Tahun 2025 Bank Wajib Bayar Premi Restrukturisasi, Untuk Apa?

Tahun 2025 Bank Wajib Bayar Premi Restrukturisasi, Untuk Apa?
Image Source: nusabali.com

Tahun 2025 Bank Wajib Bayar Premi Restrukturisasi, Untuk Apa?

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 PP No. 34 Th 2023, pembayaran premi PRP wajib dilakukan oleh setiap bank yang beroperasi di wilayah Indonesia.”

Mulai Tahun 2025, lembaga perbankan atau bank di Indonesia diwajibkan untuk membayar premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP).

Ketentuan ini ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan (PP No. 34 Th 2023) yang disahkan Jum’at (16/6/2023) kemarin oleh Presiden Jokowi.

Dilansir dari kontan.co.id (21/6/2023), PRP merupakan program pemerintah yang  bertujuan untuk menangani masalah perbankan yang dapat membahayakan perekonomian nasional sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 PP No. 34 Th 2023.

Premi program restrukturisasi adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh bank sebagai bagian dari premi penjaminan. Jumlah ini akan ditambahkan pada premi penjaminan yang sudah dikenakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada bank.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 PP No. 34 Th 2023, pembayaran premi PRP wajib dilakukan oleh setiap bank yang beroperasi di wilayah Indonesia. 

Lebih lanjut dalam Pasal 5 PP No. 34 Th 2023 dijelaskan mengenai pembayaran premi PRP, yang harus dilakukan dua kali dalam setahun. Pembayaran pertama akan dilakukan pada tahun 2025, dengan periode pembayaran antara 1 Januari hingga 30 Juni, dan periode kedua antara 1 Juli hingga 31 Desember.

Besaran premi PRP yang harus dibayarkan oleh setiap bank bervariasi dan dihitung oleh bank sendiri dengan menggunakan persentase tertentu. 

Perhitungan ini melibatkan kelompok bank berdasarkan jumlah aset dan tingkat risiko bank. Jumlah aset dihitung berdasarkan rata-rata total aset bank pada akhir bulan dalam setiap periode, sedangkan tingkat risiko bank menggunakan peringkat komposit bank terakhir dalam setiap periode.

Program Restrukturisasi untuk Redam Krisis Keuangan

Sementara itu, melansir dari detik.com (21/6/2023), Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa aturan program restrukturisasi ini didesain untuk meredam dampak krisis keuangan pada sektor perbankan seperti yang terjadi pada tahun 1998. 

Adapun, seperti yang diketahui krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 salah satunya menyebabkan bank di Indonesia mengalami kredit macet karena turunnya nilai tukar rupiah. Kredit ini berdampak pada kegagalan bisnis dan utang.

Baca Juga: Hapus Kredit Macet UMKM, Skema Restrukturisasi Dipersiapkan

Pada saat itu, negara harus menanggung biaya yang mencapai 50% (lima puluh persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk menyelamatkan perbankan yang mengalami kesulitan. 

“PRP itu desainnya seperti ini, waktu tahun 1998 ketika perbankan morat-marit yang bayarkan negara, biayanya 50% dari PDB. Nanti dari situ ada pemikiran gimana kalau ada pengurangan beban ke negara apabila negaranya kacau seperti itu, maka keluarlah program PRP itu,” jelas Purbaya, dikutip dari detik.com.

Lebih lanjut, Purbaya menjelaskan bahwa program restrukturisasi akan diaktifkan jika terjadi krisis keuangan dan/atau atas sinyal atau perintah dari Presiden. 

Oleh karena itu, pembayaran premi untuk mendanai PRP ini bertujuan untuk menjaga industri perbankan sendiri jika terjadi krisis keuangan. 

Melihat ke belakang, pada tahun 1998, perbankan membebani pemerintah dan rakyat dalam penanganan krisis, sehingga sekarang dengan adanya PRP, beban tersebut dialihkan ke industri perbankan. 

Adapun, Purbaya menuturkan bahwa aturan PRP juga dibuat untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa tidak akan ada kepanikan seperti yang terjadi pada krisis keuangan sebelumnya, karena industri perbankan dan pemerintah saling menjaga. 

Dampaknya Pada Kenaikan Bunga Perbankan

Di sisi lain, mengutip dari kontan.co.id, Purbaya tidak menutup kemungkinan bahwa kebijakan pembayaran premi PRP kemungkinan dapat berdampak pada kenaikan suku bunga perbankan. 

Namun, ia menegaskan bahwa nasabah tidak perlu khawatir karena margin perbankan masih cukup besar. 

Margin perbankan yang besar memberikan fleksibilitas kepada bank dalam menyesuaikan suku bunga pinjaman, sehingga kenaikan suku bunga tidak langsung memberikan beban besar kepada nasabah. Dengan demikian, bunga yang ditawarkan oleh bank-bank seharusnya tetap kompetitif.

Lebih lanjut, Purbaya menjelaskan bahwa pembayaran premi PRP tidak akan membuat bank-bank kesulitan karena telah dihitung dengan baik oleh LPS. 

LPS memperkirakan bahwa pendapatan premi dari program PRP dalam industri perbankan baru sekitar Rp1 triliun per tahun. Targetnya adalah agar dalam 40 (empat puluh) tahun, pendapatan premi PRP dapat mencapai 2% (dua persen) dari PDB.

Purbaya meyakinkan bahwa jumlah premi yang sebesar itu (Rp1 triliun) tidak akan mengganggu perbankan, bahkan akan memperkuat kepercayaan masyarakat dan pelaku bisnis terhadap sektor perbankan dan negara.

 

SS

Dipromosikan