Memahami Mekanisme Perdagangan Karbon PLTU dalam Permen ESDM No. 16/2022

Memahami Mekanisme Perdagangan Karbon PLTU dalam Permen ESDM No. 162022
Memahami Mekanisme Perdagangan Karbon PLTU dalam Permen ESDM No. 162022

Memahami Mekanisme Perdagangan Karbon PLTU dalam Permen ESDM No. 16/2022

“Perdagangan karbon ini kemudian menjadi bagian dari penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK) subsektor pembangkit tenaga listrik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor energi.”

Baru-baru ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan suatu peraturan teknis terkait dengan mekanisme perdagangan karbon di pembangkit listrik tenaga uap yang ada di Indonesia. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik (Permen ESDM No. 16/2022).

Permen ini diketahui merupakan ejawantah dari nawacita Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Perdagangan karbon ini kemudian menjadi bagian dari penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK) subsektor pembangkit tenaga listrik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor energi.

Dalam Permen ini, dijelaskan bahwa penyelenggaraan perdagangan karbon meliputi beberapa tahapan. Tahapan tersebut diantaranya yakni penetapan PTBAE, penyusunan rencana monitoring emisi GRK pembangkit tenaga listrik, penetapan PTBAE-PU, perdagangan karbon, penyusunan laporan emisi GRK pembangkit tenaga listrik, dan evaluasi pelaksanaan perdagangan karbon dan pelelangan PTBAE-PU.

PTBAE adalah kependekan dari Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi GRK Pembangkit Tenaga Listrik. PTBAE ini adalah persetujuan teknis yang ditetapkan oleh Menteri ESDM mengenai tingkat emisi GRK pembangkit tenaga listrik paling tinggi yang ditetapkan dalam suatu periode tertentu.

Kemudian, rencana monitoring emisi GRK yang dimaksud disini meliputi rencana produksi listrik bruto dan target tingkat emisi GRK pembangkit tenaga listrik. Lebih lanjut, Menteri melalui Direktur Jenderal nantinya akan menetapkan PTBAE-PU untuk setiap unit pembangkit tenaga listrik dengan sejumlah pertimbangan.

Setelah itu, perdagangan karbon baru dapat dilakukan dimana perdagangan ini berlangsung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Hal yang diperdagangkan disini ialah PTBAE-PU yang surplus pada akhir periode.

Baca Juga: Friday I’m In Law Series: “Aspek Hukum Implementasi Pajak dan Perdagangan Karbon di Indonesia”

Adapun dilansir Bisnis, perdagangan karbon dapat dilakukan melalui pasar dalam negeri dan luar negeri. Skema yang disiapkan di antaranya bursa karbon serta perdagangan langsung.

Melalui Permen ESDM No. 16/2022 ini, alokasi PTBAE-PU dialokasikan untuk PLTU pada 2023 diberikan sebesar 100 persen. Sementara, alokasi setelah 2023 diberikan sesuai dengan hasil transaksi perdagangan karbon pada periode satu tahun sebelumnya.

Ketentuannya, untuk hasil transaksi perdagangan karbon lebih dari atau sama dengan 85 persen akan diberikan alokasi PTBAE-PU sesuai dengan hasil transaksi perdagangan karbon. Sementara transaksi yang kurang dari 85 persen diberikan PTBAE-PU sebesar 85 persen.

 

AA

Dipromosikan