Mengenal Kewenangan Baru OJK pada Tindak Pidana Keuangan

Mengenal Kewenangan Baru OJK pada Tindak Pidana Keuangan
Image source: TopBusiness.id

Mengenal Kewenangan Baru OJK pada Tindak Pidana Keuangan

“Terdapat perbedaan wewenang antara pejabat penyidik Polri dengan pejabat penyidik OJK dalam PP No. 5/2023.”

30 Januari 2023, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menetapkan peraturan baru yakni Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan (PP No. 5/2023). 

Peraturan ini secara umum salah satunya menjelaskan mengenai tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tahapan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.

Pada Pasal 2 PP No. 5/2023 ini dijelaskan bahwa penyidik pada tindak pidana di sektor jasa keuangan dapat terdiri dari pejabat penyidik dari Polri ataupun OJK itu sendiri. Lebih lanjut, sejatinya terdapat perbedaan wewenang antara pejabat penyidik Polri dengan pejabat penyidik OJK dalam PP ini.

Perbedaan tersebut yakni adalah pada pejabat penyidik Polri, tugas dan wewenang yang dilakukan ialah hanya sebatas melakukan penyidikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 

Sedangkan, pejabat penyidik OJK memiliki tugas dan tanggung jawab diantaranya:

  1. Menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
  2. Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
  3. Melakukan penelitian terhadap Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
  4. Memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari Setiap Orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
  5. Meminta kepada instansi yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap warga negara Indonesia dan/atau orang asing serta penangkalan terhadap orang asing yang disangka melakukan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
  6. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
  7. Meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan yang sedang ditangani;
  8. Melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
  9. Memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
  10. Meminta data, dokumen, atau alat bukti lain baik cetak maupun elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi atau penyelenggara jasa penyimpanan data dan/atau dokumen;
  11. Meminta keterangan dari lembaga jasa keuangan tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  12. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
  13. Melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal berupa Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
  14. Meminta bantuan aparat penegak hukum lain; dan
  15. Menyampaikan hasil penyidikan kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik OJK akan berada dibawa koordinasi dan pengawasan Polri. Kemudian, PP ini juga memerintahkan agar penyidik mengutamakan prinsip keadilan restoratif dan ultimum remedium.

Restorative Justice

Dilansir Bisnis, jika mengacu pada Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif, keadilan restoratif didefinisikan sebagai penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku maupun korban hingga tokoh masyarakat untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian.  Proses perdamaian ini bisa dilakukan dengan menekankan pemulihan kembali kepada keadaan semula. Salah satunya dengan membayar ganti rugi.

Keadilan restoratif ini diatur pada PP ini dengan adanya ketentuan dimana pelaku kejahatan keuangan bisa mengajukan penyelesaian pelanggaran sesuai ketentuan yang berlaku kepada OJK (ganti rugi).

Sedangkan, ultimum remedium tersebut diartikan sebagai bahwa hukum pidana harus digunakan sebagai upaya terakhir apabila upaya hukum lainnya telah digunakan. Dilansir Bisnis, Tujuan pemidanaan, kalau sesuai prinsip ini, bukan untuk memenjarakan, tetapi memulihkan kerugian yang dialami oleh korban atau pihak yang dirugikan. 

AA

Dipromosikan