Pemerintah Belum Bayar Utang Minyak Goreng, Ada Apa?

Pemerintah Belum Bayar Utang Minyak Goreng, Ada Apa?
Image Source: setkab.go.id

Pemerintah Belum Bayar Utang Minyak Goreng, Ada Apa?

Pada awal tahun 2022, terdapat program pengadaan minyak goreng satu harga dari pemerintah, yakni Rp14.000 per liter. Namun, harga minyak goreng premium yang dijual di ritel berkisar Rp17.000-Rp18.000 per liter. Selisih harga itu yang ditanggung oleh ritel.”

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan pemerintah masih berutang terkait pengadaan minyak goreng kepada pengusaha ritel sebesar Rp344 miliar. Utang tersebut timbul dari adanya perjanjian pemerintah dengan ritel terkait program pengadaan satu harga sebagai penanganan meroketnya harga minyak goreng pada tahun 2021 dan 2022.

Dilansir dari Kompas, Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey menyurati Presiden Joko Widodo pada 27 Maret 2023 terkait utang pemerintah yang belum dibayarkan. Surat tersebut berisi informasi selisih harga pengadaan minyak goreng satu harga yang belum dibayarkan sejak awal tahun 2022.

Baca Juga:  Presiden dan Kemendag Digugat ke PTUN Terkait Minyak Goreng 

Pada konferensi pers yang diadakan di Jakarta, Kamis (13/4/2023), Roy mengatakan bahwa total utang pemerintah sebesar Rp344 miliar tersebut ditanggung oleh 31 perusahaan anggota Aprindo. 

Kemudian ia menambahkan, “Pada awal 2022, ada program pengadaan satu harga (dari pemerintah), yakni Rp14.000 per liter. Namun, harga minyak goreng premium yang dijual di ritel berkisar Rp17.000-Rp18.000 per liter. Selisih harga itu yang ditanggung oleh ritel.”

Terdapat Penggantian Regulasi Program Pengadaan

Program pengadaan tersebut diadakan dengan berdasarkan pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (Permendag No. 3/2022).

Ketentuan Pasal 7 Permendag No. 3/2022 menyatakan bahwa pelaku usaha akan mendapatkan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang dihitung dari selisih harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian yang ditawarkan pasar. HET yang ditetapkan dalam Permendag No. 3/2022 ialah sebesar Rp14.000 per liter.

Permendag tersebut kemudian dicabut dan digantikan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor  6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit (Permendag No. 6/2022). Dalam ketentuan Pasal 12 Permendag No. 6/2022 ini diatur bahwa BPDPKS melakukan pembayaran dana pembiayaan minyak goreng kemasan kepada pelaku usaha hingga 31 Januari 2022.

Permendag 6 muncul, memang yang Permendag 3 jadi tak berlaku lagi, tapi bukan berarti rafaksi nggak dibayar. Kita sudah setorkan semua data pada 31 Januari sudah kita penuhi semuanya,” ungkap Roy sebagaimana dilansir oleh Detik pada (13/4/2023).

Pihak Roy mengaku geram dengan perilaku pemerintah terkait pembayaran rafaksi ini. Pihaknya pun mulai mengkaji opsi pergerakan sebagai bentuk protes. Salah satunya yaitu dengan cara menyetop penjualan minyak goreng di toko-toko ritel.

Tidak dijelaskan kapan aksi tersebut akan dilakukan, namun inisiatif tersebut sudah banyak dibicarakan secara internal. Menurutnya, hal ini merupakan cara agar keluhannya dapat didengar. Apabila pihak pemerintah sama sekali tidak menggubris, maka terpaksa aksi tersebut harus dilakukan.

Di sisi lain, Kemendag menanggapi rencana Aprindo untuk melakukan penghentian penjualan minyak goreng karena tak kunjung dibayarkan oleh pemerintah. 

Kementerian Perdagangan Buka Suara

Dilansir dari CNN, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim, menyatakan bahwa ia berharap pengusaha ritel tidak benar-benar melaksanakan aksi tersebut. Sebab, apabila penjualan oleh ritel berhenti dilakukan, hal ini akan memicu masalah baru.

Terkait hal tersebut, pihaknya juga akan segera menghubungi Aprindo. “Nanti kami akan koordinasi lagi dengan Pak Roy. Siang ini akan saya telpon, koordinasikan lah, intinya jangan sampai setop jualan seperti itu, kan ini akan menimbulkan masalah baru,” ungkapnya di Kantor Kemedag, Jumat (14/4/2023).

Selain itu, Isy mengatakan bahwa pemerintah sebenarnya bukan tidak mau membayarkan utang tersebut. Namun, dikarenakan pembayaran utang tersebut menggunakan uang negara, maka proses pembayaran utang harus memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Kemendag saat ini tengah meminta pendapat dari Kejaksaan Agung mengenai keputusan pembayaran utang dikarenakan adanya penggantian peraturan terkait pembayaran utang tersebut. Permintaan pendapat hukum tersebut dilakukan agar pembayaran sesuai dan tidak melanggar hukum. 

 

SS

Dipromosikan