Wanaartha Life: PKPU Harusnya Tak Dikabulkan, Mengapa?

Wanaartha Life: PKPU Harusnya Tak Dikabulkan, Mengapa?
Image source: iconomics

Wanaartha Life: PKPU Harusnya Tak Dikabulkan, Mengapa?

“Sampai saat ini, beberapa nasabah Wanaartha Life masih berjuang dalam memperoleh haknya melalui sidang PKPU.”

Dilansir dari kontan.co.id (14/02/2023), beberapa nasabah asuransi Wanaartha Life masih memperjuangkan haknya melalui sidang PKPU. Saat ini, Selasa (14/2) sidang PKPU yang sedang dilaksanakan, dilakukan guna mengumpulkan bukti-bukti, baik dari pemohon maupun termohon.

Kuasa hukum salah satu nasabah Wanaartha Life Benny Wulur menyampaikan, bahwa pihaknya telah memberikan beberapa bukti berupa kreditur jatuh tempo serta dukungan dari para nasabah. Ia juga menyampaikan bahwa terdapat kurang lebih 1.000 polis yang dijadikan bukti pendukung nasabah dalam kasus gagal bayar tersebut.

Di tengah proses persidangan nasabah Wanaartha Life dalam memperoleh haknya melalui PKPU. Ketua Tim Likuidasi Wanaartha Life, Harvardy M. Iqbal menyampaikan pernyataan sebaliknya. Ia meragukan upaya para nasabah melalui PKPU dapat dikabulkan oleh Pengadilan. Lantas apa yang menyebabkan ia meragukan diterimanya PKPU oleh para nasabah tersebut?

Tidak ‘Valid’-nya Alasan PKPU

Dilansir tempo.co (13/02/2023), Harvardy M. Iqbal mengatakan PKPU harusnya tidak dapat dikabulkan oleh pengadilan. Hal tersebut karena yang dapat mengajukan PKPU adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sedangkan dalam gugatan Wanaartha Life, pihak yang mengajukan PKPU pasca dicabutnya izin Wanaartha Life ialah para nasabah.

“Meskipun izinnya Wanaartha sudah dicabut, bukan berarti Wanaartha berubah menjadi perusahaan biasa. Wanaartha tetap menjadi perusahaan asuransi namun perusahaan asuransi tanpa izin,” tambah Harvardy.

Baca Juga: OJK Cabut Izin Wanaartha Life, Bolehkah Dimohonkan Pailit Oleh Pemegang Polis?

Dengan kondisi demikian, Wanaartha akan tetap menjadi perusahaan asuransi di bawah pengawasan OJK. Hal tersebut didasarkan pada regulasi asuransi indonesia dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) dan Peraturan OJK No. 28 Tahun 2015 tentang Likuidasi Perusahaan. 

Pasal 52 Ayat (1) yang menyisipkan Pasal 1 Ayat (33) Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Asuransi menegaskan bahwa pengambilalihan kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi Syariah dilakukan dengan penunjukan Pengelola Statuter oleh OJK.

Di samping itu, Pasal 3 Ayat (1) Peraturan OJK No. 28 Tahun 2015 tentang Likuidasi Perusahaan mencantumkan dalam hal pasca pencabutan izin usaha perusahaan, direksi wajib Menyusun dan menyampaikan Neraca Penutupan kepada OJK paling lama 15 hari sejak tanggal pencabutan izin usaha.

Berdasarkan hal tersebut, Harvardy kembali menegaskan “Oleh karenanya, ketika perusahaan itu telah dicabut izinnya, maka perusahaan itu wajib dibubarkan dan wajib pula dibentuk tim likuidasi.”

Tugas tim likuidasi tersebut akan diawasi oleh OJK sampai proses likuidasi selesai. Oleh karena itu, OJK masih memiliki kewenangan guna mengawasi dan mengatur ketika sebuah perusahaan asuransi sudah dicabut izinnya. “Menurut saya, PKPU tersebut seharusnya tidak dikabulkan oleh pengadilan,” ujarnya.

MIW

Dipromosikan