Minimalisasi Emisi Gas Rumah Kaca, OJK akan Finalisasi Aturan Bursa Karbon

Minimalisasi Emisi Gas Rumah Kaca, OJK akan Finalisasi Aturan Bursa Karbon
Sumber foto: detik.com

Minimalisasi Emisi Gas Rumah Kaca, OJK akan Finalisasi Aturan Bursa Karbon

“Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang dalam tahap finalisasi Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) terkait aturan bursa karbon. Aturan tersebut dibuat dengan harapan dapat mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca.”

 

OJK menyatakan akan mempercepat finalisasi Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) sebagai aturan pendukung dalam penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon.

Dilansir dari detik.com (31/7/2023), finalisasi RPOJK tersebut rencananya akan mulai berjalan pada September 2023. Dalam hal ini, RPOJK tersebut telah dikonsultasikan bersama Komisi XI DPR-RI.

”Hal ini tentunya menjadi penyemangat dan meningkatkan rasa optimis untuk dapat menyelenggarakan perdagangan perdana unit karbon di bursa karbon pada bulan September mendatang sesuai dengan arahan dari Bapak Presiden RI,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi.

Penerapan Bursa Karbon akan Dimulai

Lebih lanjut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga mengungkap rencana penerapan bursa karbon akan dimulai pada September 2023 mendatang.

“Kami berencana untuk meluncurkan pertukaran karbon pada bulan September 2023, sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan mencapai emisi net-zero pada tahun 2060 atau lebih cepat,” ujar Luhut dalam Penandatanganan Implementing Arrangement (IA) UK PACT Carbon Pricing, sebagaimana dikutip dari detik.com (24/7/2023). 

Baca Juga: Blue Carbon: Potensi Perdagangan Karbon Indonesia

Selain itu, melansir dari liputan6.com (31/7/2023), menurut Luhut, langkah perdagangan karbon atau carbon exchange dapat menekan emisi karbon di Indonesia dan dunia sehingga sejalan dengan upaya penerapan energi bersih di Indonesia.

“Dan Indonesia sebagai salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara ingin memangkas emisinya hingga lebih dari 30 persen pada tahun 2030,” sambung Luhut.

Kemudian, dikutip dari Siaran Pers OJK (31/7/2023), Inarno menyatakan bahwa pemerintah memiliki target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri. Selain itu, juga penurunan sebesar 43,2 persen dengan bantuan partisipasi internasional pada 2030 sesuai dokumen Enhanced NDC 2022.

Oleh karena itu, pemerintah memerlukan dukungan dari berbagai sektor dalam usaha menurunkan emisi gas rumah kaca, termasuk dari sektor industri jasa keuangan.

Baca Juga: Memahami Mekanisme Perdagangan Karbon PLTU dalam Permen ESDM No. 16/2022

Peluang Indonesia dalam Perdagangan Karbon

Lebih lanjut, Inarno menuturkan bahwa Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam perdagangan karbon. Salah satunya adalah pada subsektor pembangkit tenaga listrik.

Sebab, Indonesia mempunyai 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara untuk dapat mengikuti perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.

Baca Juga: Aturan Perdagangan Karbon Dibuat, Kemana Arah Kebijakannya?

Kemudian, dikutip dari detik.com (31/7/2023), PLTU yang ikut dalam perdagangan karbon adalah PLTU di atas 100 megawatt, dan 2024 di atas 50 megawatt, serta pada 2025 diharapkan seluruh PLTU dan PLTG akan masuk dalam pasar karbon.

Selain dari subsektor pembangkit, perdagangan karbon di Indonesia juga akan diikuti oleh sektor lain yang akan bertransaksi di bursa karbon seperti sektor Kehutanan, Perkebunan, Migas, Industri Umum, dan lain sebagainya.

“Untuk mendukung peluang itu, OJK juga akan terus memastikan perangkat infrastruktur tidak hanya fit tetapi juga lengkap mulai dari infrastruktur primer, sekunder dan pasar sehingga dapat menopang beroperasinya bursa karbon, serta mekanisme pengawasan yang sesuai untuk pasar karbon agar selaras dengan target nasional yang ditetapkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC),” ungkap Inarno.

Regulasi Perdagangan Karbon di Indonesia

Perdagangan karbon diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional (Perpres No.98/2021).

Pasal 1 angka 17 Perpes 98/2021 menyebutkan pengertian perdagangan karbon, yaitu mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui kegiatan jual beli unit karbon. 

Baca Juga: Tunggu Roadmap, Pajak Karbon Belum Diterapkan Tahun Ini

Kemudian, untuk mendukung pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau nationally determined contribution dan pengendalian emisi gas rumah kaca, ditetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon (Permen LHK 21/2022). 

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Permen LHK No.21/2022, perdagangan karbon dapat dilaksanakan melalui:

  1. Perdagangan karbon dalam negeri; dan
  2. Perdagangan karbon luar negeri.

Kemudian, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan perdagangan karbon tertuang dalam Bab II Permen LHK No.21/2022.

DV

Dipromosikan