Dirjen KI: Indikasi Geografis Menjadi Fokus Utama di 2018

Indonesia memiliki potensi yang sangat berlimpah.

Dirjen KI Kemenkumham Freddy Harris. Sumber Foto: http://djahu.kemenkumham.go.id/

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kemenkumham, Freddy Harris mengatakan bahwa indikasi geografis menjadi fokus utama yang sedang dijalankan di tahun 2018 ini.

“Kini, Indonesia menjadikan indikasi geografis sebagai profit utama dan perhatian utama di Ditjen KI. Kedua, desain industri, 2019, kemudian traditional knowledge di 2020, dan selanjutnya di 2021 planning patent registration,” ujar Freddy. Ia menyampaikan hal tersebut dalam seminar umum bertajuk ‘Urgensi Paten Menuju Universitas Berbasis Riset sebagai Apresiasi Intelektual dan Strategi Komersial’ dan launching Lembaga Hukum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) di Depok, Jawa Barat, Rabu (25/4). (Baca Juga: Konsultan HKI Tidak Harus Berlatar Belakang Sarjana Hukum).

Dalam acara yang diselenggarakan oleh ILUNI UI ini, Freddy menjelaskan potensi produk lokal Indonesia yang bisa didaftarkan industri geografisnya itu sangat berlimpah. Indikasi geografis dapat menjadi komoditas unggulan, baik dalam perdagangan domestik maupun internasional. Salah satu contohnya adalah kopi. Ada sekitar 300 varietas kopi di Indonesia. Namun, sayangnya tidak ada satu pun yang mendaftarkan indikasi geografis kopi ini. Melainkan, banyak dari negara lain.

“Kopi Robusta, Kopi Ekspresso, Kopi Americano, Kopi Arabica. Jangan sekali-sekali bapak-bapak atau ibu-ibu yang pulang haji bilang oleh-olehnya kopi dari Arab, itu dari Indonesia karena di Arab tidak ada pohon kopi. Tetapi dinamakan Kopi Arabika. Tahu, Kopi liberika itu punya Malaysia tapi itu asal kopinya dari Indonesia,” ujar Freddy. (Baca Juga: Ini 4 Jenis HKI yang Biasa Digunakan Melindungi Ekonomi Kreatif).

“Contoh lainnya, di NTB ada yang namanya alpukat banjawa, alpukatnya manis, tanpa perlu gula enggak perlu lagi pemanis. Jadi indikasi geografis untuk alpukat banjawa hanya bisa diproduksi di Banjawa, ubi Cilembu hanya bisa ditanami di daerah Cilembu, songket Palembang hanya bisa dibuat di Palembang. Jadi, sangat lokal. Ketika sesuatu yang baru itu sangat lokal maka harga akan menjadi naik,” lanjut Freddy.

Lebih lanjut, Freddy mengakui bahwa hingga saat ini perhatian terhadap HKI belum mendapatkan porsi yang layak di masyarakat Indonesia. Padahal, bila melihat negara maju pun menempatkan HKI selalu di depan dan bukan di belakang. Untuk itu, Freddy berharap agar masyarakat dapat mendukung upayanya supaya potensi lokal yang ada bisa didaftarkan indikasi geografisnya. (Baca Juga: Kemenkumham Berharap Indonesia Mengedepankan Kekayaan Intelektual Seperti Negara Maju).

“Jadi indikasi geografis di Indonesia ini sebenarnya sangat banyak dan sangat bagus. Kalau itu sudah dibangun orang lokal tidak perlu lagi datangkan pihak luar untuk beli terus jadiin kopi itu sebagai miliknya. Kita olah saja sendiri, masyarakat ini harus sudah sadar pentingnya HKI,” tukas Freddy.

(PHB)

 

Dipromosikan