Dugaan Monopoli Bisnis Tower di Badung, KPPU Diminta Selidiki

Dugaan Monopoli Bisnis Tower di Badung, KPPU Diminta Selidiki
Image Source: Kompas

Dugaan Monopoli Bisnis Tower di Badung, KPPU Diminta Selidiki

Praktik monopoli tersebut berakar dari perjanjian kerja sama yang diadakan antara satu perusahaan penyedia menara telekomunikasi dengan Pemkab Badung yang melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.”

 

Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel) meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan penyelidikan terhadap adanya dugaan pelanggaran prinsip-prinsip persaingan usaha pada bisnis penyewaan tower di Kabupaten Badung, Bali.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Aspimtel, Theodorus Ardi Hartoko, dalam siaran pers Senin, 17 April 2023, sebagaimana dilansir oleh Tribun Bali, (19/4/2023).

“Kami mengimbau pihak-pihak yang berwenang mengambil tindakan koreksi terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung dalam bisnis penyewaan menara telekomunikasi yang merugikan warganya sendiri karena ada dugaan pelanggaran persaingan usaha,” terang Theodorus.

Dugaan tersebut merupakan awalnya muncul setelah Pemkab Badung melakukan pembongkaran tower atau menara komunikasi milik anggota Aspimtel yang tidak memiliki izin.

Baca Juga: KPPU Duga Adanya Praktik Monopoli, Sejumlah Maskapai Akan Dipanggil

Theodorus menilai bahwa hal tersebut bukan langkah yang tepat. Ia juga menambahkan, bahwa berdasarkan informasi yang didapatkan, sejak dulu cakupan sinyal seluler di Badung tidak pernah memuaskan malah semakin memburuk.

Pihak Aspimtel menduga bahwa hal ini diakibatkan oleh praktik monopoli yang dilakukan oleh salah satu perusahaan penyedia menara telekomunikasi. 

Praktik monopoli tersebut berakar dari perjanjian kerja sama yang diadakan antara penyedia menara telekomunikasi tersebut dengan Pemkab Badung yang melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Persaingan Usaha).

Dilansir dari JPPN.com, Pemkab Badung sebelumnya berencana untuk membongkar total 48 menara telekomunikasi. Di beberapa titik, tower tersebut tidak mengantongi izin dan pada awalnya disewakan untuk jaringan fiber optik Smart City Kabupaten Badung. 

Pada Senin (10/4/2023), menara yang dibangun tanpa izin kemudian mulai dibongkar oleh Tim Penataan dan Pengawasan Pembangunan Menara Telekomunikasi (TP3MT) Kabupaten Badung. Dampaknya, jaringan seluler milik operator-operator di beberapa kawasan mengalami penurunan kualitas layanan.

Perjanjian Kerja Sama Pemkab Badung dengan PT Bali Towerindo Sentra

Dilansir dari JPPN.com, sejak tahun 2007, Pemkab Badung sudah menekan perjanjian kerja sama pembangunan menara dengan satu perusahaan penyedia layanan menara telekomunikasi, yaitu PT Bali Towerindo Sentra (BTS).

Perjanjian tersebut dibuat berdasarkan Peraturan Bupati Badung Nomor 62 Tahun 2006 tentang Penataan dan Pembangunan Infrastruktur Menara Telekomunikasi Terpadu di Kabupaten Badung.

Terdapat satu butir pasal dalam perjanjian yang menyebutkan bahwa Pemkab Badung tidak akan menerbitkan izin bagi perusahaan lain untuk membangun menara dengan fungsi sejenis.

Setahun kemudian diterbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penataan, Pembangunan, Dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi Terpadu Di Kabupaten Badung (Perda Kab Badung No. 6/2008) yang menguatkan posisi perjanjian kerja sama Pemkab dengan PT BTS. Perjanjian tersebut dibuat tahun 2007 dan berlaku hingga 2027.

Perjanjian kerja sama ini pun yang diduga menjadi alasan pembongkaran tower yang dilakukan pemerintah pada Senin lalu (10/4/2023).

Laporan KPPU pada Tahun 2009

Pada tahun 2009 KPPU pernah menulis laporan yang memuat saran pertimbangan terhadap kebijakan menara bersama di Kabupaten Badung.

Mengutip dari laporan tersebut, KPPU melihat potensi inefisiensi dan persaingan usaha tidak sehat yang didasari kebijakan melalui proses perobohan beberapa menara yang semata-mata didasarkan pada hadirnya perjanjian yang memberikan hak eksklusif terhadap satu pelaku usaha. 

KPPU memberikan saran untuk memperbaiki substansi pengaturan tentang menara bersama yang tertuang dalam Perda Kab Badung No. 6/2008.

Menurut KPPU, perlu ditambahkan substansi pengaturan yang di antaranya terkait menara di lokasi hasil mapping yang sudah ditempati oleh pelaku usaha eksisting, pengelolaannya harus tetap dapat dilakukan oleh pelaku usaha eksisting, agar inefisiensi ekonomi dapat dihindari.

Adapun mengingat model pengelolaan yang cenderung mengarah kepada monopoli/oligopoli, maka Pemkab sebagai regulator harus melakukan intervensi untuk mencegah terjadinya praktik monopoli dalam bisnis.

Selanjutnya, KPPU juga menyarankan pemerintah untuk mencabut beberapa ketentuan pasal dalam perjanjian kerja sama antara pemerintah Kabupaten Badung dengan PT BTS yang dinilai memberikan hak eksklusif kepada PT BTS dan melanggar prinsip persaingan usaha yang sehat.

Terakhir, KPPU memberikan saran agar Pemkab dapat segera mencabut hak eksklusif PT BTS dan mengizinkan penyedia menara telekomunikasi lainnya menjadi pengelola bersama di Kabupaten Badung.

Namun, peraturan daerah tersebut hingga saat ini masih berlaku, adapun ketentuannya tidak pernah diubah ataupun dicabut oleh Pemkab Badung.

Perjanjian yang Dilarang dalam Persaingan Usaha

Perjanjian merupakan suatu perbuatan yang dilakukan pelaku usaha untuk mengikatkan diri dengan pelaku usaha lain, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.

Dalam perspektif hukum persaingan usaha, perjanjian yang dibuat pelaku usaha pada dasarnya tidak diperbolehkan untuk melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sesuai ketentuan dalam UU Persaingan Usaha.

Berdasarkan  hal tersebut, UU Persaingan Usaha mengatur bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang, yakni perjanjian yang dapat berdampak tidak baik bagi persaingan usaha di pasar.

Perjanjian yang dilarang tersebut diatur ketentuannya dalam ketentuan Pasal 4 hingga 16 UU Persaingan Usaha. Sebagaimana ketentuan dalam pasal tersebut, maka pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian yang meliputi:

  1. Oligopoli

Secara bersama-sama dengan pelaku usaha lain melakukan perjanjian penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.

  1. Penetapan harga

Perjanjian dengan pesaing untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

  1. Pembagian wilayah

Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

2. Pemboikotan

Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, ataupun perjanjian untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain yang dapat merugikan atau membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.

3. Kartel

Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

4. Trust

Perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.

5. Oligopsoni

Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan.

 6. Integrasi vertikal

Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan.

7. Perjanjian tertutup

Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak lain hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang kepada pihak dan/atau tempat tertentu, ataupun persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

Selain itu, pelaku usaha juga dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok, atau tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha pesaing.

8. Perjanjian dengan pihak luar negeri

Perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

 

SS

Dipromosikan