar. “Itu akan sangat-sangat super body seperti itu, super power,” tuturnya.

Asep membandingkan dengan kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia mengatakan KPK memang memiliki kewenangan untuk menggeledah dan menyita, tetapi KPK tidak memiliki kewenangan untuk memutus sebagaimana yang dimiliki oleh KPPU saat ini. “Saya pikir sudah tepat (kewenangan KPPU menggeledah dan menyita dihapus dari RUU,-red) karena banyak kekhawatirakn terlalu banyak kewenangan yang dimiliki oleh KPPU,” tambahnya.

Sebagai informasi, pada draft RUU Persaingan Usaha sebelumnya, Pasal 39 ayat (1) huruf h menyebutkan bahwa “dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum KPPU berwenang: melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap pelaku usaha yang menolak memberikan surat, dokumen atau alat bukti lain dan/atau pemeriksaaan sebagaimana dimaksud dalam huruf g”.

Namun, setelah melewati proses pembahasan, Panitia Kerja (Panja) DPR sepakat untuk menghilangkan ketentuan tersebut. Keputusan menghilangkan ketentuan tersebut diambil pada Rapat harmonisasi dan pengambilan Keputusan di Badan Legislasi pada 13 April 2017 lalu.

Sebelumnya, pada Rapat 6 Februari 2017, isu seputar kewenangan menggeledah dan menyita oleh KPPU ini memang menjadi salah satu topik pembahasan di Baleg. Kala itu, Baleg meminta agar pemberian kewenangan kepada KPPU tidak menimbulkan tumpang tindih. “Badan Legislasi sepakat untuk memberikan kekuatan bagi KPPU dalam membantu negara untuk menegakan keadilan, namun kiranya hal tersebut tidak akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga yang sudah ada,” demikian salah satu hasil kesimpulan rapat tersebut.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf, sebagaimana dikutip dari detik.com, pernah mengutarakan bahwa lembaga yang dipimpinnya butuh kewenangan penggeledahan hingga penyadapan karena selama ini kesulitan membongkar kartel dengan kewenangan yang terbatas.

 

(PHB/ASH)

Dipromosikan