Pertamina Geothermal IPO, Simak Risiko Investasi Panas Bumi

Pertamina Geothermal IPO, Simak Risiko Investasi Panas Bumi
Image source: VOI ID

Pertamina Geothermal IPO, Simak Risiko Investasi Panas Bumi

“PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) resmi melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).”

Anak usaha PT Pertamina (persero), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk PGEO sukses melantai di BEI pada Jumat (24/2). Dilansir investasi.kontan.co.id (24/02/2023), pada perdagangan pertamanya, PGEO ditawarkan kepada publik dengan harga Rp875 per saham. Dalam pelaksanaan IPO-nya, PGEO melepas sebanyak 10,35 miliar saham yang mewakili 25,00 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor setelah IPO.

Melalui kegiatan IPO, anak usaha Pertamina yang bergerak di bidang pemanfaatan energi panas bumi tersebut, memperoleh dana segar sebanyak Rp9,05 triliun dari aksi korporasi yang dilakukannya.

Dana yang diperoleh PGEO dari kegiatan IPO akan dibagi berdasarkan kepentingan bisnis yang akan dilakukan. 85 persen dana hasil IPO akan dimanfaatkan guna pengembangan usaha sampai dengan tahun 2025. 

Pengembangan Usaha

Pengembangan ini terdiri atas 55 persen guna belanja modal/capital expenditure (capex) atau investasi pengembangan kapasitas tambahan dari Wilayah Kerja Panas (WKP) (operasional saat ini) melalui pengembangan konvensional dan utilitasi co-generation technology guna memenuhi permintaan tambahan dari pelanggan.

Kemudian 33 persen akan dimanfaatkan guna capex pengembangan kapasitas tambahan dari Wilayah Kerja Panas (WKP) (operasional saat ini) melalui pengembangan konvensional dan utilitasi co-generation technology guna mengantisipasi kebutuhan pasar baru.

12 persen akan dimanfaatkan oleh PGEO guna capex pengembangan kemampuan digital, analitik, dan manajemen reservoir untuk mendukung production, operation & maintenance excellence. Terakhir, 15 persen sisanya yang kurang lebih bernilai US$100 juta akan digunakan sebagai dasar pembiayaan sebagian facilities agreement antara perseroan dengan mandated lead arrangers, kreditor sindikasi awal dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebagai facility agent.

Berdasarkan data alokasi pemanfaatan dana di atas, dilakukannya aksi korporasi berupa IPO, diindikasikan dilakukan oleh PGEO guna meningkatkan asupan pendanaan perusahaan. Hal senada juga disampaikan oleh Syamsul Hidayat selaku Komisaris PGEO.

Dilansir bisnis.tempo.co. (18/02/2023), ia mengatakan IPO dilakukan PGEO sebab Pertamina sebagai induk perusahaan memberikan wewenang kepada PGEO untuk mencari alternatif pendanaan sendiri. “Pertamina ingin PGEO IPO guna meningkatkan value-nya,” ujarnya.

Risiko Investasi Pemanfaatan Panas Bumi

Diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Perpres No. 112 Th 2022), secara langsung berdampak pada sentimen positif investor guna melakukan penanaman modal pada perusahaan yang bergerak di bidang Energi Baru Terbarukan (EBT), termasuk pada PGEO.

Baru-baru ini, dilansir investor.id (24/02/2023), berdasarkan catatan pasar, terdapat 585,54 juta saham PGEO yang telah ditransaksikan, frekuensi 45.095 kali, dan nilai transaksi Rp488,82 miliar. Data tersebut menunjukan adanya minat pasar atas pembelian saham PGEO yang cukup baik.

Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa pemanfaatan panas bumi yang menjadi pokok bisnis PGEO, memiliki serangkaian risiko yang apabila terjadi dapat secara langsung berdampak pada investor. Melansir cnbcindonesia.com (07/02/2023), sebagai perusahaan pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), terdapat setidaknya 3 (tiga) risiko bisnis PGEO, antara lain:

  1. Lokasi sumur potensi panas bumi terletak jauh dari daerah padat penduduk (kemungkinan sedikitnya permintaan listrik yang dihasilkan). Karakteristik PLTP yang panasnya harus diproses di tempat pembuatannya, mengharuskan pengelolaan PLTP memiliki dana investasi awal yang semakin besar guna memfasilitasi infrastruktur transmisi listriknya;
  2. Sumur yang telah dibor dapat mengalami penurunan kinerja atau natural decline. Hal demikian dapat mengakibatkan turunnya panas yang dihasilkan sehingga mengakibatkan efisiensi pembangkit ‘lambat laun’ menjadi tidak maksimal; dan
  3. Pertumbuhan pendapatan PGEO secara signifikan hanya dapat diraih dengan menambah kapasitas pembangkit. 96 persen pendapatan perseroan berasal dari grup Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan sisanya berasal dari pembayaran kontrak operasi bersama (KOB) kontraktor proyek atas hak operasi di area operasi perseroan.

MIW

Dipromosikan