Sudahkah Tepat Pembentukan Polisi Virtual Melalui Surat Edaran Kapolri?

Sudahkah Tepat Pembentukan Polisi Virtual Melalui Surat Edaran Kapolri

Sudahkah Tepat Pembentukan Polisi Virtual Melalui Surat Edaran Kapolri?
Oleh: Muhammad Zahiir Al Faraby

Pada Februari lalu, Kepolisian Republik Indonesia membentuk polisi virtual yang bertugas untuk memonitor, mengedukasi, dan memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber. Dilansir dari situs web The Conversation, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif sebagai respon arahan Presiden Joko Widodo mengenai pasal-pasal yang multitafsir dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) (Susanti 2021).

Berikut isi dari Surat Edaran Nomor: SE/2/11/2021:

  1. Rujukan:
    1. Undang-Undang 1945
    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
    4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
    5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
    6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
    7. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana
    8. Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor SE/8VII/2018 tanggal 27 Juli 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana
  2. Sehubungan dengan rujukan di atas dan mempertimbangkan perkembangan situasi nasional terkait penerapan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital, maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
  3. Bahwa dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan dimaksud, Polri senantiasa mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga dapat menghindari adanya dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif, dengan mempedomani hal-hal sebagai berikut:
    1. Mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya.
    2. Memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat.
    3. Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber.
    4. Dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil.
    5. Sejak penerimaan laporan, agar penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.
    6. Melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada.
    7. Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimum remedium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
    8. Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme dan separatisme.
    9. Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali.
    10. Penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaanya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan.
    11. Agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.
  4. Surat Edaran ini disampaikan untuk diikuti dan dipatuhi oleh seluruh anggota Polri.

Kedudukan Hukum Surat Edaran Kapolri

Surat Edaran Kapolri merupakan produk tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara (Riyanto 2015). Maka timbul pertanyaan apakah Surat Edaran Kapolri termasuk sebagai sumber hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat? Bila merujuk kepada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maka Surat Edaran Kapolri tidak termasuk sebagai suatu jenis peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat secara umum karena di dalam pasal tersebut menentukan bahwa hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: pertama, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; kedua, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; ketiga, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; keempat, Peraturan Pemerintah; kelima, Peraturan Presiden; keenam, Peraturan Daerah Provinsi; ketujuh, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Ridwan 2016).

Terbitnya Surat Edaran Kapolri ini hanya berlaku untuk organisasi kepolisian sendiri yang tidak dapat mengikat masyarakat karena kedudukan surat edaran ini termasuk sebagai peraturan kebijakan (beleidsregel) yang berfungsi sebagai operasional penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan kedudukannya setara dengan nota dinas, pengumuman, dan pedoman. 

Bila pembentukan polisi virtual didasari oleh surat edaran ini maka sudah tepat karena di dalam surat edaran tersebut hanya berupa pedoman yang harus diikuti oleh personel Polri dalam menangani dugaan pelanggaran pasal-pasal UU ITE dan sebagai bentuk upaya menyamakan persepsi oleh Kapolri kepada anak buahnya dalam menanggapi dinamika ruang digital Indonesia dengan mengutamakan upaya preventif melalui polisi virtual agar tercapai ruang digital yang bersih, sehat, dan produktif.

DAFTAR PUSTAKA 

Buku

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

Artikel

Riyanto, Agus. “Eksistensi dan Kedudukan Hukum Surat Edaran Kapolri tentang Penanganan

Ujaran Kebencian”. Jurnal Cahaya Keadilan, Volume 3 Nomor 2. Diakses pada 5 Juli 2021. doi: https://doi.org/10.33884/jck.v3i2.961.

Internet

Detiknews. 2021. “Ini Isi Lengkap Surat Edaran Kapolri Soal Penanganan Perkara UU ITE”.

detiknews.com. https://news.detik.com/berita/d-5400820/ini-isi-lengkap-surat-edaran-kapolri-soal-penanganan-perkara-uu-ite. (diakses pada 3 Juli 2021).

Susanti, Lanti, dan Utomo, Wisnu. 2021. “Polisi Virtual di Indonesia; Alih-Alih Ciptakan

Ketertiban, Mereka Justru Ancam Kebebasan Berekspresi”. The Conversation.com. https://theconversation.com/polisi-virtual-di-indonesia-alih-alih-ciptakan-ketertiban-mereka-justru-ancam-kebebasan-berekspresi-158063. (diakses pada 3 Juli 2021).

Peraturan Perundang-undangan dan Dokumen Hukum

Surat Edaran Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

FL

 

Artikel berupa opini ini ditulis oleh Muhammad Zahiir Al Faraby, Mahasiswa Hukum Universitas Padjadjaran. Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi KlikLegal.

 

Dipromosikan