Potensi Force Delisting Menghantui Beberapa Perusahaan di BEI

Potensi Force Delisting Menghantui Beberapa Perusahaan di BEI

Potensi Force Delisting Menghantui Beberapa Perusahaan di BEI

Langkah elevasi OJK dengan penetapan POJK No. 3/2021 menjadi catatan menggembirakan bagi investor dengan kewajiban buyback-nya.

Isu adanya delisting yang dilakukan atas perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun atas permohonan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengemuka pada awal tahun 2021.

Hal ini didorong dengan pemberitaan terdapat beberapa perusahaan yang bermasalah dalam hal going concern maupun adanya pendapat kantor akuntan publik mengenai laporan keuangan wajar dengan pengecualian (WDP). 

Selain itu isu PT Sugih Energi (SUGI) yang masuk dalam incaran delisting ini dianggap melakukan pelanggaran dengan terlambat menyampaikan laporan keuangan pada periode tahun 2018-2020 dan sederet perusahaan lainnya.

Oleh sebab perusahaan ini menjadi incaran delisting, I Gede Nyoman Yetna Direktur Penilaian Perusahaan BEI menjelaskan, “Saat ini Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang melakukan koordinasi dengan perseroan untuk mendapatkan informasi terkait proses hukum yang sedang berlangsung, rencana bisnis perseroan dan keberlangsungan usaha,” sebagaimana dikutip dari harian Bisnis.

Koordinasi ini diperlukan sebagai upaya untuk mengetahui lebih jauh permasalahan yang dihadapi oleh beberapa perusahaan yang terkena potensi delisting.

Apabila perusahaan ini benar-benar dilakukan delisting sepihak oleh OJK atau permohonan BEI maka akan sangat berpengaruh kedepannya terhadap reputasi dan likuiditas dari saham perusahaan.

Pelaksanaan delisting dari bursa akan mempengaruhi penilaian investor terhadap perusahaan tersebut dan di lain sisi perusahaan akan sulit membuat keputusan terkait harga saham sehingga investor tidak memiliki patokan yang jelas waktu yang tepat untuk menjual sahamnya. Maka, posisi investor sangat dilematis.

Dengan demikian pelaksanaan delisting harus memperhatikan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan secara obyektif.

Kewajiban Buyback

Menariknya pada tahun 2021 dilakukan penetapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Dibidang Pasar Modal (POJK No. 3/2021) yang mencabut keberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Pasar Modal.

POJK No. 3/2021 merupakan langkah elevasi OJK dalam meningkatkan investor dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terutama pada investor ritel. Sebab, saham yang dibeli menjadi tak bernilai lagi. Maka dari itu OJK memasukkan materi muatan baru mengenai adanya kewajiban buyback saham yang dimiliki oleh publik dalam POJK No. 3/2021.

Mengingat bahwa peraturan perundang-undangan yang ditetapkan tidak memiliki dimensi berlaku surut, maka kewajiban untuk melakukan buyback diberlakukan sejak tanggal 22 Februari 2021 sebagaimana dinyatakan pada Pasal 108 POJK No. 3/2021.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan rasio keuangan dalam hal rasio earning per share (EPR)nya akan meningkat. Kedua adalah untuk menghindari terjadinya penurunan harga saham dan mempersiapkan cadangan modal. Akan tetapi adanya kewajiban ini dipandang sebagai masalah baru. 

Menurut analis reliance securities Lanjar Nafi mengatakan,  “Adanya kewajiban untuk buyback saham justru memberatkan emiten-emiten publik yang ingin melakukan go private. Dipastikan dari sisi emiten pasti merugi”, sebagaimana dikutip dalam infobanks.com.

Sanksi tidak melakukan kewajiban buyback

OJK telah menyusun instrumen sanksi yang akan dikenakan apabila tidak melakukan buyback sebagaimana terdapat dalam Pasal 93 POJK 3/2021 yang pada pokoknya mengatur mengenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; 

  1. denda berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; 
  2. pembatasan kegiatan usaha; 
  3. pembekuan kegiatan usaha; 
  4. pencabutan izin usaha; 
  5. pembatalan persetujuan; 
  6. pembatalan pendaftaran; 
  7. pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran; dan/atau 
  8. pencabutan izin orang perseorangan.

Dengan demikian apabila perusahaan yang tidak melakukan buyback saham akan mendapatkan sanksi. 

Apabila mempertimbangkan kesiapan dan mitigasi risiko pada saat dilakukan force delisting maka akan lebih baik bagi perusahaan untuk melakukan voluntary delisting sehingga bisa mempertahankan reputasi selain itu dapat menjaga kepercayaan investor.

DAS

Dipromosikan