Gegara Jaringan Mafia IMEI Ilegal, Negara Rugi Rp353 Miliar

Gegara Jaringan Mafia IMEI Ilegal, Negara Dirugikan Hingga Rp353 Miliar
Image Source: ussfeed.com

Gegara Jaringan Mafia IMEI Ilegal, Negara Rugi Rp353 Miliar

“Praktik akses ilegal terhadap Centralized Equipment Identity Register (CEIR) yang menyimpan data nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) dari ponsel yang beredar di Indonesia kembali terjadi.” 

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri membongkar jaringan kasus mafia IMEI ilegal yang melibatkan dua oknum aparatur sipil negara dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Bea Cukai. Total kerugian negara akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp353,7 miliar.

Dilansir dari katadata.co.id (31/7/2023), Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol. Wahyu Widada menyampaikan bahwa ada enam pelaku yang sudah ditangkap. Terdiri dari empat orang dari pihak swasta dan dua orang Aparatur Sipil Negara (ASN). 

“Kami sudah mengamankan enam tersangka, di antaranya pemasok electronic device ilegal tanpa hak melalui tahapan masuk, yaitu inisial P, D, E, dan P semuanya adalah swasta. Kami juga mengamankan inisial F oknum ASN di Kemenperin dan A oknum ASN di Dirjen Bea Cukai,” ujar Wahyu. 

Pengungkapan kasus ini, menurut Wahyu berdasarkan pada laporan polisi nomor LP/B/0099/II/2023 SPKT Bareskrim Polri (14/2/2023) lalu. 

Modus Operandi Mafia IMEI Ilegal

Aksi penyalahgunaan terhadap akses IMEI terjadi pada 10-20 Oktober 2022 silam. Selama kurun waktu tersebut, terjadi penyalahgunaan IMEI ke dalam aplikasi untuk mengaktifkan IMEI CEIR yang dimiliki oleh Kemenperin. 

“Terjadi pengunggahan IMEI ke dalam sistem CEIR milik Kemenperin sejumlah 191.995 buah IMEI,” papar Wahyu. 

Wahyu menjelaskan modus operandi pelaku adalah dengan tidak melakukan proses permohonan IMEI ini hingga mendapatkan persetujuan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) atau secara tanpa hak langsung memasukkan data IMEI tersebut ke dalam aplikasi CEIR. 

“Dari rekapitulasi, IMEI sebanyak 191.965 buah, jika dihitung dengan PPh (pajak penghasilan) sebesar 11,5 persen, sementara dugaan kerugian negara sekitar Rp353,7 miliar,” jelas Wahyu.

Baca Juga: Menteri Perdagangan Kembali Musnahkan Barang Ilegal Senilai Rp12 Miliar

Dilansir dari cnbcindonesia.com (30/7/2023), dari jumlah tersebut, mayoritas adalah produk Apple berupa iPhone, yakni sebanyak 176.874 perangkat. 

Perlu diketahui, jasa buka blokir IMEI yang mengatasnamakan Kemenperin secara tidak sah banyak diperjualbelikan melalui platform e-commerce. 

“Diketahui ada juga akun e-commerce yang menjual jasa buka blokir IMEI dengan mengatasnamakan Kemenperin secara tidak sah,” ujar Wahyu. 

Prosedur Pendaftaran secara Legal

Dilansir dari katadata.co.id (31/7/2023), Direktur Tindak Pidana Siber (Dittpidsiber) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Adi Vivid A. Bachtiar menjelaskan, bahwa dalam pendaftaran atau registrasi IMEI terdapat empat cara.

Pertama, melalui operator seluler di mana bisa digunakan untuk setiap turis asing yang masuk ke wilayah Indonesia dan berlaku selama 90 hari. 

Kedua, melalui Kemenkominfo, cara ini hanya bisa diakses oleh tamu VIP ataupun VVIP kenegaraan. Ketiga, melalui Bea dan Cukai, yang berlaku untuk masyarakat umum, yakni melalui pembelian ponsel dari luar negeri yang masuk ke pelabuhan atau masuk ke bandara bisa didaftarkan melalui Bea Cukai. 

Keempat, melalui Kemenperin, dikhususkan bagi ponsel-ponsel yang dijual secara resmi di dalam negeri. Maka yang melakukan pelaporan adalah pengusaha, baik yang melakukan produksi ponsel maupun importir ponsel. 

“Nah tahap di Kemenperin inilah yang dilakukan oleh salah satu tersangka dengan inisial F yang seharusnya di situ ada pembayaran atau segala macam sudah dilakukan,” ujar Vivid. 

Akibat Perbuatan IMEI Ilegal

Akibatnya, seperti dilansir dari cnnindonesia.com (31/7/2023), sekitar 191 ribu ponsel (mayoritas iPhone) yang menggunakan IMEI bodong di Indonesia terancam akan dimatikan alis shutdown. 

Adapun, atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 30 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1) serta Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). 

Pasal 30 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik apapun milik orang lain, maka berdasarkan Pasal 48 ayat (1) UU ITE, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan/atau denda pidana paling banyak Rp2 miliar. 

Kemudian, berdasarkan Pasal 35 UU ITE setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dengan tujuan agar informasi tersebut dianggap data yang otentik. Maka, berdasarkan pada Pasal 51 ayat (1) UU ITE, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 miliar. 

“Kemudian juga kami juncto-kan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman selama kurang lebih 12 tahun ataupun denda sekitar Rp12 miliar,” tutup Vivid. 

AP

Dipromosikan