Profesor Mengingatkan Asosiasi Advokat Persaingan Usaha Jangan Justru Jadi Wadah Kartel

Kalau hanya sekadar kumpul-kumpul tanpa program yang jelas biasanya itu bisa menjadi bibit praktek kartel.

Prof. Ningrum Natasya Sirait. Sumber Foto : Akun Instragram ICLA Indonesia.

Guru Besar Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Ningrum Natasya Sirait mengingatkan agar para advokat yang tergabung dalam Indonesian Competition Lawyers Association (ICLA) atau Asosiasi Advokat Persaingan Usaha tidak malah menjadi bentuk kartel baru.

Ningrum yang terkenal sebagai pakar persaingan usaha di Indonesia ini mengingatkan hal tersebut saat memberikan sambutan dalam Grand Launching ICLA di Jakarta, Jumat (17/3) pekan lalu. Di Asosiasi ini, Ningrum sendiri tercatat dalam jajaran Dewan Penasihat bersama dengan pakar-pakar persaingan usaha yang lain. (Baca Juga : Advokat Persaingan Usaha Membentuk Asosiasi, Ini Susunan Pengurusnya).

“Saran pertama (dari saya,-red) perlu adanya Kode Etik. Karena di beberapa negara, dimana (justru,-red) para lawyers bermain (kartel,-red),” ujarnya saat memberikan sambutan.

Ningrum menutrkan bahwa Asosiasi ini harus memaparkan program kerjanya secara jelas. “Kalau sekadar kumpul-kumpul, that’s the initiative of the cartel. Bukankah KPPU sering memutuskan dengan mendapatkan Anda bermain golf bersama dapat menyatakan Anda bersalah (perilaku kartel,-red),” jelasnya lagi yang disambut gelak tawa oleh para anggota asosiasi.

“Ini bukan joking, tapi kita cermati bersama-sama. Kita harus punya kemampuan untuk self-critique mauoun introspeksi. Dengan bertemu, kamu mau ngapain? Disclaimernya itu apa yang mau dibicarakan,” paparnya. (Baca Juga : 4 Masukan ICLA Terhadap Revisi UU Persaingan Usaha).

Dikonfirmasi kembali melalui sambungan telepon usai acara, Ningrum menegaskan pentingnya kode etik dalam asosiasi yang berisi advokat yang kerap menangani kasus-kasus persaingan usaha ini. Ia melihat bahwa asosiasi ini adalah tempat dimana para pesaing bertemu.

“Hal itu bisa ditenggarai, awal bibit kartel adalah orang yang seharusnya bersaing bertemu dalam suatu forum baik formal atau informal, baik itu di pesta pernikahan, pameran, pesawat dan seterusnya,” jelas Ningrum.

Menurut Ningrum, pertemuan komunikasi para pesaing adalah isu yang sangat peka dalam persaingan usaha. Ia pun mengutip sebuah kalimat yang sangat terkenal dari Adam Smith, “Kalau sampai mereka (para pesaing,-red) sudah bertemu pasti ada konspirasi yang bertentangan dengan kepentingan publik.” (Baca Juga : Advokat Berharap Seluruh Stakeholders Dilibatkan dalam Revisi UU Persaingan Usaha).

“Kenapa Saya pentingkan hal ini karena ini merupakan asosiasi yang mengumpulkan seluruh lawyer-lawyer dalam konteks kompetensinya sama yaitu persaingan usaha, mereka akan membela klien yang berbeda. Bahkan dalam satu lawfirm pun mereka harus tetap bersaing baik dari profesionalitas, skill, dan pelayanan kepada kliennya,” jelasnya.

Oleh karena itu, Ningrum menilai pentingnnya sebuah kode etik agar para advokat terhindar melakukan tindakan yang salah bila ternyata para advokat menghandle suatu kasus yang sama, tetapi justru mereka bertemu dalam asosiasi ini sehingga akan merembukan hal-hal yang tidak dapat di-sharing kecuali di dalam persidangan. Kode etik bertujuan untuk menghindari praktek seperti itu terjadi.

Apalagi, lanjutnya, sudah banyak kasus dimana asosiasi profesi yang justru dijadikan tempat bertemu sesama pesaing.  “Intinya menurut saya khusus untuk asosiasi advokat dalam persaingan usaha harus ada jaminan kode etik yang memastikan mereka tidak membicarakan kasus dan isu persaingan yang seharusnya tidak boleh mereka bahas dalam konteks mereka bersaing,” tegasnya. (Baca Juga : Rekam Jejak Kasus-Kasus Kartel di KPPU).

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi yang hadir dan juga memberikan sambutan dalam Grand Launching ICLA juga sempat menyinggung hal yang sama. Dengan nada berseloroh, ia khawatir bila asosiasi ini jadi bentuk kartel baru.

“Kemarin waktu di rapat kerja, saya sampaikan diminta untuk hadir acara ICLA. Saya sampaikan sambil bicara dan becanda, jangan sampai ini bentuk baru dari pengacara,” selorohnya.

Sebelumnya, jajaran pengurus ICLA telah memaparkan bahwa asosiasi yang dipimpinnya ini telah memiliki visi, misi dan program dengan jelas. Sekretaris Jenderal ICLA Febri Kurniawan mengatakan terbentuknya asosiasi ini karena melihat belum ada satu pun asosisasi advokat yag memfokuskan diri pada bidang hukum persaingan usaha. Hal ini dirasa perlu karena mengingat di sektor lain sudah memiliki asosiasi advokat tersendiri. “Karena advokat merupakan salah satu penegak hukum, Saya pikir kita perlu berperan dan berkontribusi dalam persaingan usaha,” terangnya.

Setidaknya ada tiga alasan yang melatarbelakangi terbentuknya ICLA. Pertama, belum adanya asosiasi advokat yang aktif di bidang hukum persaingan usaha saat ini; kedua, Banyaknya tantangan dalam penerapan dan penegakan hukum persaingan, baik mengenai aspek formil maupun materil; Ketiga, perlunya peran aktif advokat dalam pengembangan dan penegakan hukum persaingan usaha.

Lebih lanjut, Febri menjelaskan berdasarkan tiga alasan tersebut tepatnya 3 Februari 2017, para dvokat sepakat untuk membuat wadah yang terbentuk menjadi ICLA. Selayaknya asosiasi yang independen, lanjutnya, asosiasi ini juga memiliki visi dan misi.

“Visi kami menjadi organsasi advokat yang kredibel, beritegritas, dan peduli dalam pengembangan dan penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia, dan misi kami meningkatkan kompetensi dan peran advokat dalam pengembangan dan penegakan persaingan usaha di Indonesia,” pungkasnya.

 

(PHB/ASH)

Dipromosikan