Peneliti BRIN Tersangka Ujaran Kebencian, Ahli: Sudah Tepat!

Peneliti BRIN Tersangka Ujaran Kebencian, Ahli: Sudah Tepat!
Image Source: Pikiranrakyat.com

Peneliti BRIN Tersangka Ujaran Kebencian, Ahli: Sudah Tepat!

“Penetapan Andi Pangerang Hasanudin sebagai tersangka, menurut ahli merupakan ‘harga yang harus dibayar’ agar tindakannya tidak diikuti oleh orang lain.”

Senin (01/05/2023), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), resmi menangkap sekaligus menetapkan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang Hasanudin (APH) sebagai tersangka pelaku ujaran kebencian yang bernada ancaman terhadap warga Muhammadiyah di media sosial.

Sebelumnya, diketahui APH melakukan tindakan ujaran kebencian yang bernada ancaman pada media sosial Facebook dengan memberikan komentar pada salah satu postingan Thomas Djamaluddin.

Dalam postingan dimaksud, APH menuliskan kalimat ‘perlu saya halalkan ga nih darahnya semua Muhammadiyah’ serta ‘banyak bacot memang, saya bunuh kalian satu per satu.’

Selain itu, APH juga memberikan tudingan lewat media sosialnya terhadap Muhammadiyah bahwa organisasi islam non-pemerintah tersebut telah disusupi oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) terlarang.

Berkat tindakan yang dilakukan APH, dilansir detik.com (01/05/2023), Bareskrim Polri menetapkan peneliti BRIN tersebut sebagai tersangka pelaku tindak pidana siber ujaran kebencian yang dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Tersangka kami kenakan dengan Pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar, serta Pasal 45B juncto Pasal 29 UU ITE dengan ancaman tidak ada penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp750 juta,” pungkas Kombes Rizki Agung Prakoso, Kepala Sub Bagian (Kasubdit) II Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.

Sebagai informasi, motivasi tersangka APH melakukan ujaran kebencian yang dilanjutkan dengan adanya ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah lantaran emosi saat mengikuti diskusi dengan Thomas Djamaluddin yang juga merupakan peneliti BRIN di media sosial Facebook, perihal penetapan hari raya lebaran.

Ahli Tekankan Penangkapan APH Sudah Tepat

Menindaklanjuti penetapan APH sebagai tersangka kasus tindak pidana siber ujaran kebencian. Ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan Bareskrim Polri dimaksud dinilai sudah tepat.

Dilansir kompas.tv (01/05/2023), Abdul menilai tindakan yang dilakukan Polri telah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Hal tersebut ia katakan karena menurutnya Polri tidak akan gegabah dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Setidaknya, penetapan tersangka oleh Polri wajib berdasarkan minimal adanya 2 (dua) alat bukti.

“Saya rasa tindakannya sudah tepat. Karena penegak hukum tidak gegabah, penetapan tersangka harus didasarkan pada 2 (dua) alat bukti permulaan yang cukup,” ujarnya.

Di samping itu, atas kejadian yang dilakukan oleh APH, Abdul mengatakan dengan dijeratnya APH dengan ketentuan pidana pada UU ITE. Dirinya berharap agar proses hukum yang berjalan dapat dijadikan pelajaran bagi masyarakat lainnya untuk tidak melakukan tindakan serupa.

“Tindakannya adalah kebodohannya. Kebodohan tersebut harus dibayar dengan proses hukum agar tidak diulangi dan tidak diikuti oleh orang lain,” tegasnya.

Ketentuan Pidana Ujaran Kebencian KUHP Baru

Dengan dijeratnya APH dengan tindak pidana siber berupa ujaran kebencian oleh Bareskrim Polri berdasarkan UU ITE. Perlu diketahui bahwa, terdapat perubahan ketentuan pidana ujaran kebencian pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru).

Baca Juga: KUHP Baru Muat Pasal Pidana Korporasi, Simak Ketentuannya!

Adapun, ketentuan terkait pidana ujaran kebencian pada KUHP Baru dapat berlaku pada tahun 2026, tepatnya setelah masa transisi selama 3 (tiga) tahun.

KUHP Baru mencabut dan mereformulasi beberapa ketentuan pada UU ITE, khususnya ketentuan yang memiliki korelasi dengan pemidanaan ujaran kebencian, antara lain Pasal 28 Ayat (2) dan Pasal 45A Ayat (2) UU ITE. Lebih lanjut, kedua pasal tersebut dicabut dan direformulasi menjadi Pasal 243 Ayat (1) KUHP Baru yang berbunyi:

“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik yang berakibat timbulnya kekerasan terhadap orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV”

Sebagai informasi, pidana denda paling banyak kategori IV yang dimaksud ialah maksimal Rp200 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 79 ayat (1) KUHP Baru.

Selain itu, pada Pasal 243 Ayat (2) KUHP Baru, dicantumkan pula pidana tambahan yang dapat menjerat pelaku ujaran kebencian. Pidana tambahan ini berlaku apabila si pelaku melakukan tindak pidana dimaksud dalam kondisi menjalankan profesinya, serta pada waktu tersebut belum lewat dari 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang sama. pidana tambahan tersebut berupa pencabutan hak untuk menjalankan profesi tertentu.

 

MIW

 

Dipromosikan