Rusia Mundur dari Perjanjian Nuklir, Apa Dampaknya?

Rusia Mundur dari Perjanjian Nuklir, Apa Dampaknya?
Image Source: Bisnis.com

Rusia Mundur dari Perjanjian Nuklir, Apa Dampaknya?

“Kabar mengejutkan terdengar dari Rusia. Presiden Vladimir Putin menyatakan mundur dari perjanjian nuklir New START.”

Setelah genap 1 (satu) tahun Rusia menggemparkan dunia akibat aksinya menginvasi Ukraina. Negara beruang merah kembali menimbulkan kontroversi dengan pernyataannya, yakni menyatakan mundur dari perjanjian nuklir Strategic Arms Reduction Treaty (New START). Dilansir trenasia.com (23/02/2023), Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada Selasa 21 Februari 2023, secara sah mengumumkan akan menangguhkan keikutsertaan Rusia dalam New START.

Pernyataan ini secara otomatis mengesahkan Rusia enggan dan tidak akan mematuhi persyaratan perjanjian tersebut, untuk memberikan izin bagi pengawas Amerika memverifikasi ukuran persenjataan nuklirnya.

Perjanjian New START pertama kali disahkan pada tahun 2010 oleh Presiden Amerika, Barack Obama dan Presiden Rusia saat itu, Dmitry Medvedev. Secara garis besar, isi perjanjian tersebut adalah kesepakatan antara Amerika dan Rusia untuk membatasi pengerahan 1.550 hulu ledak nuklir strategis miliknya. Dengan demikian, berdasarkan perjanjian tersebut, secara otomatis terjadi pembatasan kepemilikan rudal balistik antarbenua atau Intercontinental Ballistic Missiles (ICBM).

Alasan dan Dampak Mundurnya Rusia dari New START

Dilansir trenasia.com (23/02/2023), sikap Putin untuk mundur dari perjanjian New START diindikasikan sebagai suatu upaya strategi Rusia dalam menyikapi keberlangsungan perang dengan Ukraina. Cara demikian dinilai sebagai cara untuk memicu ketakutan di NATO, yang pada akhirnya akan menghambat bantuan militer ke Ukraina.

Saat ini, diketahui bahwa Rusia diyakini memiliki sekitar 2.000 senjata nuklir taktis, termasuk senjata khusus anti-kapal selam, anti-kapal, dan pertahanan udara serta rudal iskander berbasis darat. Oleh karenanya, ‘gertakan’ demikian juga dianggap sebagai upaya untuk menciptakan potensi ‘tawar-menawar’.

Di samping adanya indikasi ‘gertakan’ yang dilakukan oleh Putin dengan mundur dari perjanjian New START. Dilansir news.detik.com (02/03/2023), Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, saat menghadiri Conference on Disarmament di Swiss, ia menyampaikan bahwa terdapat risiko bencana nuklir yang akan terjadi apabila sikap Rusia tersebut dibiarkan begitu saja. Dirinya juga menegaskan, bencana nuklir hanya tinggal menunggu waktu.

“Tanpa aksi nyata yang tegas, bencana nuklir hanya soal waktu. Risiko demikian terlebih karena banyak negara yang saling ‘adu’ teknologi nuklir yang semakin mempertajam rivalitasnya,” ujarnya.

Melansir tempo.co (02/03/2023), Guna meminimalisir risiko bencana nuklir yang mungkin terjadi pasca mundurnya Rusia dari perjanjian New START, Retno pun menjelaskan setidaknya terdapat 3 (tiga) sikap yang dapat dilakukan dunia untuk memitigasi risiko tersebut, antara lain:

  1. Membangkitkan kemauan politik. Berupa aksi nyata yang tegas untuk mencapai perlucutan senjata nuklir. Hal demikian dapat dilakukan dengan menekan Negative Security Assurances (NSA) yang mengikat secara hukum;
  2. Memperkuat arsitektur perlucutan senjata nuklir dan non-proliferasi. Hal demikian dapat dilakukan dengan mendorong ratifikasi traktat pelarangan senjata nuklir; dan
  3. Memfasilitasi kepatuhan terhadap zona bebas senjata nuklir. Hal demikian karena zona bebas senjata nuklir merupakan elemen utama dalam keberlangsungan perlucutan senjata nuklir secara global.

 

MIW

 

Dipromosikan