Misinformasi Asuransi P2P Lending, Simak Penjelasan OJK

Misinformasi Asuransi P2P Lending, Simak Penjelasan OJK
Image Source: Akseleran

Misinformasi Asuransi P2P Lending, Simak Penjelasan OJK

“Adrian mengungkapkan bahwa asuransi penjaminan tidak dapat menjadi penjamin utama dalam pinjaman, tetapi hanya berperan sebagai “bantalannya”. Hal inilah yang seringkali menjadi misinformasi.”

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pandangannya mengenai mekanisme asuransi penjaminan dalam layanan financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending di Indonesia. 

Dalam acara AFTECH x Investree Media Luncheon: Diskusi Industri Fintech Lending di Indonesia, sebagaimana dikutip dari Bisnis.com (8/6/2023), Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Triyono, menuturkan bahwa mekanisme asuransi penjaminan di P2P lending masih menjadi tugas bersama, baik bagi regulator hingga asosiasi.

Triyono mengatakan bahwa OJK dan asosiasi fintech berencana untuk melakukan diskusi lebih lanjut untuk mengkaji mekanisme asuransi penjaminan di industri fintech.

Triyono menekankan pentingnya setiap individu yang berpartisipasi dalam fintech P2P lending untuk memahami aturan dan risiko yang terkait, termasuk risiko gagal bayar.

Terkait hal ini, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Adrian Gunadi, dalam kesempatan yang sama menyatakan bahwa pelaku fintech P2P lending dapat bekerja sama dengan perusahaan asuransi penjaminan untuk mengurangi atau memitigasi risiko.

Pengalihan Risiko atas Objek Jaminan

Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK No. 10/POJK.05/2022) mewajibkan penyelenggara untuk memfasilitasi mitigasi risiko bagi pengguna. Adapun fasilitasi mitigasi risiko tersebut salah satunya harus mencakup pengalihan risiko atas objek jaminan, jika terdapat objek jaminan.

Penjelasan pasal POJK tersebut menyebutkan bahwa pengalihan risiko atas objek jaminan tersebut dapat dilakukan melalui asuransi penjaminan.

Terkait hal ini, mengutip dari  Bisnis.com (8/6/2023), Adrian mengungkapkan bahwa asuransi penjaminan tidak dapat menjadi penjamin utama dalam pinjaman, tetapi hanya berperan sebagai “bantalannya”. Hal inilah yang seringkali menjadi misinformasi. 

Adrian menyoroti perlunya spesifikasi yang lebih jelas mengenai peran asuransi penjaminan dalam peraturan tersebut.

Selain itu, POJK juga menyebutkan bahwa mitigasi risiko lain dapat dilakukan ketika terdapat agunan dalam perjanjian pendanaan. Dalam hal ini, penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki kewenangan untuk menampung atau menyimpan objek jaminan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Namun, peraturan tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa asuransi penjaminan dapat digunakan sebagai jaminan atas pendanaan. 

Oleh karena itu, diperlukan spesifikasi yang lebih jelas dalam peraturan tersebut, seperti yang disampaikan oleh Adrian.

Terakhir, Adrian mengatakan bahwa terdapat rencana pembahasan mengenai pengembangan asuransi khusus dalam fintech lending guna menghindari “moral hazard”, di mana peminjam sengaja tidak membayar pinjaman dengan mengandalkan asuransi sebagai jaminan.

Adapun, menurutnya, fokus harus tetap pada transaksi pinjam meminjam sebagai basis utama, sementara asuransi hanya bertindak sebagai mitigasi risiko tambahan.

Mitigasi Risiko Fintech

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, POJK No. 10/POJK.05/2022 mengatur mengenai tentang tata kelola risiko pada platform P2P lending

Platform P2P lending diwajibkan untuk menerapkan manajemen risiko secara efektif, termasuk pengawasan aktif oleh direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah, kebijakan dan prosedur manajemen risiko, proses identifikasi, pengukuran, pengendalian, dan pemantauan risiko, serta sistem pengendalian internal yang komprehensif.

Meskipun platform P2P lending tidak menanggung risiko kredit, OJK mewajibkan mereka untuk membantu memfasilitasi mitigasi risiko bagi lender, seperti analisis risiko pendanaan, verifikasi identitas dan dokumen, penagihan, dan pengalihan risiko melalui asuransi atau objek jaminan.

POJK No. 10/POJK.052022 juga mengatur persyaratan keamanan informasi dan perlindungan data pribadi untuk memastikan manajemen risiko yang lebih baik.   Pengalihan risiko atas objek jaminan dalam perjanjian fintech bermakna pengalihan tanggung jawab atas risiko terhadap objek jaminan kepada pihak lain. 

Dalam konteks ini, objek jaminan merujuk pada aset atau properti yang digunakan sebagai jaminan dalam transaksi fintech

Dengan melakukan pengalihan risiko ini, baik pihak penerima atau pemberi pinjaman dapat mengurangi risiko gagal bayar yang mungkin terjadi.

Pengalihan risiko ini dapat dilakukan melalui asuransi penjaminan, di mana pihak asuransi akan menanggung risiko terkait objek jaminan tersebut.

 

SS

Dipromosikan