Pengamat Berharap Peraturan Pelaksana UU JPH Segera Diterbitkan

Peraturan pelaksana tersebut adalah pekerjaan rumah pemerintah yang harus diselesaikan.

Pengamat Industri Pangan IPB Arief Safari. Sumber Foto: http://www.sb.ipb.ac.id/

Pengamat Industri Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Arief Safari menyatakan bahwa hal utama yang perlu dilakukan sebagai strategi mengenai sertifikasi halal adalah pemerintah perlu menyelesaikan peraturan pelaksana turunan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Hal ini disampaikannya dalam Seminar Nasional ‘Menyambut Hadirnya BPJPH dan Babak Baru Sertifikasi Halal’ di Universitas Indonesia, Kampus Salemba, Jakarta, Rabu (16/8).

Arief mengatakan bahwa salah satu yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah adalah menyelesaikan PP dari UU JPH. Hal ini dikarenakan, berdasarkan UU JPH, PP tersebut harus sudah ditetapkan maksimal dua tahun setelah UU JPH diundangkan, pada 17 Oktober 2014. “PP itu harus dikeluarkan sebagai petunjuk pelaksanaannya dari UU JPH Nomor 33 Tahun 2014,” ujarnya.

Dosen Ekonomi dan Keuangan Syariah PSKTTI Universitas Indonesia, Muhammad Cholil Nafis juga mengingatkan bahwa belum ditetapkannya PP UU JPH ini yang mungkin menjadi faktor penghambat sehingga aturan sertifikasi halal masih belum maksimal diterapkan. Meskipun halal kini telah menjadi suatu yang diprioritaskan, Cholil menyatakan bahwa adanya PP tersebut dapat lebih mendorong kehalalan. “Apalagi di luar negeri saja sudah diberikan fasilitas-fasilitas halal,” ujarnya.

UU JPH yang telah diundangkan pada tahun 2014 lalu, akan diberlakukan pada tahun 2019. Masih dalam acara yang sama, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah juga mengingatkan bahwa mandatori sertifikasi halal telah jatuh tempo. “Tanggal 28 Oktober 2016, mandatori sertifikasi halal jatuh tempo. Nah, tahun 2019 juga sudah dekat,” ujarnya. (Baca Juga: BPJPH Perlu Membentuk Perangkatnya Hingga ke Tingkat Kabupaten).

Beberapa waktu sebelumnya, dihubungi melalui sambungan telepon, Ikhsan menyatakan bahwa seharusnya bulan Oktober 2016 menjadi batasan waktu maksimal diterbitkannya Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan UU JPH. “Itu tanggal 28 Oktober 2016, tetapi sekarang sudah lewat batas dua tahun dari diundangkannya Undang-Undang Jaminan Produk Halal,” ujarnya kepada KlikLegal pada Senin (19/6).

Ikhsan melanjutkan, akibat dari belum disahkannya PP UU JPH tersebut adalah pada pelaksanaan dari UU JPH itu sendiri. Adanya mandatori sertifikasi halal seharusnya membuat barang yang beredar di pasaran wajib memiliki sertifikasi halal, begitu pula dengan yang tidak bersertifikasi maka wajib mencantumkan label bahwa produknya itu belum ataupun tidak halal. “Tetapi karena belum ada peraturan pelaksananya, akhirnya tidak efektif. Jadi pelaksanaan Undang-Undang tahun 2014 ini masih belum serius dari pemerintah,” ujarnya.

Sebagai informasi, Pasal 65 Undang-Undang Jaminan Produk Halal menyebutkan bahwa peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII Iskan Qolba Lubis juga menagih hal serupa kepada pemerintah. (Baca Juga: DPR Mendesak Pemerintah Segera Terbitkan Peraturan Pelaksana UU Jaminan Produk Halal).

Pemerintah sendiri masih terus membahas peraturan pelaksana tersebut. Status PP tersebut dibahas antar lintas kementerian. (Baca Juga: Pemerintah Masih Terus Menggodok Peraturan Pelaksana UU Produk Halal).

 (LY)

Dipromosikan