BI Siap Redenominasi Rupiah, Ubah Rp1000 jadi Rp1

BI Siap Redenominasi Rupiah, Ubah Rp1000 jadi Rp1
Image Source: itworks.id

BI Siap Redenominasi Rupiah, Ubah Rp1000 jadi Rp1

“Wacana penyederhanaan nilai mata uang Rupiah atau redenominasi sudah lama muncul. Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengungkapkan, sebenarnya BI sudah siap dari dulu redenominasi mata uang.” 

BI menyebut sudah lama menyiapkan rencana redenominasi digit mata uang misalnya dari Rp1000 menjadi Rp1. Namun implementasinya masih mempertimbangkan tiga faktor salah satunya masih tingginya tekanan eksternal. 

“Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu, masalah desain dan tahapan-tahapannya, itu kami siapkan dari dulu secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya,” ujar Perry dalam konferensi pers, (22/6/2023). 

Melansir dari katadata.co.id (22/6/2023), Perry menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor yang dipertimbangkan bank sentral dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. 

Pertama, kondisi makro ekonomi yang bagus. Kedua, kondisi moneter dan sistem keuangan yang stabil. Ketiga, kondisi sosial dan politik yang kondusif dan mendukung. 

BI menilai perekonomian domestik saat ini sebetulnya sudah baik. Meski demikian, momentum yang tepat perlu mempertimbangkan kondisi terkini, masih adanya efek rambatan dari eksternal terutama pelemahan ekonomi global. 

Demikian juga terkait dengan stabilitas sistem keuangan, Perry mengatakan bahwa kondisinya saat ini stabil, tetapi ketidakpastian global masih ada.

Ketidakpastian Ekonomi Global 

Melansir dari antaranews.com (23/6/2023), ketidakpastian perekonomian global kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi. 

Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 2,7 persen pada tahun ini, dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. 

Di AS, tekanan inflasi masih tinggi terutama karena keketatan pasar tenaga kerja, di tengah kondisi ekonomi yang cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan yang mereda. 

Sehingga mendorong kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS, The Fed, ke depan. Selain AS kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa, sedangkan di Jepang longgar.

Sementara itu di Tiongkok pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat perkiraan di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter. 

Perry kemudian membahas terkait kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan. Di Indonesia, kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan sudah stabil, namun Indonesia masih dihantui dengan ketidakpastian global. 

Tujuan Redenominasi 

Melansir dari djkn.kemenkeu.go.id (28/7/2020), tujuan utama redenominasi yaitu untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam transaksi serta efektif dalam pencatatan keuangan. 

Tujuan lainnya yaitu agar perekonomian Indonesia bisa setara dengan negara-negara lain terutama tingkat regional. Diharapkan rupiah bisa lebih bernilai seperti mata uang lainnya. 

Baca Juga: Uang Kertas Baru Hilangkan Tiga Angka Nol Dibelakang,  Benarkah Redenominasi?

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 (PMK No. 77/PMK.01/2020). 

Dalam PMK No. 77/PMK.01/2020 salah satunya membahas terkait Rancangan Undang-Undang tentang Redenominasi Rupiah. Dimana nantinya penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang.

Redenominasi Dalam Waktu Dekat

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM FEB), Teuku Rifky, menyampaikan bahwa rencana itu akan sulit dilakukan dalam waktu dekat, karena menjelang tahun politik Pemilu 2024. 

“Biasanya regulator akan memprioritaskan kebijakan yang populis dalam situasi tahun politik,” ujarnya, dikutip dari katadata.co.id (22/6/2023). 

Rifky megatakan, saat ini belum ada urgensi untuk mengeksekusi rencana redenominasi tersebut. Pasalnya rupiah secara umum dalam kondisi yang masih baik-baik saja. 

Sebaliknya, dia menilai redenominasi justru akan memakan biaya yang cukup besar. Hal ini memang menyederhanakan pencatatan akuntansi. Namun, akan ada ‘biaya’ yang timbul karena aktivitas perdagangan internasional harus menyesuaikan dengan denominasi baru.

“Saya rasa memang tidak ada keuntungan yang signifikan kalau redenominasi ini, sementara kebutuhan atau cost untuk eksekusi itu justru cukup besar karena perlu persiapan panjang, padahal belum ada urgensi yang mendesak,” ujarnya. 

AP

Dipromosikan