Jokowi Imbau Perusahaan Tambang Taati Prosedur Pascatambang

Jokowi Imbau Perusahaan Tambang Taati Prosedur Pascatambang
Image Source: Disperindag.go.id

Jokowi Imbau Perusahaan Tambang Taati Prosedur Pascatambang

“Prosedur pascatambang yang baik dan terlaksana merupakan suatu keharusan guna mencegah dampak buruk aktivitas pertambangan, seperti pencemaran lingkungan dan kerusakan struktur tanah.”

Pasca meresmikan Taman Kehati Sawerigading Wallacea di PT Vale Indonesia, Sulawesi Selatan, Kamis (30/03/2023), Presiden Joko Widodo, mengimbau seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia untuk melakukan prosedur pascatambang dengan baik. Prosedur pascatambang dimaksud, ialah meliputi rehabilitasi dan reklamasi terhadap lahan yang telah digunakan untuk pertambangan.

Baca Juga: Pemerintah Izinkan Tambang Timah Laut, Ini Risikonya!

“Semua wajib melakukan rehabilitasi, semua perusahaan tambang melakukan reklamasi sesuai standar internasional yang baik. Standar-standar lingkungan yang baik. Saya rasa itu semua tidak sulit,” ungkap Jokowi dilansir republika.co.id (31/03/2023).

Di samping itu, guna mendukung prosedur pascatambang, pemerintah merencanakan akan segera mengeluarkan kebijakan supaya perusahaan tambang dapat melakukan rehabilitasi dan reklamasi pascatambang.

Pemerintah juga akan melakukan evaluasi terhadap area pertambangan yang sudah rusak. Selain itu, Jokowi menyebut bahwa manajemen pengawasan lapangan (pertambangan) di Indonesia dinilai masih kurang baik, oleh karenanya harus secara konsisten diperkuat.

“Saya akan paksa untuk mau melakukan prosedur pascatambang dengan terbitnya peraturan dan tidak mahal. Upaya itu, dilakukan guna mengatasi kelemahan kita, yakni management control lapangan. Ini yang mau kita perkuat, sehingga semua harus. Bukan hal yang sulit setelah saya melihat di lapangan,” ujarnya.

Urgensi Pelaksanaan Prosedur Pascatambang

Diimbaunya perusahaan tambang oleh Jokowi, diindikasikan sebagai suatu tanda pentingnya pelaksanaan prosedur pascatambang dalam aktivitas pertambangan. Adapun, fakta lapangan menunjukan banyaknya dampak negatif apabila prosedur dimaksud enggan dilakukan oleh perusahaan tambang.

Dilansir perkim.id (04/11/2022), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pada tahun 2020, setidaknya mencatat sebanyak 3.092 lubang tambang yang masih belum di reklamasi di Indonesia. Masih banyaknya lubang tambang yang belum direklamasi tersebut, apabila dibiarkan dapat menyebabkan dampak buruk, seperti pencemaran lingkungan (akibat penggunaan bahan kimia) dan rusaknya struktur tanah (akibat pengerukan tanah wilayah tambang).

Sebagai informasi, pemerintah telah melakukan upaya preventif guna terlaksananya prosedur pascatambang dengan menerbitkan regulasi berupa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba)

UU Minerba ini mengatur kewajiban bagi seluruh perusahaan tambang untuk menutup lubang-lubang bekas tambang guna mencegah kerusakan lingkungan dan mencegah timbulnya korban jiwa akibat aktivitas tambang.

Pasal 96 UU Minerba menyebutkan bahwa dalam menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik, salah satu kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), ialah melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan pascatambang yang meliputi, reklamasi dan/atau rehabilitasi.

Lebih lanjut, Pasal 99 Ayat (3) UU Minerba menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan reklamasi yang dilakukan sepanjang tahapan kegiatan pertambangan, pemegang IUP dan IUPK wajib melakukan:

  1. Memenuhi keseimbangan antara lahan yang hendak dibuka dan lahan yang sudah direklamasi; dan
  2. Melakukan pengelolaan lubang bekas tambang akhir dengan batas paling luas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Selain itu, UU Minerba juga mencantumkan sanksi apabila dalam pelaksanaannya, perusahaan tambang enggan atau tidak melaksanakan reklamasi dan/atau rehabilitasi. Pasal 161B UU Minerba menyebutkan bahwa dapat dipidana setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan prosedur pascatambang, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.

Di samping sanksi pidana yang dapat menjerat perusahaan tambang yang tidak melakukan prosedur pascatambang. Perusahaan tambang dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban prosedur pascatambang yang menjadi kewajibannya.

 

MIW

Dipromosikan