Mempersiapkan UU Persaingan Usaha di Era Digital: Perbandingan antara Indonesia dengan Tiongkok

Mempersiapkan UU Persaingan Usaha di Era Digital: Perbandingan antara Indonesia dengan Tiongkok

Mempersiapkan UU Persaingan Usaha di Era Digital: Perbandingan antara Indonesia dengan Tiongkok

Pada tanggal 24 Juni 2022 yang lalu, Standing Committee National People’s Congress di Tiongkok memuluskan jalan perubahan terhadap UU Anti-Monopoli Tiongkok untuk pertama kalinya. Perubahan terhadap UU Anti-Monopoli Tiongkok akan mulai berlaku per tanggal 1 Agustus tahun ini. Salah satu fokus dari perubahan ini adalah untuk membawa UU Anti-Monopoli Tiongkok lebih sigap menghadapi perkembangan bisnis digital.

Hal ini dapat terlihat pada Pasal 9:

Undertakings shall not use data, algorithms, technology, capital advantages and platform rules to engage in monopolistic acts prohibited by this Law.”

Dalam bahasa Indonesia, kira-kira terjemahan Pasal 9 di atas adalah sebagai berikut:

“Perusahaan tidak boleh menggunakan data, algoritma, teknologi, keuntungan modal, dan aturan pelantar untuk melakukan tindakan monopoli yang dilarang oleh Undang-Undang ini.”

Pasal 9 ini sangat penting karena di jaman sekarang, banyak sekali perusahaan-perusahaan baru yang bermunculan yang sangat mendominasi pasar dengan menggunakan teknologi informasi yang tentunya dapat melahirkan Goliat-Goliat yang rentan terhadap praktek-praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat lainnya.

Pasal lain yang juga berhubungan dengan sektor digital adalah Pasal 21:

For concentrations of business operators that meet notification standards prescribed by the State Council, operators shall notify the anti-monopoly law enforcement agency of the State Council in advance, and the concentration shall not be implemented if the notification is not made.

Where the concentration of business operators falls below notification thresholds stipulated by the State Council, but there is evidence that the concentration has or may have the effect of excluding or restricting competition, the anti-monopoly enforcement agency of the State Council can request business operators to notify.

If the business operators fail to notify in accordance with the provisions of the preceding two paragraphs, the anti-monopoly law enforcement agency of the State Council shall conduct an investigation in accordance with law.”

Dalam bahasa Indonesia, kira-kira terjemahan Pasal 21 di atas adalah sebagai berikut:

“Untuk konsentrasi pelaku usaha yang memenuhi standar pemberitahuan yang ditentukan oleh Dewan Negara, operator harus memberi tahu badan penegakan hukum anti-monopoli Dewan Negara terlebih dahulu, dan pemusatan tidak akan dilaksanakan jika pemberitahuan tidak dibuat.

Jika konsentrasi pelaku usaha berada di bawah ambang batas pemberitahuan yang ditetapkan oleh Dewan Negara, tetapi terdapat bukti bahwa konsentrasi tersebut memiliki atau mungkin memiliki efek mengecualikan atau membatasi persaingan, badan penegakan anti-monopoli Dewan Negara dapat meminta pelaku usaha untuk memberitahukan.

Jika pelaku usaha gagal untuk memberitahukan sesuai dengan ketentuan dua ayat sebelumnya, lembaga penegak hukum anti-monopoli Dewan Negara akan melakukan penyelidikan sesuai dengan hukum.”

Ketentuan Pasal 21 ini disinyalir digunakan oleh State Administration for Market Regulation (SAMR) Tiongkok untuk menyaring perusahaan-perusahaan rintisan yang dapat menjadi pesaing potensial terhadap pemain-pemain lama di pasar yang diakuisisi sebelum perusahaan-perusahaan rintisan ini menghasilkan omzet yang besar yang dapat men-trigger notifikasi merger (A New Chapter For China’s Anti-Monopoly Law: Highlights From The Legislative Amendments – Antitrust, EU Competition – China (mondaq.com)).

Kondisi di Indonesia

Peraturan tertinggi di Indonesia tentang larangan praktek monopoli terdapat pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang telah diubah sekali pada tahun 2020 yang lalu dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Persaingan Usaha”).

Meskipun UU Persaingan Usaha terakhir direvisi dengan UU Cipta Kerja pada tahun 2020, sayangnya revisi tersebut tidak dibarengi dengan revisi terkait bagaimana UU Persaingan Usaha dapat menghadapi zaman digital.

Pada UU Persaingan Usaha, tidak terdapat ketentuan serupa seperti Pasal 9 dan 21 pada UU Anti-Monopoli Tiongkok. Ke depannya, menurut Penulis, Pemerintah harus mencoba mengadopsi ketentuan serupa seperti Pasal 9 dan 21 pada UU Anti-Monopoli Tiongkok karena sektor digital makin merajalela dan apabila tidak diatur sedemikian rupa, persaingan perusahaan-perusahaan rintisan, terutama yang mengandalkan teknologi akan semakin ketat.

FL

Artikel berupa opini ini ditulis oleh Glenn Wijaya, LL.B., S.H., J.M. Penulis merupakan advokat dan Associate di Christian Teo & Partners.

Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi KlikLegal.

Dipromosikan