Ini Beberapa Tantangan dalam Penyelenggaraan Jaminan Halal Menurut GAPMMI

Salah satunya adalah mengenai logo halal, dimana masing-masing negara ASEAN memiliki logo halal yang berbeda.

Ketua GAPMMI Adhi S Lukman (berdiri) dalam seminar jaminan produk halal. Sumber Foto: Dok PRABU.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman menyatakan bahwa ada beberapa tantangan yang harus dihadapi berkaitan dengan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) di Indonesia. (Baca Juga: Beberapa Negara Berpenduduk Mayoritas Non Muslim Antusias Sambut Penyelenggaraan Halal di Indonesia).

Pertama, Adhi mengatakan bahwa yang menjadi tantangan adalah masih banyaknya industri makanan dan minuman, khususnya dalam skala kecil rumah tangga yang masih belum melakukan sertifikasi halal. “Industri makan dan minuman merupakan industri andalan karena kontribusinya cukup signifikan. Kalau ini kacau, tentunya negara akan kacau juga,” ujarnya. (Baca Juga: Sebagian Besar Produk Makanan dan Minuman Masih Belum Bersertifikat Halal).

Kedua, adanya kewajiban sertifikasi halal ini diharapkan tidak mengganggu sistem investasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan nilai investasi industri makanan dan minuman cukup baik dan signifikan bahkan menduduki peringkat kedua, sehingga kestabilan industri makanan dan minuman ini perlu dijaga. “Jangan sampai karena ada aturan halal, jadi kabur semua, kemudian pindah ke negara lain,” ujarnya. (Baca Juga: Ketua GAPMMI Berharap Kewajiban Sertifikasi Halal Tidak Mengganggu Investasi).

Ketiga, Adhi mengingatkan bahwa saat ini Indonesia telah memasuki Global Value Chain dan salah satu hal penting dalam Global Value Chain ini adalah kehalalan terhadap bahan baku yang digunakan, khususnya di antaranya pada industri Farmasi yang dikatakan 90% bahan bakunya masih impor. Untuk itu, Adhi menilai bahwa perlu dilakukan kerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Halal di Luar Negeri. “Apabila nanti untuk semua bahan baku harus diperiksa ke luar negeri dengan untuk mendapatkan sertifikat halal di sini, ini satu tantangan yang besar,” ujarnya.

Keempat, Adhi mengaku bahwa berbagai negara yang mendukung penyelenggaraan JPH ini memiliki logo yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya pada enam negara yang concern mengenai halal di ASEAN. Apabila ada suatu produk yang hendak diedarkan secara internasional, maka perlu mencantumkan keenam logo halal tersebut. “Bagaimana kita mengharmonisasikan logo, ini satu tantangan yang besar,” ujarnya. (Baca Juga: Produk Halal Akan Memiliki Logo yang Baru).

Kelima, yang menjadi tantangan bagi Indonesia adalah mengenai e-commerce. Adhi menilai bahwa akan menjadi tantangan untuk mengamankan barang-barang e-commerce sedang di Indonesia masih belum ada regulasi yang mengatur termasuk mengenai pengawasannya. “Karena dari produsen langsung ke konsumen tanpa siapapun yang mengawasi, ini menjadi catatan bagi BPJPH untuk melakukan pengawasan dan lain sebagainya,” ujarnya.

Keenam, yang menjadi kendala adalah mengenai jangka waktu yang menjadi batasan bagi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan pemeriksaan ke industri-industri. Jangka waktu tersebut harus secara jelas dalam Peraturan Pelaksana yang nantinya akan diterbitkan. (Baca Juga: Ini Peraturan Pelaksana UU Jaminan Produk Halal yang Harus Dibuat oleh Pemerintah).

Selain itu, Adhi juga menyebutkan beberapa Pasal dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang perlu diperjelas. “Misalnya Pasal 26 menyatakan bahan yang berasal dari bahan yang tidak halal harus dinyatakan sebagai non halal. Tapi pertanyaannya, produk-produk halal yang belum bersertifikat bagaimana? Apakah ini bisa beredar atau tidak?” ujarnya.

Lebih lanjut, Adhi menyebutkan hal-hal lain yang perlu diperjelas pengaturannya yaitu mengenai izin cantum, penyelia halal, serta kerja sama internasional. “Nah, ini menjadi tantangan bersama. Apakah LPPOM MUI yang sudah punya kerja sama ini akan langsung diadopsi oleh BPJPH? Apakah BPJPH akan mengulang lagi dari baru? Ini yang menjadi satu pertanyaan,” ujarnya. (Baca Juga: Kehadiran BPJPH Bukan untuk Ambil Alih Kewenangan LPPOM MUI dalam Proses Sertifikasi Halal).

Terakhir, Adhi mengatakan proses penyelenggaraan JPH diharapkan dapat dipercepat. Kemudian Adhi berpesan agar BPJPH dapat mengkaji lebih dalam tantangan yang telah disebutkan, termasuk dalam hal kaitannya dengan model pendampingan terhadap UMKM. “Ini menjadi suatu hal penting yang perlu dibahas dan dipersiapkan,” ujarnya.

Adhi berharap, Pemerintah dapat memberikan tahapan yang jelas sebagai kepastian bagi pelaku usaha. Hal demikian disampaikannya agar tidak terjadi permasalahan di lapangan. “Yang penting bagi saya adalah pentahapan itu harus dibuat jelas untuk memberikan kepastian perusahaan,” ujarnya.

(LY)

Dipromosikan