Lagi-Lagi Akibat Gagal Bayar, Lender iGrow Gugat Perusahaan

Lagi-Lagi Akibat Gagal Bayar, Lender iGrow Gugat Perusahaan
Image Source: Agrozine.id

Lagi-Lagi Akibat Gagal Bayar, Lender iGrow Gugat Perusahaan

Penerapan prinsip transparansi juga menjadi kewajiban penyelenggara dalam rangka melindungi konsumennya. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 100 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK No.10/POJK.05/2022).”

Platform teknologi finansial (Tekfin) peer-to-peer lending (P2P lending) PT iGrow Resources Indonesia atau iGrow dikabarkan tengah dihadapkan dengan permasalahan gagal bayar. 

Dilansir dari kontan.co.id (5/7/2023), sebanyak 40 lender atau investor platform iGrow menggugat perusahaan akibat permasalahan gagal bayar tersebut.

Rifqi Zulham selaku kuasa hukum dari pihak lender mengungkapkan bahwa iGrow, perusahaan yang mengalami kasus gagal bayar, belum menunjukkan komitmen atau langkah konkret dalam penyelesaian kasus tersebut. 

Menurut keterangan Rifqi, sejak gugatan diajukan pada 5 Juni 2023, transparansi yang diberikan oleh perusahaan masih kurang. Oleh karena itu, ia berharap bahwa dalam sidang mediasi, iGrow dapat memberikan penjelasan serta menawarkan metode penyelesaian kasus kepada para pihak yang terlibat.

Dalam hal ini, para lender kemudian meminta OJK untuk menunjukkan komitmen serius dalam menangani kasus gagal bayar iGrow. Diharapkan, OJK dapat memaksimalkan perannya sebagai regulator yang mengatur, mengawasi, dan melindungi konsumen yang terdampak kasus ini.

Adapun Rifqi juga menyampaikan bahwa terdapat sekitar 25 orang lender lain yang berencana untuk menggugat iGrow. 

Saat ini, proses pengumpulan dan persiapan berkas masih berlangsung. Setelah berkas lengkap, rencananya para lender tambahan tersebut akan mengajukan somasi kepada PT iGrow Resources Indonesia minggu depan.

Sebagai informasi, dalam gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh lender iGrow ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tercatat bahwa OJK, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) menjadi turut tergugat dalam kasus tersebut.

OJK Periksa Platform iGrow atas Permasalahan Gagal Bayar

Sebagaimana dikutip dari kontan.co.id (5/7/2023), OJK saat ini sedang melakukan pemeriksaan atas laporan yang ada. Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono.

Ogi menyebutkan bahwa sesuai ketentuan yang ada, OJK tengah memeriksa platform iGow atas kepatuhan penyelenggaraan layanan P2P lending-nya atau Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

“Dalam pemeriksaan yang tengah berlangsung, apabila dari hasil pemeriksaan dan analisis ditemukan pelanggaran atas ketentuan berlaku, OJK akan melakukan penegakan ketentuan dan mengenakan sanksi administratif berdasarkan peraturan yang berlaku,” jelas Ogi.

Dalam konteks ini, Ogi mendorong iGrow untuk terus melakukan penagihan kepada penerima pendanaan atau peminjam (borrower), melakukan pengecekan dan pemantauan terhadap para peminjam, serta mengambil langkah hukum terhadap peminjam yang tidak memenuhi kewajibannya. Ia berharap iGrow secara transparan dan terus-menerus mengkomunikasikan penanganan pinjaman macet kepada lender.

Sementara itu, Ogi menjelaskan bahwa masalah kredit macet pada TekFin P2P lending yang berfokus pada sektor pertanian seperti iGrow dan TaniFund pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor.

Baca Juga: Terjadi Gagal Bayar, Platform TaniFund Terancam Digugat oleh 128 Investor

Faktor tersebut meliputi hasil produksi peminjam yang tidak sesuai dengan perkiraan, kegagalan panen dalam beberapa proyek, dan keterlambatan pembayaran dari penerima dana.

Adapun, saat ini, TaniFund sedang menghadapi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam proses pengawasan dan pemulihan, OJK telah meminta TaniFund untuk mematuhi rekomendasi yang diberikan dan fokus pada penyelesaian pendanaan yang masih berlangsung, terutama yang masuk dalam kategori macet.

Kewajiban Transparansi Penyelenggara Layanan P2P Lending

Mengutip dari jawapos.com, Yos Kusuma selaku Praktisi Tekfin menyatakan bahwa di tengah perkembangan literasi dan inklusi keuangan dalam industri Tekfin, kemudahan akses dan transparansi menjadi faktor penting dalam menentukan kesuksesan dan keberlanjutan Tekfin.

Selain menjadi kunci keberlanjutan usaha, penerapan prinsip transparansi juga menjadi kewajiban penyelenggara dalam rangka melindungi konsumennya. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 100 POJK No.10/POJK.05/2022.

Prinsip transparansi pada dasarnya bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan terbuka kepada konsumen, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dan memahami risiko yang terkait dengan investasi mereka.

Dalam hal ini, OJK menerapkan sanksi administratif bagi penyelenggara yang tidak menerapkan prinsip-prinsip perlindungan konsumen, termasuk transparansi, dalam Pasal 105 POJK No.10/POJK.05/2022. Sanksi administratif tersebut berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, dan/atau pencabutan izin.

Sementara itu, transparansi juga menjadi salah satu prinsip dasar sebagai acuan dalam Pedoman Perilaku Penyelenggara Teknologi Finansial di Sektor Jasa Keuangan yang Bertanggung Jawab yang disepakati oleh oleh AFPI bersama dengan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), dan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI).

Prinsip Transparansi dalam Pedoman Perilaku Penyelenggara Teknologi Finansial

Pada pokoknya, penyelenggara Tekfin wajib menjalankan prinsip transparansi dalam memberikan informasi terkait produk dan layanan mereka dengan memenuhi beberapa aspek berikut:

  1. Keterbukaan Informasi Terkait Hak dan Kewajiban Umum. Penyelenggara diharuskan untuk memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pengguna, biaya layanan yang dikenakan kepada pengguna, serta peran dan tanggung jawab penyelenggara terkait risiko yang harus ditanggung oleh pengguna dan proses bisnis yang dilakukan.
  2. Keterbukaan Informasi Biaya. Semua biaya yang timbul, termasuk biaya upfront, bunga, biaya asuransi, provisi, biaya keterlambatan/denda, dan biaya administrasi perpajakan yang akan dibebankan kepada pengguna harus dicantumkan secara jelas oleh penyelenggara.
  3. Keterbukaan Informasi Risiko bagi Pengguna. Informasi mengenai risiko-risiko yang ditanggung oleh pengguna harus disampaikan oleh penyelenggara. Dalam hal ini, penyelenggara harus memberikan pernyataan disclaimers yang menjelaskan risiko kehilangan aset, biaya layanan, tindakan ilegal, dan syarat dan ketentuan yang berlaku.
  4. Informasi Layanan Pengaduan. Dalam konteks ini, informasi yang dimaksud terkait dengan nama perusahaan, alamat kantor, kontak pengaduan, dan standar layanan untuk memproses pengaduan dari nasabah.

 

SS

Dipromosikan