Membedah Konsep TikTok Shop serta Mengkaji Efektivitas Respons Pemerintah terhadap Aktivitas Social Commerce di Indonesia

Membedah Konsep TikTok Shop serta Mengkaji Efektivitas Respons Pemerintah terhadap Aktivitas Social Commerce di Indonesia

Membedah Konsep TikTok Shop serta Mengkaji Efektivitas Respons Pemerintah terhadap Aktivitas Social Commerce di Indonesia

Perkembangan serta kemajuan zaman yang semakin masif hingga saat ini membuat teknologi juga kian berkembang hari demi hari. Tentunya perkembangan ini membawa dampak yang luar biasa bagi peradaban dunia. Kemajuan zaman ini juga akhirnya diiringi dengan perkembangan teknologi.

Namun, seperti yang kita ketahui bahwa perkembangan teknologi ini layaknya pisau bermata dua yang memiliki dampak positif tetapi tak jarang juga membawa dampak negatif. Dampak positif tentu kita rasakan sampai saat ini, seperti kemudahan akses, mengefisiensikan waktu, dan lain sebagainya. Sebaliknya, dampak negatif juga kian dirasakan, seperti timbulnya kejahatan siber, degradasi moral, dan lain sebagainya. 

Adanya perkembangan serta kemajuan teknologi ini berpengaruh pada seluruh aspek dalam kehidupan kita, salah satunya adalah aspek ekonomi. Berbicara mengenai ekonomi, kita mengenal adanya transaksi jual beli. Sebelum teknologi berkembang secara masif sampai saat ini, proses jual beli dilakukan secara konvensional melalui pertemuan tatap muka secara langsung di pasar. Akan tetapi, perkembangan teknologi yang ada saat ini menggeser kebiasaan tersebut secara signifikan yakni dengan dikenalnya tren pemasaran secara digital. Pemasaran digital ini dapat diartikan sebagai kegiatan yang menggunakan teknologi informasi dan internet guna peningkatan dan perluasan fungsi marketing tradisional (Urban, 2017:10). Dalam tren ini, proses jual beli dapat dilakukan melalui media sosial. 

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai pelaku usaha yang memiliki peran cukup besar dalam peningkatan ekonomi di Indonesia, juga mulai beralih dari proses perdagangan secara langsung ke perdagangan secara digital. Hal ini juga dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 yang memaksa pelaku UMKM untuk beradaptasi. Salah satu langkah yang ditempuh oleh pelaku UMKM adalah dengan menggunakan platform TikTok Shop sebagai salah satu media sosial untuk mempromosikan serta menjual usaha mereka. 

Baca Juga: Social Commerce bakal Dikenakan Pajak, TikTok Beri Dukungan

Aplikasi TikTok sejatinya memang sudah dikenal sejak tahun 2018, lalu pemakaiannya meningkat secara drastis pada tahun 2020, terutama sejak kemunculan fitur baru dari aplikasi tersebut yakni TikTok Shop. Dengan adanya TikTok Shop tersebut, aplikasi TikTok bukan hanya dapat digunakan sebagai hiburan untuk melihat serta menyaksikan video dari pengguna TikTok di seluruh dunia, tetapi juga memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi jual beli.

Fenomena “racun TikTok” juga sempat menjadi populer dari masa pandemi hingga saat ini. Fenomena tersebut muncul karena barang-barang yang dijual dalam aplikasi TikTok Shop merupakan barang yang cukup murah dan cukup berkualitas. Hal tersebut yang membuat banyak orang berlomba-lomba untuk membeli barang dari TikTok Shop. 

Perkembangan fitur TikTok Shop yang semakin masif membawa dampak pada dikenalnya suatu istilah baru, yakni social commerce. Social commerce merupakan aktivitas jual beli online yang difasilitasi oleh media sosial dalam prosesnya (Curty dan Zhang, 2011:12). Tentunya hal ini merupakan salah satu hal baru yang ada di Indonesia, sehingga dapat dikatakan saat terbentuknya TikTok Shop ini, belum ada payung hukum yang melindunginya. 

Belakangan, munculnya fitur TikTok Shop ini menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat, khususnya dari kalangan pelaku usaha yang masih menjalankan usahanya secara konvensional. Hingga akhirnya, tepat pada tanggal 4 Oktober 2023, pemerintah Indonesia resmi menutup TikTok Shop yang diiringi dengan ditetapkannya regulasi baru, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik (Permendag No.31/2023).

