Kredit Macet Pinjol Menumpuk, Capai Rp1,72 Triliun

Kredit Macet Pinjol Menumpuk, Jumlahnya Mencapai Rp1,72 Triliun
Image Source: finansialku.com

Kredit Macet Pinjol Menumpuk, Capai Rp1,72 Triliun

“Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah kredit macet Peer-to-Peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) meningkat. Peningkatan disebabkan oleh tingkat wanprestasi (TWP).” 

Anggota Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Ogi Prastomiyono menuturkan meningkatnya kredit macet pinjol berdasarkan pada TWP 90 yang naik menjadi 3,36 persen per Mei 2023. Outstanding pembiayaan yang disalurkan P2P lending sebesar Rp51,46 triliun, naik 28,11 persen secara tahunan. 

“Tingkat risiko kredit secara agregat TWP 90 naik menjadi 3,36 persen dibandingkan periode April 2023 yaitu sebesar 2,82 persen,” ujar Ogi, Selasa (4/7/2023).

Melansir dari cnbcindonesia.com (4/7/2023), kendati melambat, pertumbuhan pembiayaan P2P lending tetap jauh di atas pertumbuhan kredit yang disalurkan industri perbankan. 

Akan tetapi secara nilai, pembiayaan dari P2P lending masih kalah jauh dibandingkan dengan kredit dari industri perbankan. Per Mei 2023, bank menyalurkan kredit sebesar Rp6,577 triliun, sedangkan P2P lending Rp51,46 triliun. 

Peningkatan Kredit Macet TWP90 pada P2P Lending

Perlu diketahui, berdasarkan Penjelasan Pasal 101 ayat (4) huruf d Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian Pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. 

Per Mei 2023, TWP90 sebesar 3,36 persen, naik 54 basis poin (bps) dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Bila dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu, TWP90 naik lebih tinggi, sebesar 108 bps. 

Maka, dengan TWP90 per Mei 2023 sebesar 3,36 persen, kredit macet P2P lending pada bulan tersebut senilai Rp1,72 triliun. 

Menurut Ogi, peningkatan TWP90 saat ini masih dalam kondisi yang cukup baik, karena masih di bawah batas atas dari OJK, yakni 5 persen. Ogi menyatakan bahwa TWP90 tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2020, saat pandemi Covid-19, sebesar 8,82 persen.

Pencabutan Moratorium Pinjol 

Melansir dari katadata.co.id (4/7/2023), Ketua MPR, Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet meminta OJK mempertimbangkan kembali terkait rencana pencabutan moratorium P2P lending. 

“Pencabutan moratorium perizinan fintech lending berpotensi memunculkan fraud atau penipuan yang merugikan banyak kalangan di tengah masih rendahnya tingkat literasi digital masyarakat, serta tren peningkatan kredit macet,” ujar Bamsoet dalam keterangan pers. 

Baca Juga: OJK: Per Juli 2023, Pinjol Harus Penuhi Ekuitas Minimum

Menurutnya, pemerintah harus memastikan pencabutan moratorium perizinan startup pinjaman online nantinya disertai dengan langkah-langkah mitigasi. Hal ini agar masyarakat terlindungi dari potensi kasus pinjol yang merugikan. 

Bamsoet juga meminta pemerintah untuk meningkatkan langkah edukasi masyarakat terkait literasi digital, khususnya mengenai keuangan di dunia maya. “Supaya masyarakat memiliki pemahaman mengenai P2P lending dan risiko terkait,” ujar Bamsoet. 

Dirinya juga meminta OJK untuk memperkuat pengawasan terhadap praktik pinjol ilegal dan menjadikan perlindungan konsumen sebagai prioritas utama. 

P2P Lending berdasarkan POJK No.10/2022

Penyelenggara P2P lending wajib berbadan hukum, lebih tepatnya perseroan terbatas (PT). Selain itu, saat pendirian badan usaha tersebut wajib memiliki modal disetor sebanyak Rp25 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) POJK No.10/2022. 

Kemudian ditilik dari Pasal 8 ayat (1) POJK No.10/2022, dijelaskan bahwa penyelenggara yang melaksanakan kegiatan usaha harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari OJK. 

Kemudian, bagi penyelenggara yang sudah memperoleh izin OJK wajib mengajukan permohonan pendaftaran sebagai penyelenggara Sistem Elektronik kepada instansi yang berwenang. Langkah ini dilaksanakan paling lambat 30 hari sejak diterbitkannya izin OJK. 

Beberapa hal yang wajib disiapkan untuk mengurus izin usaha dari OJK adalah salinan akta pendirian badan hukum disertai dengan bukti pengesahan oleh Kementerian Hukum dan HAM, data pemegang saham, dokumen yang membuktikan bahwa modal disetor tidak berasal dari pinjaman, dan selengkapnya dapat dilihat pada Pasal 9 ayat (1) POJK No.10/2022.

Maka, apabila terjadi kredit macet, Pasal 35 ayat (1) POJK No.10/2022 menyatakan bahwa penyelenggara wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif. 

Adapun penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud ialah:

  1. Pengawasan aktif direksi, dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah (DPS); 
  2. Kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta penetapan limit risiko; 
  3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pengendalian, dan pemantauan risiko, serta sistem informasi manajemen risiko; dan 
  4. Sistem pengendalian internal menyeluruh. 

Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 35 ayat (3) POJK No.10/2022, penyelenggara wajib memfasilitasi mitigasi risiko bagi pengguna. Kegiatan memfasilitasi mitigasi risiko bagi pengguna sebagaimana dimaksud ialah: 

  1. Melakukan analisis risiko pendanaan yang diajukan oleh penerima dana; 
  2. Melakukan verifikasi identitas pengguna dan keaslian dokumen;
  3. Melakukan penagihan atas pendanaan yang disalurkan secara optimal; 
  4. Memfasilitasi pengalihan risiko pendanaan; dan 
  5. Memfasilitasi pengalihan risiko atas objek jaminan, jika ada objek jaminan. 

 

AP 

Dipromosikan