Pasien Gagal Ginjal Meninggal, Sejauh Mana Tanggung Jawab RS?

Pasien Gagal Ginjal Meninggal, Sejauh Mana Tanggung Jawab RS?
Image source: RSUD Provinsi NTB

Pasien Gagal Ginjal Meninggal, Sejauh Mana Tanggung Jawab RS?

“Tidak semua bentuk kegagalan dalam upaya rumah sakit dalam menangani pasien dapat dianggap sebagai suatu tindakan yang melanggar hukum.”

Baru-baru ini, kabar mengejutkan datang dari sektor kesehatan. Dilansir Bisnis, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengakui bahwa terdapat keterlambatan penanganan terhadap pasien yang meninggal dunia gagal ginjal beberapa waktu lalu. Hal ini disampaikan dalam dalam agenda Kementerian Kesehatan pada parlemen, Rabu (08/02/2023). 

Baca Juga: Orang Tua Korban Gagal Ginjal Akut Ajukan Gugatan Class Action, Pahami Syarat-Syaratnya!

Menurutnya, rumah sakit sejatinya telah memiliki obat untuk menangani kasus-kasus gagal ginjal yang belakangan sedang marak tersebut. Hanya saja, proses rujukan pasien kerap kali menjadi permasalahan fatal yang menyebabkan kematian dalam kasus ini menjadi rentan terjadi.

Budi mencontohkan bahwasanya ada kasus seorang pasien yang dikonfirmasi gagal ginjal baru-baru ini yang dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Terlalu lamanya proses rujukan membuat pasien berusia 1 tahun itu terlambat untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi dengan menggunakan obat penawar hingga kemudian ia meninggal dunia.

Dari kasus ini, kemudian juga menjadi timbul pertanyaan di masyarakat. Sejauh mana batas pertanggungjawaban rumah sakit dalam kondisi seperti itu?

Berkaitan dengan hal tersebut, Dosen Hukum Kesehatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Wahyu Andrianto, menjelaskan bahwa karakteristik dari tindakan medis adalah inspanningsverbintenis (perikatan yang menitikberatkan pada upaya maksimal) dan bukan resultaatsverbintenis (perikatan yang menitikberatkan pada hasil). 

Sehingga, tidak semua bentuk kegagalan dalam upaya rumah sakit dalam menangani pasien dapat dianggap sebagai suatu tindakan yang melanggar hukum.

Tanggung Jawab karena Kegagalan

Dituliskan pada situs resmi FH UI, Wahyu menegaskan bahwa kegagalan dalam tindakan medis baru dapat diproses secara hukum apabila memenuhi unsur tertentu. Berkaitan dengan proses pidana unsur perbuatan yang harus terpenuhi yakni: 

  1. menyimpang dari Standar Profesi Kedokteran; 
  2. mengandung culpa lata (kelalaian berat); dan 
  3. menimbulkan akibat yang fatal atau serius. 

Sedangkan, proses perdata juga dapat ditempuh apabila memenuhi unsur:

  1. menyimpang dari Standar Profesi Kedokteran; 
  2. mengandung culpa, meskipun hanya culpa levis (kelalaian ringan); 
  3. ada kerugian; dan
  4. ada hubungan kausal antara kegagalan tindakan medis dengan kerugian.

Secara lebih khusus, dijelaskan pada Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit bahwa rumah sakit hanya bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit. 

Wahyu mengartikan bahwa ada 2 (dua) makna yang terkandung di dalam pengaturan ini. Pertama, rumah sakit hanya bertanggung jawab terhadap kesalahan yang bersifat kelalaian dan bukan kesalahan yang bersifat kesengajaan.Kedua, kelalaian tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan pada saat atau dalam rangka melaksanakan tugas yang diberikan oleh rumah sakit.

AA

Dipromosikan