Dalam penulisan ini, penulis hendak melihat serta membedah konsep dari TikTok Shop itu sendiri serta melihat bagaimana efektivitas respon pemerintah dalam menanggapi hal tersebut. 

Baca Juga: Di Balik Tabir Kebijakan Pembatasan Social Commerce di Indonesia: Dampak, Tantangan, dan Potensi terhadap Keseimbangan Ekosistem Perdagangan

TikTok Shop sebagai Platform Social Commerce di Indonesia 

Sukses dalam meningkatkan jumlah pengguna, TikTok bertransformasi dari platform berbagi video pendek menjadi platform social commerce. Transformasi TikTok menjadi platform social commerce dengan dihadirkannya fitur TikTok Shop pada 17 April 2021 tidak terlepas dari upaya TikTok dalam memperluas jangkauannya.

Konsep social commerce yang diterapkan oleh TikTok Shop sendiri berupa aktivitas menjual produk langsung melalui media sosial. Konsep ini tentunya berbeda dengan social media marketing ataupun social media selling. Konsep  social commerce mencakup seluruh aktivitas belanja yang memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi tanpa harus meninggalkan platform media sosial yang digunakan.

Platform social commerce di Indonesia tidak terbatas pada TikTok Shop saja. Pada perkembangannya Instagram telah memimpin konsep social commerce jauh sebelum TikTok Shop hadir, melalui fitur Instagram Shop yang diluncurkan pada tahun 2020.  Selain TikTokShop dan Instagram Shop, platform yang hadir di antaranya adalah Facebook Shop dan WhatsApp.

Meski merupakan satu di antara banyaknya platform social commerce, kehadiran TikTok Shop menjadi sorotan dan menjadi polemik lantaran konsep social commerce yang diterapkan oleh TikTok Shop mengindikasikan adanya persaingan usaha tidak sehat serta monopoli yang merusak pasar e-commerce di Indonesia.

Indikasi monopoli yang dilakukan oleh TikTok Shop tercermin pada ekosistem TikTok Shop yang memungkinkan brand dan penjual untuk mengembangkan bisnis melalui video pendek serta fitur live shopping. TikTok Shop mengusung konsep social commerce yang meliputi pengenalan produk, pemilihan produk, proses transaksi, komunikasi dengan penjual, pengiriman, serta penilaian produk yang telah dibeli. Saat penjual mengadakan siaran langsung, penonton atau pengguna dapat berbelanja secara langsung dengan memanfaatkan berbagai promo.

Berbicara mengenai promo atau potongan harga yang diberikan oleh TikTok Shop kepada konsumen, dapat dikatakan cukup besar. Hal inilah yang menguatkan ketertarikan konsumen untuk menggunakan fitur TikTok Shop. Namun, harus kita sadari bahwa potongan harga yang diberikan oleh TikTok Shop tersebut berindikasi pada suatu tindakan subsidi yang diberikan oleh pemerintah Cina kepada TikTok Shop. Dan seperti yang kita ketahui, tindakan subsidi yang diberikan oleh pemerintah terhadap suatu barang yang spesifik serta memiliki tujuan untuk menguatkan ekspor, dilarang dalam perdagangan internasional. Hal inilah yang harus pula dikritisi oleh pemerintah maupun masyarakat Indonesia. 

Kemudian, berkat konsep social commerce yang diterapkan, TikTok Shop menempati urutan ke-5 di pangsa pasar e-commerce Indonesia. Tentunya hal ini  tidak terlepas dari kemudahan yang dirasakan pembeli untuk melakukan seluruh kegiatan dalam satu aplikasi. Kemudahan yang hadir ini tentunya mendorong masyarakat untuk beralih dan lebih aktif bertransaksi di TikTok, penjual dan brand pun turut dimudahkan atas platform promosi dan transaksi dalam satu entitas.

Baca Juga: Dinilai Ancam UMKM Lokal, Project S TikTok Jadi Perhatian DPR

Pembahasan terkait aktivitas social commerce oleh TikTok Shop di atas, mengindikasikan praktik monopoli. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999), monopoli merupakan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.

