Tegas! BEI Suspensi Saham 46 Emiten Tidak Patuh Pelaporan

 Tegas! BEI Suspensi Saham 46 Emiten Tidak Patuh Pelaporan
Image Source: bareksa.com

Tegas! BEI Suspensi Saham 46 Emiten Tidak Patuh Pelaporan

Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan untuk men-suspend perdagangan 9 saham emiten di pasar reguler dan pasar tunai, sementara 37 emiten lainnya tetap berlaku suspensi lanjutan.”

BEI pada Senin (3/7/2023) mengumumkan secara resmi terkait pemberhentian perdagangan efek sementara atau suspensi saham terhadap 46 emiten.

Melansir dari bisnis.com (3/7/2023), suspensi saham tersebut diberikan kepada  emiten-emiten yang belum menyampaikan laporan keuangannya untuk tahun 2022 dan belum membayar denda atas keterlambatan penyampaian laporan keuangan tersebut. 

Baca Juga: BEI Ancam Suspensi Krakatau Steel, Apa Penyebabnya?

Sebelumnya BEI telah memberikan peringatan tertulis tingkat III dan denda tambahan sebesar Rp150 juta kepada emiten-emiten tersebut. Akan tetapi, hingga saat ini di mana batas waktu telah lewat selama 91 hari, emiten-emiten tersebut tetap belum memenuhi kewajiban mereka.

Adapun, dari total 46 emiten yang diumumkan, sebanyak 37 emiten belum menyampaikan Laporan Keuangan Auditan per 31 Desember 2022 dan/atau belum melakukan pembayaran denda. 

Beberapa di antara emiten-emiten tersebut adalah PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL), PT Capri Nusa Satu Properti Tbk. (CPRI), PT Jaya Bersama Indo Tbk. (DUCK), PT Forza Land Indonesia Tbk. (FORZ), dan emiten-emiten lain sebagaimana diumumkan dalam Pengumuman BEI Nomor Peng-SPT-00005/BEI.PP1/07-2023, Nomor Peng-SPT-00013/BEI.PP2/07-2023, dan Pengumuman BEI Nomor Peng-SPT-00008/BEI.PP3/07-2023.

Berdasarkan pengumuman juga, disebutkan bahwa dari 46 emiten yang belum menyampaikan laporan keuangan 2022, terdapat beberapa emiten dengan kondisi yang berbeda. 

Sebagai contoh, terdapat 3 emiten yang telah menyampaikan laporan keuangan tetapi belum membayar denda, dan 1 emiten yang belum menyampaikan laporan keuangan namun telah membayar sebagian denda. Selain itu, terdapat pula emiten yang telah membayar denda meskipun belum menyampaikan laporan keuangan. 

Akibatnya, BEI memutuskan untuk men-suspend perdagangan 9 saham emiten di pasar reguler dan pasar tunai, sementara 37 emiten lainnya tetap berlaku suspensi lanjutan.

Kewenangan Suspensi BEI

Mengutip dari landx.id, saham suspend atau suspensi saham dapat diartikan bahwa saham tersebut ditangguhkan atau dihentikan perdagangannya sementara di bursa saham.

Kewenangan BEI untuk melakukan suspensi perdagangan saham didasarkan pada Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00061/BEI/07-2021, Perihal: Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas.

Bagian II.12.5 dari peraturan tersebut menjelaskan bahwa BEI dapat melakukan tindakan suspensi, yaitu larangan sementara bagi anggota bursa efek untuk melakukan aktivitas perdagangan di bursa. Tindakan ini dilakukan sebagai bagian dari fungsi pengawasan perdagangan yang dilakukan oleh BEI.

Pada dasarnya, ketidakpatuhan emiten-emiten terhadap kewajiban penyampaian laporan keuangan dapat memiliki dampak negatif terhadap transparansi dan integritas pasar modal. 

Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsi pengawasannya, BEI memberikan peringatan serta denda kepada emiten-emiten tersebut sebagai langkah untuk memastikan kepatuhan dan memelihara kepercayaan investor.

Perlindungan Hukum bagi Pemegang Saham

Di sisi lain, penghentian perdagangan sementara beberapa efek secara serentak menimbulkan pertanyaan mengenai nasib investor ketika saham yang telah dibelinya mengalami suspensi.

Pasalnya, saham yang tersuspensi tidak dapat diperjualbelikan di bursa. Apabila pemegang saham ingin menjual saham suspend, maka pemegang saham harus menghubungi sekuritas terkait dan menjualnya di pasar negosiasi. 

Hal ini berakibat pada likuiditas saham yang menjadi terbatas, sehingga pemegang saham mungkin tidak dapat melakukan transaksi atau mendapatkan harga yang diinginkan.

Selain itu, suspensi saham dapat mempengaruhi harga saham saat perdagangan dibuka kembali setelah suspensi. Fluktuasi harga yang signifikan dapat terjadi, baik naik atau turun, tergantung pada kondisi pasar dan sentimen investor. Akibatnya, pemegang saham dapat mengalami kerugian jika harga saham jatuh setelah suspensi berakhir.

Secara hukum, ketika suatu saham emiten dihentikan perdagangannya karena tidak mematuhi ketentuan pelaporan, maka terdapat tanggung jawab direksi perusahaan. 

Sebab, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU No.40/2007) yang sebagian ketentuannya telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU No.6/2023), direksi suatu perusahaan, dalam hal ini PT, memiliki kewajiban untuk mengelola perusahaan dengan itikad baik dan hati-hati.

Berdasarkan hal tersebut, terdapat indikasi bahwa perusahaan lalai atau tidak melakukan pengurusan perusahaan sesuai prinsip itikad baik dan kehati-hatian.

Secara spesifik, berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 97 UU No.40/2007 mengatur pertanggungjawaban direksi atas pengurusan perusahaan. Lebih lanjut, Pasal 97 ayat (3) dari UU No.40/2007 tersebut menyatakan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan jika terbukti melakukan kesalahan atau lalai menjalankan tugasnya.

UU No.40/2007 kemudian mengatur bahwa pemegang saham yang mewakili setidaknya 1/10 bagian dari seluruh saham dengan hak suara memiliki hak untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri atas nama perseroan terhadap anggota direksi yang bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaiannya.

Perlindungan Hukum bagi Pemegang Saham Independen

Selain itu, berdasarkan doktrin penyingkapan tirai, pemegang saham independen yang terdampak suspensi saham juga dapat menuntut pertanggungjawaban pihak yang merugikan perusahaan melalui tindakan hukum.

Sebagai catatan, dikutip dari Jurnal Nuansa Kenotariatan berjudul “Penerapan Asas Piercing the Corporate Veil: Perspektif Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas”, doktrin penyingkapan tirai atau piercing the corporate veil merupakan doktrin yang diatur pada Pasal 3 ayat (2) UU No.40/2007.

Pada intinya, ada beberapa keadaan tertentu yang membuat pemegang saham turut bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan bertanggung jawab atas kerugian melebihi saham yang dimiliki.

Masih dari sumber yang sama, piercing the corporate veil tidak terbatas pada pasal tersebut yang berkutat pada pemegang saham saja. Tetapi, juga memindahkan tanggung jawab dari perusahaan kepada pemegang saham, direksi, atau komisaris.

Dengan demikian, pemegang saham independen yang mengalami kerugian akibat perbuatan hukum oleh perusahaan dapat menuntut tanggung jawab pihak yang bertanggung jawab, seperti direksi atau komisaris.

 

SS

Dipromosikan