BPJPH Tegaskan Kewajiban Jaminan Produk Halal Amanah UUD 1945

Negara menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajarannya.

Ketua BPJPH Sukoso. Sumber Foto: HA/KlikLegal

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Prof. Sukoso menegaskan bahwa latar belakang penyelengaraan jaminan produk halal itu menjadi wajib karena didasari oleh amanah dari Undang-Undang Dasar 1945.

“Sehingga di sini, JPH ini jelas sekali amanah UUD, negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaanya itu,” kata Sukoso dalam seminar ‘Babak Baru Sertifikasi Halal Pasca Lahirnya BPJPH’ yang diselenggarakan oleh Policy Research Analysis and Business Strategy (PRABU) pada Rabu (25/10) di Jakarta.

Untuk menjamin setiap memeluk agama beribadah dan menjalankan ajarannya, kata Sukoso, negara berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat. (Baca Juga: Syarat Auditor Halal UU JPH Mengadopsi Aturan LPPOM MUI).

“Ingat halal itu jelas di dalam Al Quran (al-Barqarah 168) itu pernyataan di dalam Al-Quran itu Firman Allah, dan itu bagian dari iman muslim. Jadi, kalau sudah bicara itu, ya iman. Pertama, kepercayaan yang harus difasilitasi dan di dalam kontekstual ini ketika berbicara jaminan halal sebenarnya negara hadir masuk untuk satu amanah undang-undang. Kedua, tentu kita berbincang bagaimana kita memberikan jaminan perlindungan kepada konsumen,” katanya.

Lebih lanjut, Sukoso menjelaskan latar belakang penetapan jaminan produk halal tentunya didukung dengan sosialisasi kehalalan dari pemerintah yang ditegaskan dengan penetapan dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). “Jadi kalau kita perhatikan mudah-mudahan temen-temen sudah punya, bukunya dipelajari karena bagaimanapun itu sudah ditetapkan,” ujarnya. (Baca Juga: Pengangkatan Auditor Halal Wajib Mengacu Kepada UU JPH).

Untuk itu, ia mengatakan bahwa kehadirkan UU JPH ini menjadi penting karena terkait halal yang dibicarakan adalah hukum Islam. Dengan demikian, tidak bisa halal itu terlepas dari peran Majelis Ulama Indonesia (MUI). “Karena yang bisa memberikan fatwa itu MUI, bukan kami (BPJPH-red). Jadi kalau ada ulasan-ulasan yang sifatnya, ya jelas yang namanya halal itu tinjauannya tentang hukum islam. Dan otoritas memberikan fatwa adalah MUI,” ujarnya.

Terkait hal itu, menurut Sukoso, BPJPH harus bekerjasama dengan MUI. Pertama, mengeluarkan fatwa kehalalan suatu produk. Kedua, mengenai persiapan sertifikasi terhadap Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Ketiga, mengenai mensertifikasi auditor halal. “Ini 3 hal BPJPH dan MUI harus bekerja bersama-sama, di sisi lain tentu ada LPH,” tuturnya. (Baca Juga: Kehadiran BPJPH Bukan Untuk Ambil Alih Kewenangan LPPOM MUI dalam Proses Sertifikasi Halal).

“Nah, di dalam hal ini tentunya pentingnya hadirnya UU JPH ini tercover pada kegiatan kita yang ada di BPJPH,” tambahnya.

Selain itu, Sukoso juga menjelaskan tujuan penyelenggaraan jaminan produk halal. Yakni, ingin memberikan kenyamanan, kemanan, keselamatan dan kepastian ketersediaan produk halal bagi yang mengkonsumsi dan menggunakan produk halal. “Karena di dalam statementnya di situ wajib, kalau tadi disampaikan saat ini kita masih pada peralihan yang bersifat voluntary,” kata Sukoso. (Baca Juga: Sistem Voluntary Produk Halal Berpotensi Merugikan Konsumen).

Lalu, ingin meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi atau menjual produk. Sukoso mengungkapkan bahwa banyak pelaku usaha di luar negeri yang ingin melakukan ekspor ke Indonesia. Sebab, halal sudah menjadi statement negara-negara asing yang ingin bersaing mutu produk-produknya.

Oleh karena itu, Sukoso berharap dukungan dari masyarakat, pelaku usaha dan juga seluruh stake holder untuk membantu BPJPH dalam menyelenggarakan jaminan produk halal di Indonesia. ((Baca Juga: Ketua GAPMMI Berharap Kewajiban Sertifikasi Halal Tidak Mengganggu Investasi).

(PHB)

 

Dipromosikan