Ketentuan lebih lanjut mengenai monopoli dapat ditinjau berdasarkan Pasal 17 UU No.5/ 1999 pada Bab IV mengenai Perbuatan yang Dilarang, yang berbunyi : 

  1. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
  2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila :
    • barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya; atau
    • mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
    • satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Indikasi monopoli yang hadir pada kasus ini berupa penguasaan atas pemasaran barang dan jasa di TikTok. Tentu hal ini harus dihindari oleh seorang pelaku usaha. 

Karena sebelumnya belum ada peraturan yang jelas terkait media sosial yang merangkap sebagai e-commerce, aktivitas TikTok sebagai  social commerce pun tentunya tidak mengantongi izin usaha sebagai e-commerce karena izin awalnya adalah hanya sebagai media sosial.

Merespons indikasi yang ada, Pemerintah sebagai regulator dengan mengundangkan Permendag No.31/2023. Peran pemerintah ini tentunya tidak terlepas dari sistem ekonomi Indonesia yang menerapkan sistem ekonomi pancasila, yang pada pelaksanaannya menggunakan mekanisme pasar yang berkeadilan.

Dasar hukum perekonomian Indonesia dapat ditinjau berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, yang berbunyi : 

  • Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 
  • Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
  • Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  • Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Dengan demikian, Indonesia tidak menganut sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi terencana, maupun sistem ekonomi Islam. Indonesia cenderung mengakomodasi berbagai sistem ekonomi dan penekanan pada sistem ekonomi terencana, sebagaimana peran Pemerintah yang diberikan ruang lebih luas demi mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan rakyat. 

Pada Pasal 33 UUD NRI 1945, rakyat merupakan tujuan dari pembangunan perekonomian. Oleh karena itu, ketentuan Pasal 33 UUD NRI 1945 dapat diterjemahkan sebagai sistem ekonomi kerakyatan atau sistem ekonomi pancasila. 

Pada kasus TikTok Shop, Pemerintah menempatkan perannya sebagai penyeimbang dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat dan keberimbangan dalam sistem ekonomi di Indonesia.

Baca Juga: Anomali Regulasi Social Commerce di Indonesia yang Tergesa-Gesa, Akankah Efektif?

Apakah Respons dari Pemerintah Indonesia terhadap TikTok Shop Sudah Efektif? 

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, tepat pada tanggal 26 September 2023, pemerintah Indonesia mengundangkan Permendag No.31/2023. Pada Pasal 1 angka 17 Permendag No.31/2023, dijelaskan bahwa social commerce adalah penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang dapat memasang penawaran barang dan/atau  Jasa.

Melalui Permendag No.31/2023, Pemerintah secara tegas melarang suatu media sosial untuk terintegrasi dengan platform e-commerce serta melakukan transaksi daring secara langsung. Media sosial hanya dapat dijadikan sebagai wadah untuk menawarkan atau mempromosikan barang dan/atau jasa. Tentu hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi UMKM yang masih melakukan kegiatan usahanya secara konvensional. 

Namun, tidak sampai di sana saja. Diundangkannya Permendag No.31/2023 tersebut yang diiringi dengan penutupan TikTok Shop justru membawa polemik baru di tengah-tengah masyarakat. Respons dari Pemerintah ini sangat dipertanyakan oleh masyarakat, terutama bagi mereka yang merasa sangat diuntungkan oleh keberadaan TikTok Shop. 

Tidak jarang Pemerintah menggaungkan narasi bahwa pedagang Pasar Tanah Abang menjadi sepi karena TikTok Shop. Tetapi faktanya, berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara dengan salah satu pedagang, setelah TikTok Shop ditutup pun jumlah pembeli di Tanah Abang tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

Tentu hal ini harus disadari dengan kenyataan bahwa memang banyak faktor yang menyebabkan Tanah Abang tersebut sepi. Faktor tersebut dapat berupa kualitas barang yang dijual di pasar Tanah Abang itu sendiri, kesulitan akses untuk menuju pasar Tanah Abang yang cukup jauh serta macet, dan lain sebagainya. 

Perubahan yang tidak signifikan tersebut akhirnya membuka opini baru bagi para pedagang di Tanah Abang dengan mengeluarkan narasi “Tutup Shopee! Tutup Lazada!”. Tentu hal ini sangat disayangkan, karena aplikasi e-commerce tersebut sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang perizinan e-commerce. Maka dari itu, permasalahan tersebut tidak dapat dipersalahkan kepada mereka.

