Ketua GAPMMI Berharap Kewajiban Sertifikasi Halal Tidak Mengganggu Investasi

Industri makanan dan minuman merupakan salah satu industri andalan karena memiliki kontribusi yang cukup signifikan di Indonesia.

Ketua GAPMMI Adhi Lukman (Berdiri di depan dan berbatik Putih) usai menyampaikan paparannya dalam Seminar PRABU. Sumber Foto: Dok PRABU.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman berharap agar penyelenggaraan jaminan produk halal (JPH) dapat berjalan kondusif, serta tidak menggangu investasi.

Adhi mengatakan bahwa pelaksanaan jaminan pelaksanaan jaminan produk halal ini perlu dikawal bersama oleh para pemangku kepentingan terkait. “Mudah-mudahan pelaksanaannya bisa memfasilitasi industri untuk menerapkan sistem halal di Indonesia dan juga diakui dunia. Ini yang perlu kita kawal. Jangan sampai menjadi cuek, terlebih lagi apabila memang ada yang harus diperbaiki,” ujarnya.

Pemaparan tersebut disampaikan oleh Adhi ketika menjadi narasumber dalam seminar “Babak Baru Sertifikasi Halal Pasca Terbentuknya BPJPH” yang diselenggarakan oleh Policy Research Analysis and Business Strategy (PRABU) pada Rabu (25/10) di Jakarta.

Adhi mengatakan bahwa industri makanan dan minuman merupakan salah satu industri andalan karena memiliki kontribusi yang cukup signifikan di Indonesia. Oleh karena itu, ia mengingatkan apabila terjadi kekacauan dalam industri ini maka nantinya akan berpengaruh terhadap negara. “Kalau ini kacau, tentunya negara akan kacau juga,” ujarnya. (Baca Juga: Pengangkatan Auditor Halal Wajib Mengacu Kepada UU JPH).

Untuk itu, Adhi mengingatkan bahwa adanya kewajiban sertifikasi halal bagi produk-produk yang beredar di Indonesia ini sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia, termasuk dalam kaitannya dengan masih banyaknya industri makanan dan minuman yang belum siap untuk melakukan sertifikasi halal. (Baca Juga: 2019, Semua Produk Wajib Bersertifikat Halal).

Adhi berharap agar kewajiban sertifikasi halal ini tidak justru mengganggu sistem investasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan investasi di industri makanan dan minuman cukup baik dan signifikan bahkan menduduki ranking kedua di tahun ini. “Jadi saya kira ini juga harus dijaga jangan sampai karena aturan halal, jadi kabur semua kemudian pindah di negara lain,” ujarnya.

Adhi mengkhawatirkan bahwa apabila kewajiban sertifikasi halal ini diterapkan, maka dampak yang terjadi juga akan sangat besar. Ia memberikan contoh apabila ada pelaku usaha yang memiliki suatu produk halal tetapi belum melakukan sertifikasi dengan alasan apapun, maka ia tidak dapat menjual produk tersebut. Produk tersebut dapat beredar di pasaran, akan tetapi dengan adanya label non halal karena belum melakukan sertifikasi, maka hal inilah yang dikhawatirkan. “Ini kan kasihan, padahal produknya halal. Maka kewajiban sertifikasi ini sangat besar dampaknya,” ujar Adhi.

Untuk itu, Adhi menyarankan perlu adanya tahapan-tahapan yang dilakukan oleh pemerintah termasuk roadmap. Tahapan-tahapan yang dilakukan tersebut nantinya akan dilihat dan dievaluasi, sehingga tidak terlalu memberikan dampak negatif khususnya bagi industri makanan dan minuman. “Apalagi industri makanan dan minuman kontribusinya cukup besar dalam PDB. Jadi, jangan sampai mengganggu sehingga secara keseluruhan akan buruk juga bagi Indonesia,” jelasnya.

Sebelumnya, pada kesempatan terpisah, Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno menyadari bahwa adanya kaitan antara kewajiban sertifikasi halal dengan investasi. Namun, ia menilai bahwa hal tersebut tergantung bagaimana cara pandang investor asing atau pun investor dalam negeri melihat kewajiban tersebut dan pasar yang terbuka di Indonesia. (Baca Juga: Apakah Kewajiban Sertifikasi Halal Akan Mempengaruhi Investasi? Ini Tanggapan BKPM).

“Ini tergantung dari cara pandang pengusahanya. Apakah pengusaha ini melihat penduduk muslim terbesar (di Indonesia,-red) sebagai potensi pasar atau tidak? Kalau dilihat sebagai pasar, tentu mereka melihat ini sebagai kesempatan atau peluang,” pungkasnya.

(LY)

Dipromosikan