Sempat Digugat Pailit (Lagi), Garuda Indonesia Kembali Menang

Sempat Digugat Pailit (Lagi), Garuda Indonesia Kembali Menang
Image Source: Wikipedia.org

Sempat Digugat Pailit (Lagi), Garuda Indonesia Kembali Menang

“Setelah menempuh proses hukum berupa gugatan yang dilayangkan 2 (dua) lessor pesawat miliknya. Kini, Maskapai Garuda Indonesia kembali menang.”

Beberapa waktu lalu, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), digugat oleh lessor pesawat miliknya, yakni Greylag 1410 dan Greylag 1446. Gugatan tersebut dilayangkan akibat ketidakpuasan Graylag cs dalam menerima proses homologasi dengan skema private placement yang sebelumnya telah disepakati keduanya. Berkat gugatan tersebut, Graylag cs meminta agar majelis hakim mempailitkan Garuda Indonesia dengan segala akibat hukumnya.

Baca Juga: Garuda Indonesia Digugat Pailit (Lagi), Bagaimana Nasibnya?

Saat ini, perkembangan kasus tersebut, pada akhirnya menemui titik terang. Dilansir investor.id (17/02/2023), Garuda Indonesia Holiday France (GIHF) selaku anak usahanya, dinyatakan memenangkan proses gugatan judicial release yang diajukan GIHF atas langkah hukum yang ditempuh Graylag cs perihal provisional attachment atau sita sementara rekening GIHF di tahun 2022 silam.

Paris Civil Court dalam putusan judicial release tersebut, menyatakan bahwa GIHF diberikan pembebasan penuh atas sita sementara yang sebelumnya telah diajukan Graylag cs. Serta meminta Graylag cs membayar kepada GIHF sebesar 230.000 EUR sehubungan dengan seluruh langkah hukum yang telah dilakukan, yang dinilai menimbulkan damages dan cost bagi pihak GIHF.

Dasar pertimbangan putusan yang diberikan Paris Civil Court guna membebaskan sita sementara GIHF, ialah permohonan yang dimohonkan oleh Graylag cs dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Hal tersebut karena terdapat perjanjian homologasi yang telah disahkan sebelumnya oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat yang telah berkekuatan hukum tetap, yang mana pada perjanjian tersebut juga telah mencantumkan Graylag cs sebagai kreditor yang sepakat atas perjanjian perdamaian tersebut.

Menanggapi menangnya GIHF atas Graylag cs, dilansir liputan6.com (17/02/2023), Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, mengatakan bahwa dimenangkannya judicial release oleh Paris Civil Court menjadi bukti atas komitmen Garuda guna terus memperkuat landasan hukum restrukturisasi kewajiban usaha. Khususnya dalam seluruh upaya hukum yang berjalan, sejalan dengan dinamika restrukturisasi yang melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan.

“Komitmen tersebut turut kami perjelas dan pertegas melalui tindakan hukum lanjutan atas kedua lessor tersebut (Graylag cs) terkait gugatan melawan hukum yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2022 lalu,” ungkapnya.

Mengenal Cross Border Insolvency

Meskipun pada faktanya GIHF telah dinyatakan menang oleh Paris Civil Court. Apabila dalam kasus dipailitkannya Garuda Indonesia oleh Graylag cs, ditemukan suatu kondisi Garuda Indonesia dinyatakan pailit, serta dilakukannya sita terhadap GIHF. Maka, besar kemungkinan akan terjadinya suatu kondisi yang disebut dengan Cross Border Insolvency (CBI).

Dilansir siplawfirm.id (20/04/2022), CBI diartikan sebagai suatu kondisi yang dapat terjadi bilamana permasalahan kepailitan mengandung unsur asing di dalamnya. Situasi CBI terjadi apabila aset atau utang seorang debitor terletak di lebih dari satu negara, atau apabila debitor termasuk juridikasi pengadilan dari dua atau lebih negara.

Pasal 212 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU), menjelaskan bahwa setiap “kreditor setelah putusan pailit diucapkan, mengambil seluruh atau sebagian piutangnya dari benda yang termasuk harta pailit yang terletak di luar Negara Indonesia, yang tidak diperikatkan kepadanya dengan hak untuk didahulukan wajib mengganti kepada harta pailit segala apa yang diperolehnya.”

Dalam praktiknya, penyelesaian kasus kepailitan CBI dapat diselesaikan melalui beberapa cara penyelesaian sengketa, diantaranya: (a) Mengikuti proses pengadilan secara umum; (b) Menggunakan perjanjian bilateral; (c) Melalui hubungan diplomatk; dan (d) Mempergunakan UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency with Guide to Enactment.

Apabila proses penyelesaian kepailitan CBI akan melalui pengadilan secara umum, maka suatu negara harus mengajukan putusan pailit yang diputus ke negara dimana boedel pailit berada. Kemudian, dilansir siplawfirm.id (20/04/2022), perjanjian bilateral antara negara Indonesia dengan negara lain memungkinkan adanya penyelesaian eksekusi aset pailit debitor yang berada di luar yuridiksi Indonesia. Hal tersebut mengingat perundangan kepailitan Indonesia belum mengakomodir kewenangan guna menjangkau aset debitor di luar negeri.

 

MIW

Dipromosikan