Selain itu, tindakan dari pedagang di Pasar Tanah Abang untuk meminta penutupan e-commerce lain juga dapat dikatakan melanggar Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999). Sebab, pelaku usaha Pasar Tanah Abang menghalang-halangi konsumen untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pesaingnya, yakni Shopee dan Lazada, sehingga berpotensi adanya monopoli.

Jadi, Pemerintah dalam hal ini seharusnya berperan untuk memberikan edukasi lebih kepada masyarakat tentang e-commerce dan social commerce. Bukan justru memberikan narasi yang dapat disalahartikan oleh masyarakat. 

Baca Juga: Problematika Peraturan Menteri Perdagangan No.31 Tahun 2023 terhadap Eksistensi Social Commerce di Indonesia

Kemudian, berdasarkan data yang ada di lapangan, tidak sedikit UMKM Indonesia juga menggantungkan hidupnya seratus persen kepada TikTok Shop. Tentu hal ini juga seharusnya menjadi perhatian lebih bagi Pemerintah Indonesia. Penutupan TikTok Shop ini akan memaksa para penjual dan UMKM yang aktif di dalamnya, untuk mencari alternatif lain. Bukan tidak mungkin nantinya mereka harus memulai kembali dari awal untuk mencari pelanggan. 

Masa kejayaan TikTok Shop yang lalu membuat UMKM, yang menggantungkan dirinya pada TikTok Shop, telah mempersiapkan stok barang yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Bahkan, stok barang tersebut dapat diperuntukkan untuk beberapa bulan kedepan.

Hal yang patut disayangkan adalah, Pemerintah dalam hal mengambil kebijakan untuk menutup TikTok Shop dinilai tidak memberikan waktu yang cukup bagi UMKM untuk beradaptasi serta berusaha mencari jalan keluar atas permasalahan ini. Akibatnya, saat TikTok Shop ditutup, UMKM tersebut kesulitan dalam melakukan penjualan atas stok barang tersebut dan berujung pada kerugian besar yang harus mereka hadapi. 

Saat mengambil kebijakan, Pemerintah tentu memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, kesejahteraan masyarakat ini tentu tidak dapat diartikan dengan kesejahteraan salah satu pihak saja, melainkan masyarakat secara keseluruhan.

Hal tersebut yang seharusnya diaplikasikan oleh Pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait penutupan TikTok Shop ini, yakni dengan tidak hanya melihat dari satu sisi melainkan dari segala sisi, sehingga kebijakan yang diambil tidak akan merugikan satu pihak tertentu. 

Baca Juga: Menelaah Urgensi Menteri Perdagangan dalam Perubahan Regulasi Social Commerce: E-Commerce dan Social Media Harus Dipisah?

Kesimpulan

Dalam perkembangan teknologi, inovasi yang hadir membawa dampak yang signifikan bagi sektor ekonomi khususnya dengan kehadiran e-commerce dan transformasi terbaru dari e-commerce, yakni social commerce. Dampak tersebut di antaranya pergeseran dari perdagangan konvensional ke perdagangan digital, terutama melalui platform social commerce seperti TikTok Shop serta menciptakan tantangan dan peluang baru bagi pelaku usaha, khususnya UMKM di Indonesia.

TikTok Shop telah berhasil mengubah cara UMKM beroperasi dan bertransaksi. Namun, keberhasilan tersebut juga diikuti perdebatan seputar dampaknya terhadap persaingan usaha dan potensi monopoli. Pemerintah Indonesia merespons dengan menutup TikTok Shop dan mengeluarkan regulasi baru, yakni Permendag No.31/2023 untuk memisahkan aktivitas media sosial dan e-commerce.

Pembentukan regulasi ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum, akan tetapi perlu dikaji lebih lanjut mengenai efektivitasnya. Perlu adanya pertimbangan terkait kebijakan tersebut, yang tentunya harus mencapai keseimbangan antara melindungi kepentingan UMKM dan mendorong inovasi digital.

Selain itu, keputusan pemerintah juga hendaknya mempertimbangkan dampak bagi berbagai pemangku kepentingan serta memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil bersifat inklusif, berkeadilan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Pancasila.

