Google Tolak Gugatan Monopoli Mesin Pencari, Ini Alasannya

Google Tolak Gugatan Monopoli Mesin Pencari, Ini Alasannya
Image Source: Tirto.id

Google Tolak Gugatan Monopoli Mesin Pencari, Ini Alasannya

Hakim mempersoalkan tindakan perusahaan yang membayar perusahaan smartphone dan operator untuk menjadikan mesin pencari Google sebagai default pada perangkat.”

Google meminta hakim untuk menolak gugatan monopoli mesin pencari yang ditujukan pada perusahaan oleh Departemen Kehakiman AS.

Dilansir dari Reuters, pada hari Kamis (13/4/2023), Google menyatakan bahwa tuduhan Departemen Kehakiman AS mengenai penyalahgunaan posisi dominan Google untuk mempertahankan dominasinya di pasar mesin pencari ialah tidak berdasar, sehingga gugatan tersebut harus ditolak. 

Departemen Kehakiman AS sebagai pihak yang mengajukan gugatan, berargumen bahwa perusahaan yang dinaungi oleh Perusahaan Alphabet ini telah bertindak secara ilegal dalam membayar miliaran dolar setiap tahun kepada perusahaan smartphone seperti Apple, LG, Motorola dan Samsung, perusahaan operator Verizon serta peramban (browser) seperti Mozilla untuk menjadikan mesin pencari Google sebagai default untuk pelanggan mereka.

Hakim mempersoalkan tindakan perusahaan yang membayar perusahaan untuk menjadikan mesin pencari Google sebagai default pada perangkat. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Pengacara Google, John Schmittlein, menurut keterangannya hal ini dilakukan agar orang-orang semakin mudah terekspos dengan produk Google. Ia kemudian menambahkan, “Tidak ada yang salah atau jahat dengan hal tersebut,” ujarnya, sebagaimana diberitakan oleh Reuters.

Baca Juga: Google Diduga Monopoli, Kata Ahli Monopoli Diperbolehkan!

Terkait hal tersebut, Departemen Kehakiman berpendapat, dikarenakan pangsa pasar Google yang sangat besar, secara hukum perusahaan tidak dapat membuat perjanjian yang sama dengan perusahan mesin pencari lain yang memiliki pangsa pasar yang lebih kecil. Adapun secara khusus, Google seharusnya tidak membuat perjanjian dengan Apple sebagai sama-sama perusahaan raksasa.

Dilansir dari Bisnis, yang mengutip dokumen pengadilan, Google berargumen bahwa pembayaran tersebut berdasarkan pada perjanjian pembagian pendapatan yang sah secara hukum, dan bukan merupakan usahanya untuk menyingkirkan pesaing.

Rangkaian Gugatan Penyalahgunaan Posisi Dominan

Mosi penolakan yang dikeluarkan oleh Google merupakan upaya untuk mengakhiri rangkaian gugatan yang diajukan kepada perusahaan dari pemerintah negara bagian dan federal yang bertujuan mengekang kekuatan pasarnya.

Sebelumnya, dilansir dari voi.id, pada tahun 2020, beberapa negara bagian dan teritori AS telah mengajukan gugatan serupa mengenai penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh Google untuk menjadikan mesin pencariannya dominan dalam perangkat-perangkat seperti mobil, TV, dan pengeras suara. 

Gugatan terkait monopoli mesin pencari menjadi gugatan anti-monopoli keempat yang diajukan terhadap perusahaan raksasa teknologi. Seperti diberitakan sebelumnya, isu persaingan usaha yang mengincar perusahaan raksasa teknologi di Amerika Serikat merupakan bagian dari agenda politik pemerintahan Joe Biden yang ingin memperkuat penegakan hukum persaingan usaha di Amerika Serikat.

Penyalahgunaan Posisi Dominan di Indonesia

Posisi dominan dapat berarti keadaan dimana pelaku usaha tidak memiliki pesaing yang berarti di pangsa pasar yang dikuasainya atau pelaku usaha memiliki posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan.

Penyalahgunaan posisi dominan merupakan bentuk praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Th 1999).

Lebih lengkapnya, pada Pasal 25 ayat (1) dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominannya untuk:

  1. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan menghalangi konsumen memperoleh barang dan/jasa milik pesaing;
  2. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
  3. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.

Berdasarkan penjelasan dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 6 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 25 tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan, disebutkan bahwa penyalahgunaan posisi dominan muncul ketika pelaku usaha memiliki kekuatan secara ekonomi yang memungkinkannya untuk beroperasi di pasar tanpa terpengaruh oleh persaingan dan melakukan tindakan yang dapat mengurangi persaingan.

Bersumber dari Pedoman Pasal 25 tentang Larangan Penyalahgunaan Posisi Dominan, penyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku usaha dapat dilihat dari perilaku strategis atau strategic behavior yang dilakukan oleh perusahaan. Perilaku strategis merupakan suatu konsep agar perusahaan dapat mengurangi tingkat persaingan yang berasal dari pesaing yang sudah ada ataupun pesaing potensial.

Perilaku ini tidak hanya terpusat pada penetapan harga ataupun kuantitas, namun secara lebih kompleks dapat dilihat dari perilaku mengejar pangsa pasar, memperlebar kapasitas, hingga mempersempit ruang gerak pesaing. 

Aturan Sanksi Penyalahgunaan Posisi Dominan

Pengaturan sanksi terhadap penyalahgunaan posisi dominan tertuang dalam UU No. 5 Th 1999. Ketentuan mengenai sanksi yang dimuat dalam peraturan tersebut ialah berupa sanksi administratif dan sanksi pidana.

Dalam hal pelaku usaha terbukti melakukan penyalahgunaan posisi dominan, sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 5 Th 1999, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berwenang untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 25 berupa:

  1. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
  2. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan 
  3. penetapan pembayaran ganti rugi dan atau; 
  4. pengenaaan denda.

Terkait sanksi pidana pokok yang dikenakan terhadap pelanggaran Pasal 25, diatur dalam Pasal 48 UU No. 5 Th 1999 yang menyatakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.100.000.000.000,00 (seratus milar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

 

SS

Dipromosikan