Irjen Pol Ferdy Sambo Divonis Mati, Berikut Upaya Hukumnya!

Vonis Mati Ferdy Sambo Tidak Final, Berikut Upaya Hukumnya!
Image source: TvOne News

Irjen Pol Ferdy Sambo Divonis Mati, Berikut Upaya Hukumnya!

“Majelis Hakim menjelaskan bahwa baik penuntut umum maupun terdakwa memiliki kesempatan untuk mengajukan upaya hukum terhadap putusan ini.”

Senin, 13 Februari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah membacakan vonis putusannya terhadap Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Irje Pol Ferdy Sambo.

Berdasarkan siaran langsung Kompas TV dari PN Jaksel, Majelis Hakim telah memutuskan bahwa mantan jenderal bintang dua ini terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana serta perusakan alat bukti.

Baca Juga: Mengenal Unsur Pasal 340 KUHP, Delik Pembunuhan Berencana yang Didakwakan Jaksa kepada Ferdy Sambo 

“Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo, S.H., S.I.K., M.H. telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja semestinya yang dilakukan secara bersama-sama,” tegas Hakim Ketua Wahyu Imam Santoso pada sidang tersebut dilansir siaran Kompas, Senin (13/03/2023).

Lebih lanjut, disampaikan pula bahwa tidak ditemukan dasar peringan, pembenar maupun pemaaf dari perbuatannya tersebut. Sehingga, Majelis Hakim menjatuhkan vonis hukuman pidana kepada Irjen Pol Ferdy Sambo berupa hukuman mati.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati,” jelas Wahyu dihadapan Ferdy Sambo yang dilanjutkan dengan ketukan palu sebagai tanda vonis Majelis Hakim.

Adapun sebagai informasi, setelah dibacakannya putusan ini, Majelis Hakim menjelaskan bahwa baik penuntut umum maupun terdakwa memiliki kesempatan untuk mengajukan upaya hukum terhadap putusan ini. Lantas, apa saja upaya hukumnya?

Upaya Hukum terhadap Putusan Pengadilan Tingkat Pertama

  • Banding

Berdasarkan Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), banding merupakan upaya hukum awal yang dapat dimintakan, baik oleh penuntut umum maupun terdakwa, kepada pengadilan tinggi atas ketidakpuasan putusan pengadilan tingkat pertama, atau dalam kasus ini pengadilan negeri. 

Adapun berdasarkan Pasal 233 ayat (2) KUHAP, Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 7 (tujuh) hari sejak putusan di pengadilan tingkat pertama dibacakan. Apabila jangka waktu tersebut telah dilewati, maka terhadap permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi dan terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkracht.

  • Kasasi

Berdasarkan Pasal 244 KUHAP, Kasasi merupakan upaya hukum lanjutan yang dapat diajukan, baik oleh penuntut umum maupun terdakwa, kepada Mahkamah Agung atas ketidakpuasan putusan pengadilan tingkat banding, atau dalam hal ini keputusan pengadilan tinggi.

Pasal 245 ayat (1) KUHAP lebih lanjut mengatur bahwa tenggang waktu pernyataan mengajukan kasasi adalah 14 (empat belas) hari sejak diberitahukan putusan banding kepada penuntut umum atau terdakwa. 

Apabila jangka waktu pernyatan permohonan kasasi telah lewat, maka terhadap permohonan kasasi yang diajukan dianggap akan ditolak serta pemohon dianggap menerima putusan sebelumnya serta terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dianggap telah mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkracht.

Sebagai informasi, ada pula bentuk kasasi yang dinamakan sebagai kasasi demi kepentingan hukum. Lebih lanjut, kasasi demi kepentingan umum ini hanya dapat diajukan oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung dan diajukan 1 (satu) kali terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, baik di tingkat pengadilan negeri maupun pengadilan banding. 

Lilik Mulyadi dalam bukunya “Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana” menjelaskan bahwa terdapat 3 (tiga) tujuan dari pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini, yakni:

  1. Suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan, tidak sebagaimana mestinya.
  2. Apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang.
  3. Pengadilan melampaui wewenangnya

Upaya hukum ini demikian dinamakan dalam hukum acara pidana sebagai upaya hukum luar biasa.

  • Peninjauan Kembali

Sebagai upaya terakhir, terdapat upaya peninjauan kembali atau PK. Upaya hukum ini dapat diajukan oleh baik penuntut umum maupun terdakwa terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, baik pada tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun Mahkamah Agung.

Pasal 263 ayat (2) KUHAP mengatur bahwa terdapat beberapa hal yang dijadikan dasar untuk mengajukan PK, yaitu: 

  1. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
  2. Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
  3. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

PK ini dapat diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara. 

Kendati demikian, penting untuk diperhatikan bahwa upaya hukum PK tidak dapat diajukan terhadap putusan bebas dan putusan lepas. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP.

Baca Juga: Terdakwa KSP Indosurya Divonis Bebas, Ini Bedanya dengan Vonis Lepas 

AA

Dipromosikan