Baca Juga: Strategi Kunci dan Stimulasi Corporate Guarantee dalam Pertumbuhan Bisnis Internasional

Saran 

  1. Pembentukan regulasi tentunya harus mempertimbangkan dampak yang dihasilkan secara menyeluruh dan tidak menghalangi arus inovasi dalam perkembangan ekonomi di Indonesia.
  2. Pemerintah harus berperan untuk memberikan edukasi lebih kepada masyarakat tentang digitalisasi dalam hal proses transaksi jual beli. Hal ini dilakukan supaya masyarakat tidak terkesan menolak perkembangan teknologi, akan tetapi berusaha untuk sejalan dengan perkembangan teknologi tersebut. 
  3. Diharapkan Pemerintah dapat segera membuka kembali akses terhadap TikTok Shop agar masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada TikTok Shop dapat kembali beroperasi, tetapi dengan payung hukum yang jelas. 

Baca Juga: Implementasi Environmental, Social, and Governance (ESG) di Indonesia: Apakah Dapat Diterapkan dalam Perusahaan di Indonesia?

Daftar Pustaka 

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Buku

Chandra Irawan, Dasar-Dasar Pemikiran Hukum ekonomi, Bandung : Mandar Maju, 2013.

Jurnal

Priyono, Bintang. “Dampak Aplikasi TikTok Dan TikTok Shop Terhadap UMKM Di Indonesia.” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 2023, https://zenodo.org/records/8315865. Diakses pada 10 November 2023.

Sumber Elektronik 

Anni. “Kementerian Komunikasi dan Informatika.” Kementerian Komunikasi dan Informatika, 27 September 2023, https://www.kominfo.go.id/content/detail/52307/terbitkan-permendag-nomor-31-tahun-2023-mendag-zulkifli-hasan-pemerintah-bangun-ekosistem-perdagangan-digital-adil-dan-sehat/0/artikel_gpr. Diakses pada 10 November 2023.

Dewi, Herlina Kartika. “Pasar Tanah Abang Sepi, TikTok Shop Bukan Satu-satunya Penyebab.” industri kontan, 23 September 2023, https://industri.kontan.co.id/news/pasar-tanah-abang-sepi-TikTok-shop-bukan-satu-satunya-penyebab. Diakses pada 10 November 2023.

Irwandi, Ferry, “Salah Respon Pemerintah Tentang TikTok”, https://youtu.be/_SjYN00eWPk?si=tJ7RPQuVvCoW6tpD. Diakses pada 10 November 2023. 

Nabila, Marsya. “Transaksi TikTok Shop Diprediksi Tembus Rp 230 Triliun, Siap Salip Lazada dan Tokopedia.” DailySocial, 24 Agustus 2023, https://dailysocial.id/post/TikTok-shop-gmv-asia-tenggara. Diakses pada 10 November 2023.

Putri, Diva Lutfiana. “Pertama Kali Diluncurkan pada 2021, TikTok Shop Resmi Ditutup Hari Ini Pukul 17.00 WIB Halaman all.” Kompas.com, 4 Oktober 2023, https://www.kompas.com/tren/read/2023/10/04/081500065/pertama-kali-diluncurkan-pada-2021-TikTok-shop-resmi-ditutup-hari-ini-pukul?page=all. Diakses pada 10 November 2023.

Rahadian, Hanif. “Polemik TikTok Shop di Indonesia, Efektivitas Kebijakan Pemerintah Dipertanyakan.” Media Indonesia, 6 October 2023, https://mediaindonesia.com/ekonomi/619127/polemik-TikTok-shop-di-indonesia-efektivitas-kebijakan-pemerintah-dipertanyakan. Diakses pada 10 November 2023.

Ryan, Mochammad. “Poin-poin Permendag soal Larangan Social Ecommerce Seperti TikTok Shop.” CNN Indonesia, 27 September 2023, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230927172615-92-1004544/poin-poin-permendag-soal-larangan-social-ecommerce-seperti-TikTok-shop. Diakses pada 10 November 2023.

Sekretariat KADIN Indonesia, “Diskusi Peraturan Mengenai Social Commerce.” KADIN Indonesia, 26 September 2023, https://kadin.id/info-advokasi/diskusi-peraturan-mengenai-social-commerce/. Diakses pada 10 November 2023.

Artikel ini merupakan opini yang ditulis oleh Nicholas Firman Rafael Napitupulu dan Jaihan Hanifah Isa, para mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. 

Artikel ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi KlikLegal.

BA

Dipromosikan