Soal Utang Garuda Indonesia, Dirut Pilih Jalur Restrukturisasi Utang Lewat PKPU?

Soal Utang Garuda Indonesia, Dirut Pilih Jalur Restrukturisasi Utang Lewat PKPU

Soal Utang Garuda Indonesia, Dirut Pilih Jalur Restrukturisasi Utang Lewat PKPU?

Dengan risiko PKPU yang dapat mengarah pada kepailitan, Irfan mengatakan Garuda punya dua strategi. Pertama, dengan meyakinkan kreditur bahwa perusahaan dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang, Kedua, perancangan proposal perdamaian yang dipersiapkan sedemikian rupa.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra mengatakan, Garuda masih mampu untuk diselamatkan, meskipun hutang masih belum terselesaikan. Irfan yakin masalah utang yang membuat keuangan perusahaan berada dalam posisi yang tidak aman ini dapat diselesaikan melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan mengajukan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga. 

Melalui cara ini, apabila permohonan PKPU disetujui, maka Garuda dan para kreditur akan diberi waktu selama 270 hari untuk melakukan negosiasi yang mengarah pada restrukturisasi utang yang dimiliki Garuda. 

Namun apabila negosiasi gagal, terdapat potensi Garuda digugat pailit. Untuk menghindari risiko pailit, maka Garuda mempersiapkan dua strategi. 

Pertama, Garuda harus melakukan perencanaan untuk memastikan perusahaan dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini dilakukan demi meyakinkan kreditur bahwa Garuda masih mampu untuk membayar utang apabila diberikan jangka waktu pembayaran melalui restrukturisasi utang.

“Karena kreditur itu mesti punya keyakinan kalau dia mengorbankan tagihan dia, dia mesti tahu bahwa Garuda akan sustain for longer time,” tutur Irfan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI, Pada Senin (21/6).

Kedua, rencana penawaran harus dipersiapkan sedemikian rupa agar proposal perdamaian dapat disetujui oleh para kreditur. Irfan mengatakan, perusahaan harus mempersiapkan proposal yang berisi skema restrukturisasi menukar utang menjadi kepemilikan atau yang lazim disebut debt to equity. Namun, strategi kedua ini masih bergantung kepada pemegang saham, karena dengan munculnya pemegang saham baru, maka akan membuat kepemilikan saham mereka di Garuda berkurang.

“Ini yang masih akan kami lihat proposal apa yang nanti yang akan kami ajukan dengan para advisor ini, kalau di dalamnya ada opsi debt to equity. Ini tentu harus keputusan para pemegang saham. Sebenarnya ada dua equity yang temporer itu MCB atau permanen itu bentuknya saham,” ujar Irfan.

Irfan mengatakan, manajemen Garuda cenderung akan memilih opsi penyelamatan Garuda dengan melakukan restrukturisasi, atau restrukturisasi yang dibarengi dengan pendirian maskapai nasional baru. Hal tersebut merupakan opsi kedua dan ketiga dari 4 opsi penyelamatan yang digagas oleh manajemen Garuda.

“Pilihan yang kami ambil lebih ke opsi ke dua dan tiga, restrukturisasi, karena utang ini enggak mungkin kalau mesti ditanggung pemerintah,” ungkapnya.

Ia mengatakan, Garuda mengalami kerugian hingga senilai US$2,5 miliar atau Rp35 triliun sepanjang 2020. Hal ini tercatat dalam laporan keuangan dan belum dilakukan audit. Kerugian yang dialami oleh Garuda sepanjang tahun 2020 ini disebabkan oleh penurunan pendapatan hingga 78%, sementara total utang Garuda sepanjang 2020 mencapai US$9,57 miliar atau Rp134 triliun.

Dalam kesempatan yang sama, Irfan membeberkan bahwa perusahaan akan menutup beberapa penerbangan internasional, yakni pada bulan depan, penerbangan dengan tujuan Melbourne dan Perth akan ditutup, dan penerbangan menuju Australia yang akan dibuka hanyalah penerbangan dengan tujuan Sydney, dengan catatan bahwa penerbangan ke Sydney hanya akan dilakukan seminggu sekali.

Selain itu, perusahaan kini tengah melakukan pertimbangan atas penutupan destinasi lain seperti Amsterdam, Kuala Lumpur, dan Seoul. Kemudian, penerbangan dengan tujuan Singapura akan dikurangi. Sebagai informasi, Garuda bahkan telah menutup penerbangan dengan tujuan Osaka, Jepang.

 

NRF

Dipromosikan